21. Tamu Tak Diundang

245 52 11
                                    

Happy reading, and hope u enjoy!

***

     "LIANA? Dari mana aja kamu, Nak?" sambar Diana ketika melihat Liana muncul dari balik pintu. Diana segera menghampiri putrinya dan mendorongkan kursi roda menuju ranjang.

"Dari taman, Mah," sahut Liana.

"Lama banget, dari tadi siang, lho," ucap Diana seraya menuntun Liana naik ke atas ranjang. "Itu kelinci punya siapa?" tanyanya ketika Liana meletakkan kelinci putih—Rakha—di sebelahnya berbaring.

"Kelinci aku yang hilang itu mah, dan ini ditemuin sama mas Rakha," bohong Liana.

"Rakha? Orang yang tadi mukulin Niko?"

Liana mengangguk membenarkan.

"Dia siapa?"

"Rakha," jawab Liana sekenanya.

"Iya, mamah tahu nama dia Rakha, tapi yang mamah pertanyakan laki-laki itu siapanya kamu? Pacar?"

Liana menampik melambaikan tangannya buru-buru. Raut mimiknya pun berubah panik. "Bukan, Mah," cicit Liana.

"Jadi?"

Liana terdiam beberapa saat. Tidak mungkin kan jika dirinya mengatakan pada mamahnya kalau Rakha adalah 'calon suaminya'.

Alih-alih menjawab, Liana justru mengganti topik. "Udah, ah, Mah. Liana ngantuk mau tidur."

"Kebiasaan. Yang ditanya apa yang dijawab ngawur. Jangan tidur dulu, kamu belum makan malam, Liana."

Ah, benar. Dirinya belum makan malam. "Liana udah makan kok, Mah," dusta Liana lagi.

Kelinci putih yang berada di sampingnya itu berjalan mendekati telinga Liana. "Lu belum makan, Lian. Makan nggak lu?" bisik kelinci putih itu sangat halus hingga hanya Liana saja yang bisa mendengarnya.

"Tapi aku nggak lapar, Mas," jawab Liana yang tak kalah halusnya.

“Lu benar-benar mau gue cium, ya? Ini posisinya kita dekat banget, lho." Rakha duduk guna bisa mensejajarkan tingginya dengan bibir Liana, kelinci itu semakin memperdekatkan dirinya hingga dia bisa melihat jelas pori-pori Liana yang terbilang sangat kecil. Bahkan bisa dikatakan tidak ada lagi jarak di antara mereka. Rakha bergerak maju sedikit saja, maka sudah dipastikan dia bisa menyentuh dasar bibir Liana.

Liana kesal bukan main. Selain kesal dia juga dilanda malu yang membuatnya sangat gelisah dengan posisi mereka.

Namun, walaupun kesal setengah mati, Liana tetap menuruti perintah Rakha. Gadis itu misuh-misuh duduk bersila. "Mah, Liana tiba-tiba laper. Mau makan ...," rengek Liana menahan kekesalannya di dalam dada.

"Lha, gimananya kamu ini? Kok malah plin-plan. Ya sudah kamu tunggu sebentar, mau mamah siapin dulu makanannya."

"Hm," jawab Liana malas.

Memperhatikan mamahnya yang sibuk mempersiapkan makanan, kelinci putih yang sedari tadi di sebelah Liana melompat ke pangkuannya. Liana tersentak kaget. "Mau ngapain, Mas? Nggak usah yang aneh-aneh, ya!" peringat Liana yang terdengar berbisik.

Takdir Yang Tertulis [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang