Happy reading, and hope u enjoy!
***
RAKHA tiba di rumahnya tepat di ruang makan. Keluarganya yang sedang berkumpul untuk makan malam pun tersentak kaget karena kedatangannya yang mendadak.
Reyhan yang sedang menyendokkan makanan ke mulutnya sampai dibuat terjatuh lantaran terlonjak dari tempatnya. "Rakha! Ya, ampun, lu bikin gue kaget, Setan!" semburnya keceplosan.
Risa sontak melesatkan tatapan tajam ke putra sulungnya lantaran pengucapannya yang kasar. "Adik sendiri dibilang setan. Kasar sekali kata-kata kamu," desis Risa.
Sementara di sisi Rara, gadis ramping nan mungil itu lebih salah fokus ke kaki Rakha. "Kaki bang Rakha kenapa?! Kok berdarah-darah?" tanyanya heboh dan langsung turun dari kursi mendekati abangnya.
Kegegeran Rara menciptakan kecemasan pada anggota keluarga lainnya dan menyerbu Rakha guna bisa melihat lebih jelas apa yang terjadi dengan lelaki itu.
"Rakha ... ini kenapa, Nak? Kok bisa sampai separah gini?" serbu Risa meringis ngilu. Sebelum mendengar jawaban putranya, ia bergegas cepat mengambil kotak P3K di dapur.
Mengabaikan kericuhan saudara kandungnya, Rakha lebih menarik atensinya pada sang ayah yang masih berdiam diri di kursi.
"Yah, kenapa ayah memberikan penjelasan yang nggak sesuai dengan kenyataannya? Kenapa ayah harus bercerita tentang hal yang SANGAT jauh sekali dengan cerita aslinya? Coba ayah jelaskan kenapa ayah harus berbohong," desak Rakha dengan menekankan kata 'sangat'. Karena sudah jelas sekali apa yang diceritakan oleh sang ayah kepadanya sangat jauh berbeda dari sebuah kenyataan. Rakha kecewa dengan kebohongan yang sudah terlanjur ia percaya.
Andrean hanya menatap sekilas Rakha dengan tatapan dinginnya. Ah ... kenapa ayahnya selalu berubah-ubah seperti ini? Di satu waktu ayahnya bersikap akrab dengannya, dan di waktu lain-seperti saat ini-kondisi perasaannya menjadi dingin dan datar.
"Ayah masih nggak mau jelasin? Oke, kalau gitu Rakha anggap keluarga ini dipenuhi dengan kedustaan. Semua yang diucapkan dari mulut ayah, kakek, dan yang berhubungan dengan kutukan ini hanyalah omong kosong! Rakha kecewa harus percaya sama kalian!" murka Rakha yang mulai tersulut emosi. Ia berjalan terpincang-pincang meninggalkan ruang makan, sang bunda yang datang hendak mengobati lukanya pun termangu melihat putranya yang pergi dengan kondisi perasaan buruk.
"Rakha." Panggilan Andrean membuat langkah sang empu terjeda. Hanya diam saja. Tidak berniat berbalik arah. Menunggu kalimat apa yang akan ayahnya lontarkan.
"Karena kamu sudah tahu kebenarannya, untuk apa juga ayah harus menjelaskan lagi? Pertanyaan kamu mengenai kenapa ayah dan kakek berbohong, itu semua demi kamu," ungkapnya yang refleks membuat Rakha membalikkan tubuhnya hendak membantah. "Tidak, demi keturunan yang mendapatkan kutukan lebih tepatnya. Mungkin salah satu di antara kalian ada yang akan merasa sangat bersalah dan membatalkan usaha untuk menggagalkan menghilangkan kutukan ini. Apalagi, kamu orang yang lebih memedulikan perasaan orang lain. Sudah pasti kamu akan lebih mementingkan keadilan," imbuh ayah menerangkan.
"Sekarang kamu kemari. Ada hal penting lagi yang mau ayah jelaskan," titah Andrean yang perlahan dituruti Rakha. Pandangan kepala keluarga beralih ke anggota keluarga yang lain. "Kalian juga," perintahnya yang bermaksud menyuruh mereka untuk duduk bersama.
Selepas semuanya duduk tenang di kursi masing-masing, Andrean-yang berada di tengah bak ketua-mengembuskan napas panjang. Netranya menatap satu persatu anggota keluarga, kecuali Rakha. "Besok adalah hari terakhir kita bisa melihat Rakha."
Sontak semua mata tertuju pada Andrean. Tak lepas kelopak mata yang melebar karena kaget dan tidak percaya.
"Apa maksudnya, Yah? Kan bang Rakha masih tetap di sini," sambar anak bungsu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir Yang Tertulis [End]
Teen Fiction[Follow sebelum membaca, tidak akan membuatmu berubah menjadi Iron Man] Bagaimana reaksi kamu ketika ada seorang pria asing yang membangunkanmu di kamar milikmu sendiri? Kaget? Takut? Pastinya. Baik, mari kita naik level. Apa yang akan kamu lakukan...