51. Ricky x Nia

162 45 12
                                    

Happy reading, and hope u enjoy!

***

     TANGAN Nia ditarik paksa oleh Ricky menaiki tangga menuju rooftop, karena kasarnya lelaki itu menyeretnya menyebabkan Nia hampir tersandung—kalau saja Ricky tidak menahan pergelangan tangannya erat.

Aish, pasti di tangannya itu sekarang sudah ada lingkaran merah.

Nia menatap jengkel lelaki kasar itu. Ada apa, sih, sama nih anak? Masih pagi udah bikin orang naik darah aja, mana gue hampir celaka dibuatnya, benak Nia bertanya-tanya.

Setibanya mereka di atap gedung, cekalan Ricky pun melepas bersamaan dengan Nia yang merengkuh tangan miliknya guna melihat seberapa parah pergelangannya yang terasa pedih.

“Kasar banget lu, Anj**g! Lu lihat tangan gue sampai merah gini, nggak ngotak lu, Sialan!” berang gadis itu murka. Matanya melotot serta dadanya yang naik-turun menandakan kemarahan yang telah membuncah jiwanya.

Sedangkan di sisi lain, Ricky masih betah berwajah datar. Tidak menunjukkan adanya merasa bersalah sedikit pun. “Sorry,” ucap Ricky singkat yang hakikatnya sulit untuk ia lontarkan.

Nia mendengkus gusar ketika hanya mendengar sepotong kata dari pria itu. “Lu ada masalah apa, sih, sama gue? Seriusan, deh, kayaknya lu selama ini cari masalah terus sama gue.” Nia mendekat pada pria itu. Keningnya berkerut dan dagu yang terangkat, seakan menantang. “Ada dendam apa lu sama gue, ha?” desis gadis itu yang semakin memperkecil jarak antara mereka, bahkan tanpa ia sadari puncak buah dadanya telah menyentuh dada Ricky yang masih bungkam menatap lurus matanya. Tujuan Nia hanya pada tatapan kosong lelaki itu, tak ada niat terselubung.

Ricky sadar bahwa dada mereka saat ini tengah bersentuhan. Tak ingin mendengar setan yang berbisik memengaruhinya untuk melakukan hal aneh, lantas lelaki itu mendorong Nia pelan menjauhi tubuhnya. Ia membuang wajahnya melihat ke bawah—di mana para pelajar dan guru berlalu lalang. “Buat apa juga gue ada dendam ke elu,” jawabnya yang masih mempertahankan sikap congkaknya.

“Sikap dan perlakuan lu selama ini menunjukkan kalau lu ada dendam tersembunyi ke gue!” hardik Nia mulai ngegas. Tanggapan laki-laki itu telah membuatnya naik pitam.

“Terserah lu aja, ya. Sebenarnya, sih, tujuan gue bawa lu ke sini mau ngasih tahu sesuatu tentang Liana. Tapi karena lu menjengkelkan, jadi males gue mau ngomong.”

Nia yang mendengar tentang sahabatnya, sontak membuat mimik marahnya meluntur dan tergantikan oleh ekspresi penasaran. Suasana hati buruknya pun kian meluruh senang. “Apa? Lu mau ngasih tau apa tentang Liana? Buruan, kasih tahu gue!” paksa Nia menggebu.

“Lu datengin aja rumahnya langsung kalau mau tahu,” respon Ricky malah membuat gadis itu semakin tidak sabaran. Serta-merta tidak mau memperpanjang urusan pada pria—yang menurutnya—tidak berguna dalam memberi informasi sekaligus sifatnya yang menyebalkan, ia segera berlari meninggalkan Ricky menuju kelasnya.

Secepat kilat gadis itu mengambil tas miliknya dan membawanya pergi ke arah belakang bangunan kelas. Di sana ada tembok yang tidak terlalu tinggi, dan ada beberapa kursi reyot yang sudah tidak bisa terpakai. Sebetulnya tempat itu adalah sarang dari para pembolos sekolah yang selalu memanfaatkan kursi-kursi itu sebagai penghubung menuju keluar area sekolah.

Bagaimana Nia bisa tahu tentang itu?

Jadi begini, meskipun gadis itu terkenal sebagai gadis baik-baik karena berteman dengan Liana yang membuat reputasinya terkesan bagus, tapi Nia pernah sekali bolos sekolah demi pergi menonton bersama gebetannya—yang gagal pada saat itu juga, padahal belum jadian—dan dibantu dengan teman lelaki sekelasnya yang kebanyakan suka membolos.

Takdir Yang Tertulis [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang