34. Ada yang Aneh

204 48 5
                                    

Happy reading, and hope u enjoy!

***

     RAKHA dan juga Andy tercenung setelah mendengar penuturan dari Diana. Tak habis pikir jika wanita itu akan membuat keputusan begitu saja.

Andy menggenggam tangan istrinya guna menenangkan wanita itu yang tampak masih tersulut emosi. Jari manisnya menyentuh dagu Diana, menariknya ke arahnya agar bisa menatapnya jelas. Namun, Diana kembali mengalihkan pandangannya pada Rakha. Andy berusaha untuk tetap sabar menghadapi istrinya dengan menghelakan napasnya panjang.

“Diana, tatap aku,” instruksi Andy lembut yang membuat Diana meluluhkan rasa kesalnya dan mau menatap suaminya yang sedari tadi masih tenang dan sabar.

“Diana, kamu jangan begitu. Jangan asal main ambil keputusan yang jelas sekali tak sinkron dengan keadaan,” ujarnya melembut.

“Nggak sinkron kamu bilang?” Diana mendengus bengis. “Liana minggu depan udah mau ujian, sedangkan dia malah kelayapan ntah ke mana dan bukannya belajar. Kamu masih ingatkan kalau anak kita baru saja keluar dari rumah sakit, di mana dia nggak belajar selama seminggu lebih. Kamu nggak mikir udah berapa materi yang dia lewatkan?” imbuhnya dengan wajah remeh.

Rakha merasa suasana sekarang makin mencekam saja setelah Diana mengatakan kalimat terakhirnya. Bukankah itu berarti ia beranggapan bahwa suaminya tidak memedulikan keadaan? Bukankah itu berarti ia menyalahkan suaminya menjadi orang yang tidak memperhatikan pendidikan anaknya? Jelas sekali dari nada bicaranya Diana tadi seperti sedang menyepelekan suaminya.

Andy tak bisa diperlakukan begini. Rahangnya mengeras. Menahan umpatan yang hendak lolos dari mulutnya. Namun, tetap saja. Dia tak bisa seperti ini, Andy tak boleh mengikuti bisikan setan yang menyuruhnya untuk terpancing emosi. Tidak, dia tetap harus menjadi pemberi penenangan pada istrinya. Biar saja istrinya itu menudingnya segala macam hal.

Lagi-lagi Andy menghela napas panjangnya guna melunturkan amarah yang tersemat dalam dada, kemudian setelahnya ia berujar,  “aku tahu kok, selama seminggu itu banyak sekali pelajaran yang anak kita lewatkan. Tapi, kita nggak boleh terlalu mengekangnya, Diana. Kamu tahu? Anak kita bisa saja jadi depresi, karena kamu yang terlalu memaksanya untuk memasukkan semua pelajaran yang ia lewatkan. Kamu nggak bisa kayak gitu, Diana. Tolong perhatikan juga kesehatan mental anak kita.”

Diana tersenyum miring mendengar ultimatun dari sang suami. “Jadi kamu pikir aku ngekang Liana, gitu?” Diana menuding Andy tajam yang membuat atmosfer memanas seketika. “Aku bukan ngekang anak kita, tapi aku cuma mau masa depan Liana cerah. Bukan seperti kehidupan kita yang dulu, suram. Apa aku salah kalau aku pengin masa depan anakku cerah?”

Rakha tak bisa diam saja. Dia harus menghentikan kegaduhan ini. Jangan sampai karena dirinya orang tua Liana jadi renggang. Gue harus hentikan ini sekarang juga, batin Rakha.

Tepat sebelum Andy membalas semua perkataan pedas dari istrinya, Rakha menyela terlebih dahulu. “Maaf om, tante,” Rakha menjedanya menunggu perhatian Andy dan Diana beralih padanya, dan setelah keduanya menoleh padanya Rakha pun lanjut berucap, “kalau boleh saya saran, sebaiknya masalah ini diselesaikan dengan kepala yang dingin dan hati yang tenang. Dan saya juga benar-benar minta maaf karena membawa Liana pergi sampai jam segini.”

“Benar, Diana. Kamu jangan mau tersulut emo--”

Diana bangkit dari duduknya membuat Andy menghentikan penuturannya. “Udahlah, aku ngantuk. Mau tidur. Masalah ini kita bahas besok.” Setelah mengatakan itu Diana melenggang pergi, akan tetapi dengan sigap Andy berdiri—bersamaan dengan Rakha yang ikut berdiri—dan langsung mencekal pergelangan Diana yang membuat wanita itu menghentikan langkahnya.

Takdir Yang Tertulis [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang