23. Rakha Berulah, Liana Jadi Baper

244 50 13
                                    

Happy reading, and hope u enjoy!

***

SEMINGGU telah terlewatkan seusai Liana menghabiskan waktunya di rumah sakit. Tepat dua Minggu lagi Liana akan di hadapkan oleh ujian akhir semester. Yang mana sudah saatnya Liana untuk mulai sibuk. Dia harus lebih rajin belajar lagi karena pelajaran yang telah tertunda selama di rumah sakit.

Kini gadis itu sedang duduk di kursi meja belajar sembari membaca buku pelajaran. Dengan buku-buku pelajaran yang menumpuk tidak tertata, Liana tampak tidak terganggu akan hal itu. Dia masih saja tetap terfokus hingga lupa bahwa Rakha yang sedang rebahan di sofa terus menatapnya sambil menghela napas jenuh.

Rakha memang diam saja memainkan ponsel di sofa, tapi tak jarang juga tatapannya itu teralih ke arah Liana. Tatapan yang menyiratkan kebosanan. Ingin sekali rasanya dia segera keluar dari kamar ini dan menghirup udara segar.

Wajar saja Rakha jenuh. Lha wong, selama Liana pulang dari rumah sakit dia tidak pernah lagi keluar dari kamar itu. Rakha merasa dirinya seakan-akan sedang dikarantina.

Pria itu menghela napas tak semangat. Merenggangkan ototnya yang kaku karena kelamaan rebahan di sofa. "Liana, gue bosen ...." Nadanya terdengar serak seperti merengek.

Liana tak menghiraukan rengekan Rakha. Entah dia pura-pura tidak dengar atau memang tak dengar. Yang dilakukan gadis itu malah membalikkan halaman demi halaman setiap lembaran bukunya.

"Hah ... ini sebenarnya gue dianggap ada atau nggak, sih? Perasaan dikacangin mulu sama calon bini."

Terdiam cukup lama dengan mata yang tertuju pada Liana, tiba-tiba satu ide terlintas di kepala bersamaan dengan senyuman yang terbit di sudut bibirnya. Dia bangkit dari posisinya. Berjalan pelan menghampiri Liana. Tangan kirinya mengambil kursi meja rias dan menatanya di sebelah Liana, lalu ia mendaratkan bokong di kursi yang telah dia tata.

Gadis itu masih tidak menyadari kehadiran Rakha. Dia justru sibuk menggarisi setiap kalimat penting dengan pulpen merah. Sesekali kepalanya mengangguk paham setiap materi yang ia baca tercerna baik di otaknya.

Wah, salut gue. Bahkan gue duduk di sebelahnya pun dia masih nggak sadar juga.

Tanpa sadar Rakha tersenyum kagum melihat gadis yang konsentrasinya tidak ada obatnya itu. Yah ... memang akhir-akhir ini Liana selalu bertingkah seperti ini. Setelah pulang sekolah Liana langsung mengganti seragamnya dan segera membuka buku pelajaran-mengerjakan tugas rumah lalu dilanjutkan dengan mempelajari materi-materi yang memusingkan. Bahkan tak jarang Liana juga melupakan jam makan siangnya.

Gadis itu menekan pelipisnya. Kepalanya mendadak terasa pusing.

Kenapa banyak sekali rumus fisika yang harus dihafalkan, sih?! Kenapa bisa ada orang yang mampu buat rumus seribet kayak gini, ya? Terus dari mana mereka bisa mendapatkan idenya?

Tolong, apa ada yang mau membantu menjawab setiap pertanyaan yang diajukan dari kepala Liana?

Hah ... benar-benar memusingkan.

Gadis itu menyibak anak rambut yang menutupi pandangannya, lalu menopangkan kepala dengan arah yang membelakangi Rakha. Salah satu tangannya mencari-cari ikat rambut di laci meja belajar, namun tak kunjung ia temukan.

"Mana, ya? Perasaan tadi aku masukin ke laci, kok," monolognya dengan tangan yang masih sibuk mengobrak-abrik laci.

Rakha yang masih betah memperhatikan Liana dalam diam pun jadi ikutan mencari benda yang Liana cari. Maniknya meneliti setiap sudut meja belajar. Tatkala matanya mendapatkan objek yang dicari, seketika itu pandangannya tertuju pada ikat rambut tersebut. Perut Rakha terasa geli. Sudut bibirnya tak tahan untuk tidak tertarik ke atas. Padahal benda itu terletak tepat di depan Liana. Bisa-bisanya gadis itu tidak mendapatkannya.

Takdir Yang Tertulis [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang