9. Jadi, Siapa yang Salah? (revisi)

472 102 236
                                    

Cek mulmed, di situ ada trailer:)

Happy reading, and hope u enjoy!

***

     LELAKI itu mempercepat langkahnya sehingga dia berhasil menghentikan jalan santai Rakha dan Liana.

Liana sempat terkejut karena seorang lelaki asing tiba-tiba muncul di hadapannya. Malah dia pikir orang di depannya itu adalah orang gila yang akan memamerkan kemaluan. Nyatanya bukan, dari penampilannya saja lelaki itu masih tampak waras.

Berbeda pula dengan Rakha, pria itu sempat terkejut juga sebelumnya tapi matanya seketika menyalang karena tahu siapa orang yang menghentikan mereka. Secara bersamaan entah kenapa perutnya juga terasa geli yang membuatnya tidak tahan untuk terkekeh. “Udah balik lu dari Thailand, gimana kabar kelakian lu? Nggak terguncang, kan?” cibir Rakha yang membuat lelaki itu pun ikut terkekeh.

“Wah, hahaha ... nggak berubah-berubah dari dulu kepribadian lu, ya, Bedebah,” balas pria itu tak mau kalah ikut mencemooh Rakha.

Namun, batas kesabaran Rakha masih terisi full, jadi tak ada alasan baginya untuk terbawa emosi. Toh kata-kata lelaki itu masih tidak seberapa baginya. Mengikuti arah pandang lelaki itu, Rakha memicingkan matanya tajam ketika tahu bahwa pria di depannya itu tengah memperhatikan Liana dengan tatapan menilik dan cukup mencurigakan bagi Rakha. Lantas sebelum terjadi situasi yang tidak diinginkan, Rakha segera menggeser Liana ke belakang badannya.

Benar kan dugaan Rakha, ada yang aneh dengan pria di depannya itu. Ketika Liana hilang dari pandangannya lantas dia langsung buang muka ke arah Rakha karena ketahuan terlalu lama menatap Liana.

“Sekarang doyannya anak kecil, ya. Sejak kapan berubah profesi jadi pedofil?” Lagi-lagi pria jangkung itu mencemooh Rakha dengan tampang yang menjengkelkan. Tapi tetap saja, Rakha masih bisa mengontrol dirinya itu--terlihat dia yang tidak mengindahkan tudingan yang terlontar di mulut kotor lelaki itu.

Namun, entah kenapa Liana yang tersinggung di sini. Liana tahu jelas maksud lelaki itu, pasti karena ukuran badannya yang kecil jadi dia mengira kalau dirinya masih anak SMP. Liana tak bisa tinggal diam karena tinggi badannya dihina, apalagi secara tidak langsung harga dirinya juga dilukai. Serta-merta gadis itu pun memulai aksinya, dia keluar--berniat menentang--dari jangkauan Rakha dengan lagak tengil. “Dih, si Abang sok tahu banget. Kecil-kecil gini Liana udah SMA, tahu!”

“Oh, jadi namanya Liana. Kalau gitu kenalin, gue Rafly Putra Wijaya. Panggil aja Rafly, Beb juga boleh.” Lelaki yang bernama Rafly itu mendadak menjabat tangan Liana yang membuat Liana mau tidak mau menerima tangannya—dan melupakan kekesalannya—namun sentuhan tangan itu hanya bertahan sebentar saja karena Rakha langsung menarik tangan Liana--melepaskan acara salaman mereka.

Rafly dan Liana tampak terkejut sekali melihat tindakan Rakha yang cukup langka bagi Rafly, sedangkan bagi Liana dia hanya belum siap kalau Rakha lagi memberikannya sikap yang mengejutkan.

“Posesif amat, pacar lu?” tanya Rafly pada Rakha.

“Bukan urusan lu,” jawab Rakha sengit lalu menyeret Liana mengajak gadis itu pergi dari sana.

“Ya, elah, buru-buru banget. Tenang aja kali, gue nggak bakal rebut dia sebagaimana lu yang memperlakukan gue di hari itu.”

Otomatis Rakha mengerem kakinya kala mendengar lontaran Rafly yang tidak sesuai dengan kebenaran yang sesungguhnya. Dia membalikkan badan dengan perasaan semu. Ada perasaan kemarahan di lubuknya, tapi sisi lain ada sesuatu yang berusaha meredakannya. Lagipula, kenapa juga Rafly harus mengungkit kejadian di masa lalu. Mau cari ribut lagi? Ah, sayangnya Rakha tidak akan terpancing hanya dengan kalimat sampah itu. Tanpa berniat menjawab Rakha kembali berjalan yang diikuti Liana.

Takdir Yang Tertulis [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang