44. Hari ke-97 (jalan keluar)

186 48 11
                                    

Happy reading, and hope u enjoy!

***

     “ADA apa, Kek?” tanya Rakha ketika kakeknya sudah ikut duduk tenang di sofa bersamanya.

Rakha heran, tadi pagi ayahnya sudah ribut sekali masuk ke kamarnya untuk memberitahu dia kalau kakek menelepon dan menyuruhnya untuk datang lagi ke rumah kakek segera.

Rakha yang ubrak-abrik untuk lekas datang ke sana pun langsung mandi dan bersiap-siap.

Dan di sinilah Rakha sekarang, duduk bersama kakeknya dengan suasana mencekik leher sampai membuatnya susah napas karena takut dimaki lagi seperti kemarin.

“Kau, pergilah ke tengah taman bunga matahari. Di sana ada dua matahari besar yang menjadi portal berbagai tujuan. Portal itu akan membawamu ke tempat di mana orang yang ingin kau temui walaupun tak diketahui lokasinya," instruksi kakek, “bawa juga satu orang untuk membantumu,” imbuhnya.

Rakha ingin bertanya banyak hal. Namun, masih ia pertimbangkan, memilih untuk bertanya atau ia urungkan.

Dengan dorongan rasa kepo yang lebih kuat, Rakha mengesampingkan keraguannya untuk bertanya. Ia berdeham sekali. “Tapi, Kek, banyak hal yang ingin Rakha tanyakan pada kakek selain meminta bantuan ini.”

“Apa?” sahut kakek.

“Kenapa keturunan yang mengutuk kita masih dendam dengan keluarga kita sampai sekarang? Bukankah dengan memberi kutukan mereka seharusnya sudah puas? Lalu kenapa mereka harus melakukan hal sampai sejauh ini?”

Kakek menatap lempeng cucunya. “Kenapa kau tanya itu padaku? Tentu saja aku tak tahu apa alasan mereka melakukan ini semua,” jawabnya acuh tak acuh.

“Menurut Rakha itu terlalu berlebihan jika disandingkan dengan kesalahan kita yang hanya tanpa sengaja membunuh kelinci kesayangannya.”

“Mereka hanya masih tak puas dengan hukuman yang kita terima. Mereka pendendam,” respons kakek remeh. “Sudah, sekarang mendingan kau fokus saja untuk mencari calonmu. Hilangkan segala pertanyaan konyol yang ada di kepalamu itu,” tuntutnya agar Rakha tidak banyak bertanya.

Rakha mengangguk patuh walau di hatinya merasa ada kejanggalan pada semua penjelasan kakek.

Apa, ya ... seperti ada yang ditutup-tutupi.

Kakek meminum teh miliknya sebelum setelahnya memberi ultimatum lagi pada Rakha, “Kau harus lebih teliti mencari portal bunga matahari itu. Bunga itu memang besar, tapi wujudnya transparan. Namun, jika kalau kau mencarinya lebih teliti, maka dengan sendirinya portal itu akan terlihat lebih jelas.”

“Tapi kau harus ingat kalau bunga matahari itu akan sulit untuk terbuka. Kefokusanmu akan sangat dibutuhkan di sana, dan portal itu hanya memberikanmu kesempatan tiga kali untuk mencobanya. Jika sudah ketiga kali kau coba tapi tidak terbuka juga, itu berarti kau gagal.”

Rakha mendengarkan penjelasan dengan seksama. Tak ada satu pun yang ingin ia lewatkan. Sesekali ia mengangguk paham.

“Dan satu lagi,” Kakek berdiri pelan-pelan, “aku akan membawakanmu bekal.” Berjalan ke kamarnya dan mampu meninggalkan rasa penasaran pada Rakha.

Tak lama kakek keluar dari kamar, tangannya terlihat menggenggam sesuatu. “Kau bawa ini untuk membantumu mencari portal bunga matahari itu.” Dilemparkannya bungkusan kecil ke meja tepat depan Rakha.

“Apa ini, Kek?” tanya Rakha.

“Itu biji bunga matahari portal itu yang sudah lama aku jaga. Kau lemparkanlah biji itu di tempat yang menurutmu tepat keberadaan portal itu. Sesekali saja kau gunakan, karena isinya tidak terlalu banyak,” komando kakek yang jelas seperti peringatan bagi cucunya.

Takdir Yang Tertulis [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang