55. Ending

202 48 14
                                    

Sebelum membaca, aku cuma mau bilang kalau seandainya ada kesalahan pada tata cara pernikahan umat Kristen yang aku tulis, mohon jika tidak keberatan untuk mengoreksi dengan cara yang baik-baik, ya.

Happy reading, and hope u enjoy!

***

     DI SETIAP ujung tempat duduk jemaat yang sudah diberikan hiasan bunga krisan putih serta daun yang menjuntai ke bawah, telah diisi oleh Diana dan Andy di bagian depan sisi kanan, sedangkan di kursi belakang sudah ada sebagian keluarga Liana yang diundang.

Senyuman para tamu—yang tak lain adalah sebagian keluarga dekat Liana, serta Nia bersama orang tuanya—tak kunjung luntur melihat pemandangan di hadapan mereka. Di depan sana, Rakha dan Liana sudah berdiri saling berhadapan dengan kedua tangan yang bertautan di mimbar depan altar, beserta sudah ada pendeta yang sedang melakukan tugasnya dalam membimbing mempelai untuk mengucapkan janji nikah.

Di sisi lain, Ricky duduk di kursi belakang Nia memasang wajah kusut yang sudah berlangsung sedari datang tadi. Tapi meskipun begitu, entah kenapa suasana hatinya hanya terbilang biasa saja. Mungkin hari sebelum-sebelumnya pemuda itu sudah mempersiapkan hatinya untuk mengikhlaskan gadis yang ia cintai selama dua tahun ini berdamping dengan orang lain.

Ya, memang ini mungkin sudah jalan yang terbaik untuknya. Jika memang dia ingin memperjuangkan Liana juga hasilnya pasti hanya sia-sia saja. Toh yang akan menjadi pasangan akhir gadis itu hanyalah Rakha. Mungkin jika dua tahun lalu dia gerak cepat, maka setidaknya dirinya bisa mengisi dua tahun ini bersama Liana. Namun nyatanya, seberapa besar dia berusaha untuk mendapatkan hati gadis itu, tetap saja, Liana tidak pernah sedetik pun mengalihkan perhatian hatinya pada Ricky.

Barangkali ini juga kesalahan dari dirinya yang tidak pandai memikat seorang gadis. Dia terlalu kaku. Ricky mengakui itu.

Pengucapan janji suci telah dilakukan oleh mempelai dengan suara lantang dan serius. Teriakan penuh haru para tamu pun tak kunjung hilang di pendengaran sepasang pengantin. Selesai pengucapan janji suci, saatnya kini prosesi dilanjutkan dengan menyematkan cincin pernikahan.

Seorang pemuda berjubah putih bersih membawakan wadah yang berisikan cincin pengantin dan diletakkan di atas altar.

Pendeta mengambil satu cincin emas berukuran mungil dengan motif berlian berbentuk setengah love, sebelum diberikan pada Rakha, beliau berujar memberi ultimatum, “Rakha Abimanyu Sakjamaya, kenakanlah cincin ini pada jari manis istrimu sebagai tanda kasih dan cintamu kepadanya.”

Rakha pun menerima cincin itu dengan senang hati, sebelum dia menyematkan cincin di jari manis Liana, sesaat Rakha menatap gadis itu dengan wajah berseri dan senyum yang sedari tadi mengembang di bibirnya.

Sedangkan Liana yang berada di hadapan lelaki itu pun hanya membalas tatapan Rakha dengan sorot berbinar yang penuh arti.

Seusai saling bertutur kata melalui tatapan, Rakha meraih tangan kanan gadisnya dan perlahan dia memasangkan cincin—yang akan menandakan sahnya pernikahan mereka—pada jari manis kanan Liana.

Namun, pada saat cincin itu baru masuk pada jari manis Liana, entah kenapa Rakha merasakan panas dan pedih di dada kanannya tepat pada tanda goresan merah—yang sama dengan milik Liana di bagian punggung gadis itu.

Rakha tak menghiraukan rasa aneh itu walaupun rasa panas semakin menjalar ke punggungnya, dia lebih memilih untuk melanjutkan memasukkan cincin ke jari Liana.

Usai itu, pendeta kembali memberi instruksi pada mempelai wanita sembari menyodorkan cincin dengan motif serupa pada Liana, “Berliana Razkya, kenakanlah cincin ini pada jari manis suamimu sebagai tanda kasih dan cintamu padanya.”

Takdir Yang Tertulis [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang