49. Sambutan yang Buruk!

169 46 10
                                    

Happy reading, and hope u enjoy!

***

    RICKY mengetuk beberapa kali pintu rumah Andy yang tak lama dibukakan oleh Diana. Wanita itu terkejut bukan main tatkala melihat putrinya yang merangkul Rakha. Serta-merta Diana langsung melepaskan Rakha dari Liana hingga lelaki itu kehilangan keseimbangan dan tersungkur dengan erangan perih lantaran kedua kakinya berdenyut.

Liana yang melihat itu mengabaikan mamahnya yang hendak memeluknya dan lebih memedulikan calon suaminya.

“Mas nggak apa-apa?” tanya Liana khawatir.

Rakha menggeleng, tersenyum tenang di balik rasa sakit. “Nggak apa-apa,” jawabnya sambil berusaha untuk berdiri. Namun, kakinya yang memang terluka dalam membuatnya kesulitan untuk memiliki kekuatan bangkit sendiri, alhasil ia terjatuh lagi yang menciptakan pekikan serak dari Liana, “Mas! Ya, ampun.”

Diana tidak suka dengan perilaku putrinya yang lebih perhatian dengan orang lain—apalagi Rakha—lantas ia menarik tangan Liana hingga pegangan gadis itu pada Rakha terlepas dan membuat Rakha terjatuh lagi.

“Kamu ngapain, sih, masih dekat-dekat sama dia? Mamah nggak suka lihat kamu sama dia bersama, ya!” cetus Diana, matanya melebar, geram.

Ricky yang tidak mau diam saja melihat Rakha terus terjatuh, dia pun menuntun pria itu membantunya berdiri.

“Mah! Udah, ya!” hardik Liana yang membuat Diana tersentak. “Mamah kenapa, sih? Ini Liana, Mah, anak mamah yang udah berminggu-minggu nggak ada di rumah. Alih-alih mendapatkan sambutan hangat, Liana justru dapat kemarahan mamah. Emangnya mamah nggak kangen apa sama Liana?” lanjut gadis itu menahan air mata yang sudah penuh di pelupuk matanya.

“Mamah kangen sama kamu, Sayang. Mamah pengin peluk kamu, tapi karena tadi kamu masih rangkul dia, jadi gimana mamah mau peluk kamu. Terpaksa mamah doro—”

“Nggak harus pakai dorong mas Rakha, Mah,” potong gadis itu. “Padahal aku bisa ketemu mamah lagi karena mas Rakha dan bang Ricky. Tapi perlakuan mamah ke mereka nggak ada menunjukkan tanda berterima kasih.” Air mata yang ia bendung tadi pun kian mengalir. Ia menutup matanya menggunakan punggung lengan sambil terisak-isak layaknya anak kecil yang habis dibentak sang mamah.

Sungguh, jika Liana ingin jujur, mental dan jasmaninya sudah terlampau lelah dengan kejadian yang menghadangnya. Namun, ia pulang justru mendapatkan perlakuan kasar dari mamahnya.

Angan-angan yang ia harapkan atas kepulangannya musnah begitu saja. Harapan Liana tidak muluk-muluk, dia hanya ingin mendapatkan pelukan hangat dari orang tua yang sudah sangat ia rindukan. Tapi apa yang dilakukan mamahnya justru mengecewakannya. Jika memang yang ia harapkan itu tidak terjadi, ya, setidaknya mamahnya itu membiarkan dirinya untuk istirahat.

Mamahnya sudah kelewatan! Benar-benar tidak ada pengertiannya sedikit pun.

Melihat putrinya menangis akibat ulahnya, lantas ia segera mendekap Liana. Air matanya pun ikut terjatuh mendengar ucapan Liana yang sempat membuat hatinya terenyuh. “Mamah minta maaf, Liana. Mamah senang kamu kembali. Tapi di sisi lain mamah nggak suka melihat kehadiran laki-laki itu.”

Liana menjauhkan tubuhnya dari Diana. “Tapi, Mah, mas Rakha yang udah menyelamatkan Liana dari laki-laki biadab yang nyekap Liana, dan Liana bahkan hampir mau diperkosa kalau mas Rakha nggak datang.” Gadis itu berbicara di sela isakan tangisnya.

Rakha tidak tega melihat Liana yang menangis sampai seperti itu. Selama dia bertemu dengan Liana, tak pernah sekali pun dia melihat gadisnya menangis sampai segitunya. Rakha datang mendekat dengan langkah susah payah, membawa gadis itu ke dalam pelukannya. “Tante ... sebaiknya Liana kita biarkan istirahat dulu, ya,” bujuknya berbicara lembut pada Diana. Sementara wanita itu berdiam sebentar, menilik Rakha sinis, lalu mengangguk kecil.

Takdir Yang Tertulis [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang