40. Tengkar

202 49 15
                                    

Happy reading, and hope u enjoy!

***

SEORANG gadis dengan aura lesu sedang duduk di pembatas rooftop gedung sekolah. Tak lupa kantung mata yang tebal dan menghitam ikut menghiasi wajah ovalnya.

Bahkan ia tidak memedulikan rambutnya yang kusut berterbangan mengikuti arah angin. Memandang ke arah bawah. Tatapannya begitu hampa.

Para siswa-siswi telah berhamburan dari luar kelasnya melepas segala kesulitan menghadapi ujian, dan kini saatnya sekolah akan sunyi seperti hati para pembaca yang telah tertinggal mantan. Mohon para pembaca dilarang tersinggung.

Semenjak sang sahabat menghilang tanpa jejak bak ditelan bumi, Nia selalu menghabiskan waktu pulang sekolahnya di rooftop sampai sore tiba.

Tidak menghiraukan sang penjaga keamanan sekolah yang selalu menegurnya untuk segera pulang. Alhasil penjaga itu bosan dan membiarkan gadis itu duduk berdiam diri di sana.

Entah apa yang ada di pikirannya. Kosong, benar-benar seperti tidak berisi apa pun. Alasan gadis itu duduk di sana hanya ingin menikmati waktu sekolah yang sepi tanpa penghuni. Konyol, bukan? Untuk apa juga membuang waktu yang jelas sekali tidak ada gunanya untuknya.

Dalam diamnya, ia sampai tidak sadar bahwa di lantai dasar terdapat seorang pemuda berdiri-dengan tas ransel hitam berlogo Superme bergantung di pundak-tengah memperhatikannya.

Sudah pemuda itu duga. Gadis itu pasti akan selalu berada di atas sana. Alasan ia bisa tahu keberadaan gadis itu sebab kemarin tidak sengaja ia melihatnya sedang bengong sambil menganyun-anyunkan kakinya.

Tidak ingin melewatkan hal itu seperti hari sebelumnya, pemuda itu pun melenggang pergi. Menapaki satu per satu anak tangga menuju lantai paling atas-rooftop.

Sampainya di atas, angin bertiup kencang menyambutnya. Dengan kasarnya embusan angin memorak-porandakan tatanan rambut rapinya hingga kini ia tampak seperti seorang lelaki keren nan tampan yang sedang syuting ala-ala drama Korea.

Ia berdiri tepat di belakang gadis itu.

Tidak. Ia tidak berniat untuk mendorong gadis itu hingga jatuh ke bawah dan mati. Jelas sekali ia takkan melakukan hal bodoh itu.

Tangannya menyentuh pelan pundak gadis berambut lurus panjang yang menjuntai itu hingga membuatnya menoleh ke belakang.

"Lu ngapain di sini?"

Kontan gadis itu menaikkan kedua alisnya. Bukankah hal itu yang seharusnya ia tanyakan pada pemuda itu?

"Seharusnya gue yang nanya. Lu ngapain di sini, Rick? Ganggu gue yang lagi hibernasi aja," balas Nia sewot, mengalihkan pandangannya ke depan kembali. Embel-embel sapaan 'abang' pun tak ia sertakan. Dasar tidak sopan.

Ricky tidak menyahut. Ia memilih untuk ikut duduk di samping gadis itu. Mendongak, menatap tenang langit biru dengan hiasan gumpalan awan yang perlahan membuyar.

Nia menoleh. Memperhatikan wajah lempeng Ricky dari samping. "Dih, gue nanya dikacangin. Malah ikut nyumpil di mari. Sana, ah, gue mau sendiri."

Sebelum menjawab, Ricky memejamkan kedua matanya menikmati ketenangan dan rasa damai. "Gue temenin."

Seketika Nia terkekeh. "Temenin? Ch, sejak kapan seorang Ricky mau bersanding dengan orang lain selain Liana seorang," sindirnya halus.

Sindiran gadis itu mampu membuat Ricky menatapnya balik, tatapan datar bin kaku itu berubah sinis. "Bukannya lu juga sering dekat-dekat gue? Udah dua kali juga lu udah naik motor gue yang bahkan Liana, cewek yang gue kejar selama ini nggak pernah naik di sana. Tapi lu dengan lancangnya-"

Takdir Yang Tertulis [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang