14. Pasrah (revisi)

382 80 206
                                    

Mulmed : Nia

Happy reading, and hope u enjoy!

***


SETELAH Rakha mengetahui bahwa Liana sedang dalam keadaan terancam, lelaki itu pun berinisiatif menjaga gadisnya lebih selektif lagi. Itu sebabnya, ia memutuskan untuk ikut Liana ke sekolah dalam wujud kelincinya. Sesungguhnya ia malas sekali harus berwujud kelinci berlama-lamaan. Apalagi jika harus dikurung dalam kandangnya yang sempit itu. Namun mau bagaimana lagi, jika ia tidak mau melakukan itu, maka Rakha harus siap menerima risikonya.

Kehilangan Liana dan juga gagal menghilangkan kutukannya. Ya, itulah konsekuensi yang harus ia terima.

Sebetulnya Liana tadi tidak setuju dengan keputusan Rakha yang akan ikut dengannya ke sekolah. Karena Liana tahu. Jika ia membawa kelincinya ke sekolah maka teman-teman sekelasnya lah yang akan lebih sering bermain dengan kelinci yang dia bawa.

Jadi, sudah dipastikan bahwa Rakha mungkin akan kelelahan karena dicubiti terus-menerus, dan digendong ke sana-kemari oleh teman-temannya.

Tapi bukan Rakha namanya kalau tidak keras kepala. Lelaki itu tetap bersikukuh untuk ikut dengannya. "Intinya mulai sekarang gue harus ada di sebelah lu, di mana pun lu berada." Itu yang Rakha ucapkan pada Liana ketika gadis itu melarangnya untuk ikut.

Benar saja dugaan Liana. Saat ini dapat Liana lihat di wajah Rakha yang sudah sangat jenuh. Tapi Liana malah terkekeh geli karena melihat Rakha yang sekarang sedang diutak-atik oleh teman sekelasnya dengan bermacam jenis make-up. Bahkan Rakha kini sudah dikenakan pakaian berwarna merah muda nyentrik yang entah dari mana mereka dapat. Teman-teman Liana tidak peduli lagi apa jenis kelamin kelinci itu, yang penting jika dipakaikan baju kelinci itu tetap terlihat imut.

"Din, lipstiknya kurang tebal. Tambahin lagi, dong, ketutupan bulunya soalnya." Dina yang sedang memegang lipstik pun mengangguk patuh lalu segera ia poleskan kembali lipstik di bibir Rakha.

Hah ... dasar cewek. Bisa-bisanya gue yang berwujud kelinci gini pun di-make up-in, gerutu Rakha dalam hati.

.
.

Saat ini Liana dan juga Nia sedang duduk santai di tepi lapangan, di bawah pohon rindang yang tumbuh besar di pinggiran lapangan. Ah ... juga jangan lupakan Rakha. Pria itu kini sedang berada di pangkuan Liana-masih dalam wujud kelinci dan terlihat seperti kelinci yang akan ikut audisi kecantikan.

Mereka tengah menikmati pertandingan sepak bola antar kelas 12 yang sebenarnya hanya iseng-iseng saja untuk mengisi jam kosong dikarenakan para guru sedang rapat.

"Yo! Yo! Yo! Bang Ricky semangat!" sorak ricuh para gadis yang menyemangati Ricky dengan gaya ala-ala cheerleader.

Namun, berbeda pula dengan Nia. Gadis itu malah menyemangati Ryan-tim lawan tanding dari timnya Ricky. Nia berteriak paling kencang di deretan tepi lapangan yang membuat para gadis yang duduk bersebelahan dengannya manatap Nia sinis.

"Lu salah tempat. Di sini itu barisan untuk para pendukungnya Ricky, bukan Ryan," sarkas seorang gadis yang duduk tepat di sebelah Nia.

Nia membalas tatapan mereka lebih sinis beserta kilatan jijik. "Hilih bacot. Emang ada peraturannya di sekolah ini kalau nih tempat khusus buat orang-orang alay kayak kalian," jawab Nia tak kalah sarkasnya.

Gadis lain yang dikatakan alay pun tidak terima. Mereka memulai tindakan barbarnya dengan cara mendorong Nia dan Liana agar keluar dari tepi lapangan-tak lupa tangan mereka juga menjambak rambut sebahu milik Nia. Karena Liana yang tidak ingin makin membuat keributan jadi dia bangkit dari duduknya untuk mencari tempat lain.

Takdir Yang Tertulis [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang