26. Jadi, Setuju atau Peringatan?

236 48 2
                                    

Happy reading, and hope u enjoy!


***

    SEJAK dirinya memasuki kamar, ia tak pernah lupa sekali pun untuk memeriksa jam dinding. Memastikan jarum panjang yang telah bergerak sedikit demi sedikit tanpa henti.

Gadis itu makin mengeratkan rengkuhannya pada guling. Dia makin gelisah kala tahu kini sudah jam sebelas malam, tetapi calon suaminya itu belum kembali juga.

Pikiran buruk terus saja terngiang-ngiang di kepalanya. Adegan di novel yang ia baca bahkan film pun juga tak jarang terlintas di kepalanya.

Bagaimana kalau mas Rakha nggak mau lagi di sini lagi karena ucapan ayah? Bagaimana kalau mas Rakha tidur di jalanan, terus di ajak tante girang yang haus akan belaian?

Bagaimana-bagaimana segala macam yang Liana kira-kira di dalam pikiran buntunya itu.

Gadis itu menarik selimutnya yang menutupi separuh tubuhnya menjadi menutup seluruh tubuhnya sampai batas leher. Bahkan rasa kantuk tak kunjung datang karena pikirannya yang bercabang ke mana-mana.

"Hampir jam dua belas. Tapi mas Rakha belum pulang juga." Gadis itu menghentak kakinya ke udara. Kesal karena dirinya seperti sedang digantung. "Gimana kalau mas Rakha kesasar coba?" Dia tak habis pikir jika itu benar terjadi pada Rakha. Sudah pasti akan sulit menemukan Rakha karena pria itu tidak memiliki daftar identitas di dunia ini.

Tak lupa Liana terus memanjatkan doa dalam hati memohon agar Rakha bisa segera pulang dan membuatnya tenang. Menutup rapat kelopak matanya menandakan kekhusyukannya dalam berdoa.

Namun, atensinya teralih kala pintu kamarnya terketuk dari luar dan tak lama menyusul suara berat seorang pria. Liana akan sangat-sangat bersyukur jika itu adalah Rakha, tetapi sayangnya suara itu adalah milik ayahnya-Andy.

"Sayang?"

"Buka aja, Yah. Nggak Liana kunci," ujar Liana dengan suara keras yang diikuti dengan suara pintu terbuka.

"Kamu belum tidur? Ini sudah larut malam, Sayang." Andy berucap. Kakinya melangkah ke ranjang putri semata wayangnya itu.

"Liana belum ngantuk, Yah," sahut Liana seadanya. Gadis itu mengubah posisinya menjadi duduk kala ayahnya duduk di tepi ranjang. Ayahnya mengelus lembut pucuk kepalanya, dan mendaratkan kecupan sayang di keningnya.

"Kenapa? Ada yang kamu pikirkan, hm?" tanya Andy dengan tatapan menilai reaksi putrinya.

Liana mencebik, setelahnya menggeleng pelan-bimbang.

"Oh, begitu. Mau tahu apa yang pria tadi katakan pada ayah?"

Refleks kedua alis gadis itu naik antusias. "Apa, Yah?" Liana sedikit mewanti-wanti dalam hatinya berharap Rakha tidak berkata yang tidak-tidak.

Senyum Andy terukir di bibirnya. Entah itu senyum bahagia atau senyum mengejek. Liana tak dapat membedakannya.

"Rahasia~" ujar Andy gamblang. Barangkali membuat putrinya mati penasaran akan membuatnya senang. Dengan begitu putrinya itu akan menuruti semua permintaannya.

"Ih, ayah kok gitu, sih? Buruan kasih tahu apa yang dibilang laki-laki itu. Ayah sengaja banget bikin Liana penasaran gini," protesnya sebal.

Andy tergelak. Lupa kalau kini sudah tengah malam. "Kamu mau tahu banget?" tanya Andy yang dijawab semangat dengan putrinya. "Ceritakan yang sebenarnya pada ayah, kamu tadi dari mana?"

Liana kicep. Dia tak tahu mau jawab apa. Hampir saja dia keceplosan. Masalahnya dia tak pandai berbohong. Mungkin jika berbohong akan keadaan dirinya bisa dia lakukan. Namun, situasi saat ini berbeda.

Takdir Yang Tertulis [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang