16. Terbelenggu dan Terganggu (revisi)

348 73 157
                                    

Happy reading, and hope u enjoy!

***

     "HAH ... bikin nambah kerjaan aja, sih, nih kelinci." Naswa meletakkan kandang Rakha di lantai dekat kasurnya. Kemudian dengan rasa malas wanita itu menghamburkan tubuhnya di kasur single yang Niko belikan untuknya.

Naswa memijit keningnya yang mendadak terasa pusing sehabis berlarian dengan Niko tadi serta diikuti dengan desahan kesal. "Capek banget kalau gue terus-terusan berada di lingkarannya Niko kayak gini. Gue mau pulang aja. Tapi sebelum itu gue harus nemuin Rakha dulu," celotehnya dengan kedua mata yang tertutup dan tangan yang masih sibuk memijat pelan pertengahan antara pertemuan kedua alisnya.

Seakan sadar dengan sesuatu, wanita itu menghentikan sejenak pijatannya. “Ah iya, sampai sekarang aja gue masih nggak tahu di mana Rakha tinggal." Naswa mengembuskan napas kasar dan dirinya semakin lesu. "Rakha ... lu di mana? Gue udah nyari lu ke mana-mana, tapi hasilnya nihil. Lu tinggal di mana, sih?” lanjutnya lagi.

Kepalanya semakin dibuat nyut-nyutan saja ketika mengingat dirinya yang mencari-cari Rakha tanpa bantuan petunjuk sedikit pun. Apalagi dia saat ini sedang berada di dunia orang lain, tentu saja itu akan membuatnya kebingungan.

Meski ada juga beberapa tempat yang mirip sekali dengan tempat yang ada di dunianya. Namun, tetap saja ada yang membuatnya bingung.

Jika masih ingat, selain Naswa di ruang sempit itu tentu masih ada Rakha yang sedari tadi diam saja mendengarkan celotehan random dari wanita itu. Mendengar pertanyaan frustrasi dari Naswa membuat mulutnya gatal ingin menjawab, namun ia urungkan karena takut identitasnya akan ketahuan oleh orang lain. Alhasil kelinci putih yang masih nangkring di kandang kecil itu hanya menjawab asal pertanyaan Naswa di dalam hatinya.

Gue di sebelah lu.

"Semenjak gue ngikutin kalian ke lubang putih itu—yang gue sendiri bahkan nggak tahu itu lubang apaan—gue jadi stres, Kha.”

“Ya, gimana gue nggak stres coba? Lha guenya aja dipelihara sama orang gila. Gara-gara Niko gue harus ngelakuin hal yang nggak pernah gue lakukan sebelumnya. Bahkan waktu pacaran sama lu, gue nggak pernah ngelakuin perbuatan keji sampai ke titik itu.” Naswa menjeda racauannya untuk berpikir sesaat.

Sedangkan Rakha masih tetap bungkam dan mendengarkan dengan saksama setiap kalimat yang diucapkan oleh Naswa. Dengan begini, semua pertanyaan yang sedari tadi berputar di kepalanya bisa terjawab tanpa harus repot-repot bertanya pada wanita itu.

“Kenapa waktu itu gue percaya-percaya aja, ya, sama si Niko? Gue nggak nyangka ternyata laki-laki itu sinting.” Dia berdecih kala semua ingatan tentang kebejatan Niko terlintas begitu saja di otaknya.

“Sinting, dan sekarang pun gue juga ketularan jadi sinting.” Naswa tertawa hambar sembari merengkuh erat guling di sebelahnya. Ia memejamkan matanya tanpa suara yang terlontar lagi dari mulutnya. Sepertinya dia saat ini tengah berusaha menuju alam mimpinya demi mengistirahatkan jiwanya yang terguncang akhir-akhir ini.

Kebiasaan lu masih sama aja ya, Nas. Mendongengkan diri sendiri ... adalah kebiasaan lu yang masih aja gue ingat sampai sekarang. Entah kenapa perasaan kecewa dan kasihan muncul secara bersamaan di dada gue.

Selepas beberapa kalimat yang melesat lancar di dalam hatinya, Rakha tersadar dengan perkataan anehnya barusan dan langsung menyebut nama Liana di benaknya. Astaga. Maaf, Liana. Bisa-bisanya gue udah punya masa depan gini masih mikirin masa lalu.

Takdir Yang Tertulis [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang