20. Keturunan Keenam (revisi)

265 52 9
                                    

Happy reading, and hope u enjoy!

***

     SILIH bergantinya siang menjadi malam sama sekali tidak mengusik sepasang insan yang sedang asyik mengobrol ria. Bertukar keluh kesah-begitupun kebahagiaan-yang mereka alami kala tidak saling berdampingan.

"Jadi waktu kak Naswa lagi pakai baju di kamar, mas gimana? Pasti mas ngintip, ya, 'kan?"

"Sembarangan kalau ngomong."

Liana terbahak melihat perubahan wajah Rakha yang seperti menutupi rasa malu. Memang benar jika Naswa sering sekali berganti baju di kamarnya dan tak jarang juga dia tidak sengaja mendapati Naswa tengah berganti baju tanpa aba-aba. Namun, pemandangan itu semua bukan berarti bisa Rakha tonton seperti layaknya orang mesum. Dia justru langsung memejamkan mata dan menjaga pandangannya. Sungguh.

"Biasanya nih ya mas, kalau laki-laki disodorin sama pemandangan yang begituan pasti nggak bakal nolak. Kecuali yang imannya kuat, sih."

"Dan gue salah satu orang yang imannya kuat," jawab Rakha gamblang.

"Hilih, Liana nggak percaya. Mas kan rada mesum," kata Liana masih skeptis.

Akan tetapi Rakha tak mengindahkan lagi ucapan Liana. Lelaki itu mengalihkan perhatiannya pada salah satu seorang pria berkepala tiga yang berdiri sambil menelepon di sebelah kursi mereka duduk. Entah kenapa ada perasaan aneh yang menganggu pikirannya. Debaran jantungnya juga sangat mengusik dirinya, seakan ada suatu alat yang sengaja diletakkan di dadanya untuk mengacaukan sanubarinya.

Sementara Liana ikut memperhatikan di mana tatapan Rakha tertuju karena pria itu mendadak diam dan bertingkah aneh.

"Kelinci," lontar Rakha tanpa sadar.

Pria itu seketika menoleh ke arah Rakha merasa tersinggung. Mematikan sambungan teleponnya yang diikuti kedua alis bertautan heran.

"Maaf, tadi kamu bilang apa? Bisa diulangi?" tanya pria itu pada Rakha.

Rakha bangkit dari duduknya menghampiri pria itu. "Kelinci. Anda juga keturunan kelinci?" Rakha bertanya walau dia masih ragu dengan fakta tersebut.

"Maksud kamu apa, ya?" Pria itu bertanya balik masih pura-pura bodoh, tetapi tiba-tiba saja ada suatu getaran juga yang dapat pria itu rasakan dalam dirinya persis seperti yang Rakha alami. Lelaki itu pun menilik Rakha dengan tatapan curiga dan penasaran. "Kamu ... juga?" kata pria itu ragu-ragu.

Karena memang itu sebuah kebenaran Rakha pun mengangguk cepat mengiyakan ucapan pria itu. Pria yang memiliki kumis lumayan lebat itu hanya tersenyum simpul seraya menatap Liana. "Dia yang jadi calon kamu?" tanyanya masih menatap lama Liana.

"Ya, dia yang akan jadi calon saya," jawab Rakha seraya menenggerkan tangannya di pundak Liana.

"Itu berarti ... kamu yang keturunan terakhir?"

Rakha mengangguk.

Pria itu sedikit mencodongkan tubuhnya ke arah telinga Rakha. "Kamu jaga dia baik-baik. Karena untuk penghapusan kutukan rintangannya akan lebih sulit lagi," bisik pria itu memberi pesan yang membuat Rakha sempat tercengang sejenak. Kemudian Rakha merasakan tepukan pelan tapi bermakna memberikan rasa semangat.

Takdir Yang Tertulis [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang