10. Masa Lalu (revisi)

461 97 348
                                    

Mulmed : Liana

Happy Reading, hope u enjoy, ya!

***

     SETELAH kejadian dua hari yang lalu ada kemajuan pada hubungan Liana dan Rakha, entah kenapa mereka bisa menjadi lebih dekat lagi dari sebelum-sebelumnya.

Memang di pagi harinya mereka masih canggung satu sama lain. Namun, setelah Liana pulang sekolah, ada yang aneh dengan Rakha, bagaimana tidak? Selama dua hari ini Rakha selalu menunggu Liana pulang di balik pintu kamar dan menyambutnya dengan sebuah senyuman khasnya.

Seperti sekarang ini, baru saja Liana memegang hendel pintu dari haluan lain pintu itu sudah ditarik berlawan arah. Siapa lagi orangnya kalau bukan Rakha yang melakukan itu. Bibir pria itu kini mengambang lebar bersamaan dengan matanya yang ikut tertarik dan menyipit.

Jujur saja, awalnya Liana sangat kaget melihat perubahan tingkah Rakha yang berubah drastis dalam semalaman. Namun, keterkejutannya tertutupi oleh rasa senang di hatinya yang membeludak.


Senang? Iya, tentu saja dia senang. Rasanya Liana seperti seorang tuan putri kerjaaan di dunia dongeng. Boleh tidak kalau dia egois dan memaksa Rakha untuk terus memperlakukannya seperti ini? Dia tidak mau kejadian ini cuma berlaku sementara saja. Liana ingin sekali setiap pulang selalu disambut dengan kehangatan. Tidak apa orang tuanya yang lupa dengannya, asalkan ada Rakha yang menggantikan mereka.

Tapi pertanyaannya, apakah Rakha akan terus melakukan itu? Dia juga manusia yang memiliki akal dan perasaan yang bisa berubah kapan saja. Jadi sekali lagi, Liana sadar kalau dia tidak boleh berlagak egois begini. Dia juga masih tahu diri.

“Capek nggak?” tanya Rakha mengikuti Liana dari belakang yang menuju ke ranjang. Gadis itu hanya menanggapinya dengan mengangguk lesu dan wajah kusam yang tampak letih.

“Ya udah, lu istirahat aja dulu sebentar,” sambungnya ketika bokongnya sudah mendarat mulus di atas sofa.

Liana sadar ada kejanggalan dari kalimat Rakha. Istirahat sebentar katanya? Bukankah Liana masih memiliki waktu banyak untuk berleha-leha? Lalu apa maksud dari ucapan lelaki itu?

Liana menoleh ke samping di mana ada Rakha yang menyandarkan punggungnya di sofa dan sedang menatap hampa langit-langit. Kening gadis itu sedikit berkerut karena bingung. “Sebentar? Memangnya kita mau kemana?”

Rakha masih terfokus dengan langit-langit kosong, menjawab singkat pertanyaan Liana tanpa berniat mengubah posisinya. “Gue mau bawa lu ke suatu tempat.”

“Ke mana?” tanya Liana lagi, karena bukan itu saja informasi yang ingin dia dengar. Sekiranya berikan dia informasi yang lebih detail kek.

“Dikasih tahu juga lu nggak bakal tahu di mana tempatnya, jadi lu ikut aja entar,” sahut Rakha sekenanya. Agar tidak ditanya terus-menerus dengan gadis kepo itu, Rakha mengambil ponsel yang di saku celananya dan membuka aplikasi apa saja. Berlagak sok sibuk.

Benar saja dugaan Liana, belum ada setengah jam sikap lelaki itu padanya sudah berbeda lagi. Astaga, menyebalkan. Kenapa, sih, dia pandai sekali memainkan perasaan Liana layaknya sebuah mainan?

Liana mengembuskan napas pendek guna menetralkan hatinya yang sempat acakadut. Dalam diam, tiba-tiba dia merasakan ada getaran singkat dari dalam saku seragamnya. Dengan tidak ada jiwa penasaran Liana memeriksa ponsel itu tidak semangat. Terpampang chat WhatsApp dari sahabatnya yang menanyakan tugas dari wali kelas yang diberikan tadi padanya, lantas Liana membalas singkat lalu menaruh ponselnya asal.

Takdir Yang Tertulis [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang