38. Kehilangan

207 50 4
                                    

Happy reading, and hope u enjoy!

***

   KARENA merasa ada yang janggal, Liana pun berniat untuk memberitahu tukang ojol itu. Mungkin saja ia salah lihat google map, begitu pikir Liana.

“Mas, kita seharusnya belok kiri. Ini udah beda lagi tujuannya,” peringat Liana dengan aksen berteriak agar tukang ojol itu bisa mendengarnya.

Namun, alih-alih meminta maaf atas kekeliruannya, lelaki itu malah makin menancap gas dengan kecepatan maksimal.

Tentu hal itu membuat Liana makin panik saja. Karena gelisah, ia jadi tak bisa berpikir jernih.

Namun, di tengah ketakutannya itu, tetap saja, nama Rakha yang terlintas dalam hati dan juga pikirannya.

“Mas Rakha ...,” lirihnya sambil berpegang kuat pada besi jok belakang agar dirinya tak melayang terikut angin.

Takut. Liana takut terjadi apa-apa dengannya.

Motor yang melaju semakin kencang telah berhasil membuat gadis itu merasa waswas, takut kalau ia terjatuh dari motor itu. Di sisi lain ia juga takut jika dirinya dibawa tukang ojol itu.

Liana sendiri tidak tahu dia mau dibawa ke mana. Dia bahkan tidak tahu apa yang harus ia lakukan sekarang.

Hendak berpikir keras pun, tetap saja dirinya menginginkan bahwa tukang ojol itu akan menurunkannya, tatapi yang ia bingungkan bagaimana dirinya bisa turun jika motor itu melaju begitu kencang.

Perlahan butiran bening menetes membasahi pipi mulusnya.

Ya~ hanya itu yang bisa ia lakukan saat ini. Menangis. Berharap ada seseorang yang menyelamatkannya.

Pikirannya begitu kacau, sibuk mencari cara agar ia bisa terlepas dari orang itu.

Setelah berhasil mengesampingkan sebentar segala suatu prasangka buruk, Liana begitu sangat bersyukur sebab tiba-tiba di kepalanya terlintas suatu ide—yang sebenarnya tidak begitu—cemerlang.

Lantas, dengan susah payah—serta rasa takut yang membuncah dalam jiwa—ia melepaskan pegangannya, lalu ia membawanya ke saku seragamnya berinisiatif mengambil ponsel.

Dengan pandangannya yang memburam karena air mata yang terus mengalir tiada henti, serta tangan yang bergetar dahsyat, ia menekan icon aplikasi WhatsApp, kemudian ia mencari nama Rakha yang tertimbun dengan grup chat.

Setelah mendapatkan nama Rakha, ia menekan lama tanda mikrofon lalu berbicara dengan suara yang lirih. “Mas ... tolong aku. Aku mau dibawa sama tukang ojol entah ke mana. Tolong! Tolong ak--”

Tepat sekali saat ia melepaskan tombol mikrofon dan voice note itu terkirim-mendadak seluruh lingkungan di sekitarnya berubah menjadi putih polos. Seperti lorong yang dicat berwarna putih, tetapi mengkilap dan menyilaukan mata.

Liana yang merasa tidak asing dengan tempat itu, ia pun tahu sekali bahwa dirinya akan dibawa ke dunia paralel—dunia Rakha.

Sesungguhnya tukang ojol di depannya itu siapa? Apakah itu adalah Rakha yang menge-prank dirinya?

Namun sepertinya itu tidak mungkin. Jelas sekali tadi ia melihat wajah tukang ojol itu, dan pria itu bukanlah Rakha.

Jadi ini semua apa? Dan kenapa ia tidak sampai juga ke dunia Rakha?

Lama sekali. Bahkan dapat Liana perkirakan sudah hampir lima menit berlalu.

Liana yang jelas sekali tidak bisa melakukan apa-apa lagi, ia pun hanya bisa terus merapalkan doa. Memohon pada sang Pencipta agar dirinya baik-baik saja.

Takdir Yang Tertulis [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang