33. Peringatan

216 46 3
                                    

Happy reading, and hope u enjoy!

***

   RAKHA berlari tak tentu arah. Dia terus berupaya mencari gadisnya yang menghilang tidak tahu ke mana.

Berteriak. Berseru, memanggil-manggil nama Liana walau tahu tidak akan terdengar karena ramainya orang hiruk pikuk.

Pria itu masih tampak tak putus asa untuk bertanya—pada orang-orang yang melintas melewatinya—mengenai ciri fisik Liana, apakah mereka melihatnya atau tidak. Namun, sayangnya sudah banyak individu maupun kelompok yang berujar, “Maaf, saya nggak pernah lihat orang yang kamu maksud.”

Tetapi kendatipun begitu, tak sedikit pun memutuskan tali semangatnya. Bulir-bulir pelik mulai membasahi sebagian tubuhnya, terlebih pada dahi yang kini telah basah seperti diguyur dengan sengaja.

Pandangannya menyapu bersih seluruh kawasan. Nihil, tak ada siluet yang persis seperti siluet yang ia cari. Gundah gulana pun kian menetap pada jiwanya.

“Liana ... kamu di mana?” lirihnya pilu.

Lengannya bergerak guna menyeka sebagian keringat yang mengucur dari pelipisnya menuju mata. Kemudian ia menilik jam yang bertengger di pergelangan kirinya. Betapa semakin frustrasinya ia saat mengetahui jarum jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam.

Sudah menghabiskan waktu satu jam dirinya mencari gadis itu, tetapi masih belum ada tanda-tanda menemukannya. “Arghh!” pekiknya gusar menjambak surainya.

Merogoh saku celananya, mengambil ponsel berniat untuk menelpon Liana. Membuka kontak telepon dan mencari nama Liana dari pencarian.

Pencarian tidak ditemukan. Ah, rasa ingin membanting ponselnya pun kian meningkat, tetapi sebelum melakukan tindakan gegabah itu dia lebih sadar untuk mengurungkan niatnya lantaran sayang ponselnya baru dia beli dua bulan lalu.

Dirinya baru ingat bahwa ia tak menyimpan nomor gadis itu yang disebabkan jaringan mereka berbeda server. Disimpan pun percuma karena tak bisa saling menghubungi satu sama lain, begitu yang keduanya pikirkan.

Namun, sepertinya setelah kejadian ini ia akan membeli ponsel yang ada di dunia Liana untuk menghindari kejadian seperti ini yang kedua kalinya.

Kembali lagi pada kondisi saat ini. Pria itu berlari ke sana-kemari tanpa petunjuk. Berteriak menyerukan nama gadis yang telah berhasil membuatnya khawatir bukan main. Berhenti berlari sekadar bertanya pada orang-orang yang berlalu lalang maupun yang menetap.

Lima belas menit usai berlalu. Namun, waktu yang terbuang pun masih saja tak memberikan dirinya petunjuk mengenai di mana gadis itu berada.

Napasnya pun kini bertambah memburu. Jantungnya semakin berdetak tak menentu, entah itu disebabkan oleh rasa takut kehilangannya atau karena dirinya yang sedari tadi berlari.

Huh, sepertinya dikarenakan kedua penyebab itu, lantas dapat terlihat dari wajahnya yang memutih pucat pasi dan mata yang memerah lantaran berusaha membendung air yang sedari tadi ingin mengucur dengan derasnya.

Pandangannya pun mengeblur sebab cairan bening yang hendak mengalir, tetapi masih bisa ia tahan mengingat dirinya tengah di tempat umum.

Rakha menumpukan kedua telapak tangannya pada lututnya dengan sedikit membungkuk, guna mengimbangkan napasnya dengan jantung yang berdegup seperti sedang bekerjaran.

Mendadak ingar-bingar yang memekakkan gendang telinganya berganti dengan suara mikrofon dengan speaker yang terletak di mana-mana, memberikan suatu pengumuman.

“Selamat malam, Tuan-tuan dan Nona-nona. Sebelumnya maaf menganggu, tetapi kami harus memberikan pengumuman ini demi kesejahteraan individu,-”

Takdir Yang Tertulis [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang