11. Halu yang Nyata (revisi)

426 91 307
                                    

Mulmed : Naswa

Siapa tuh yang di belakang?◉‿◉

Happy Reading, and hope u enjoy!

***

     SETELAH menghabiskan beberapa jam bersama. Kini pendar si rembulan telah menggantikan sinar sang mentari untuk menyinari alam semesta. Namun, sepasang manusia yang masih dengan santainya menikmati angin sepoi-sepoi di sebuah gubuk bambu--yang sudah terlihat lapuk itu--tampak tak memedulikan sama sekali sang rembulan yang tengah menjulang tinggi di langit luas yang sudah dipenuhi dengan percikan bintang-bintang. Meski halaman luas itu di area terbuka, Liana dan Rakha yang memakai baju tanpa lengan tiada merasakan sedikit pun hawa dingin yang menusuk. Justru mereka mendapatkan embusan hangat yang membuat mereka nyaman berada di sana, apalagi tidak ada gangguan nyamuk yang menggigit nakal kulit mereka sehingga keduanya dibuat ingin di sana terus saja rasanya.

Suasana hening yang menemani keduanya seketika membuyar karena suara Liana yang memulai membuka percakapan—setelah sekian lama berdiam diri dan menghabiskan waktu dengan menikmati pemandangan sekitar. “Mas,” tegur Liana dengan kaki menggantung yang diayun-ayunkan ke depan dan belakang secara bergantian. Pandangannya menatap kagum langit yang tampak luas dari bawah sini.

Sosok lelaki yang dipanggil hanya bergumam sebagai jawabannya.

“Gimana sekarang? Udah ngerasa baikan belum?” tanya Liana setelah memikirkannya berulang kali sebelum mengungkapkannya.

Rakha menoleh menilik wajah Liana dari samping. “Baikan? Emangnya gue tadi kenapa?” tanya pria itu balik.

“Ya, kan kamu tadi lagi sedih.”

Rakha menelengkan sedikit kepalanya menandakan bahwa dirinya semakin bingung. Apa dia tadi terlihat sebegitu menyedihkannya? “Sedih? Nggak tuh, gue cuma kecewa aja sama orang yang gue sayang. Makanya gue paling anti banget sama orang yang udah pernah ngecewain gue.” Rakha mengangkat kepalanya memerhatikan bulan yang melengkung indah di sana dengan senyuman miring. “Jadi gue harap, lu jangan pernah sekali pun ngecewain gue.” Rakha kembali menatap lekat wajah gadis itu dengan raut muka yang mengisyaratkan penuh harapan.

Liana yang mendengar permohonan Rakha, secara perlahan ia mengalihkan pandangnnya guna membalas tatapan lelaki itu. Untuk Liana pribadi, sih, sepertinya ia bisa mengabulkan permohonan pria itu. Namun, apakah Rakha bisa membuat dirinya tidak kecewa?

Liana tidak menjawab melalui sebuah kalimat, dari tatapannya yang mencermati manik Rakha—yang memiliki warna sama dengannya—menandakan kalau dia telah mengulik suatu kebenaran.

Apakah lelaki itu sungguh-sungguh memintanya untuk berlaku tidak membuatnya dikecewakan? Serta melihat, apakah Rakha bisa dipercaya bahwa dia akan membalas permohonan itu dengan seimbang? Maksudnya, apakah dia nantinya juga tidak akan dikecewakan oleh Rakha. Selama memandangi mata lelaki itu, Liana mendapatkan banyak arti yang tersirat di dalam sana.

Baiklah, meski ragu, mulai detik ini Liana akan memberikan kepercayaan kepada lelaki di depannya itu agar tidak mengecewakan dirinya.

Tanpa Liana sadari ternyata acara mengoreksinya itu telah berlalu lama. Dua pasang mata yang sebelumnya hanya bisa ia lihat dengan beberapa jarak kini justru bisa dilihat jelas karena Rakha yang semakin mendekat padanya dan memangkas jarak yang menjauhkan mereka. Semakin mendekatnya Rakha kepadanya maka semakin kencang pula dadanya berdentum tak jelas. Sampai Liana bisa merasakan bahwa jantungnya itu tengah meronta-ronta di dalam meminta untuk dikeluarkan.

Takdir Yang Tertulis [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang