Bab 52.

1.4K 105 3
                                    

Hari-hari telah berlalu. Sekarang Mellisa tengah menatap kelabu jendela kaca yang menjulang di depan.

Sudah berlalu dua bulan sejak kejadian berdarah di Apartemen Sunlit. Semuanya kini menanti kabar baik dari Sebastian. Pria itu belum kunjung sadar sudah berminggu-minggu.

Hasil pemeriksaan tidak pernah membuat Mellisa cukup puas. Kadang-kadang dia jenuh untuk berharap agar Sebastian pulih dari komanya.

"Gimana kabar kamu sekarang, Mell?" Tanya Prita. Belakangan Prita sering berkunjung ke Jakarta demi menemani adik kesayangannya itu untuk sekedar berbagi pengalaman menghadapk kehamilan muda. Maklum saja, semua syok ketika tahu Mellisa hamil. Apalagi belum diketahui siapa ayah dalam kandungannya.

Dua pria yang hadir dalam hidupnya, sama-sama menorehkan luka di hatinya.

"Aku sehat Mbak." Jawab Mellisa lesu.

"Mau aku temanin ke rumkit?"

"Gak usah, nanti aku bisa sendiri nyetir mobil."

"Oh yaudah, kamu ingat ya pesan aku. Kamu harus istirahat, kasian ntar dede bayinya."

Seulas senyum Mellisa terukir. "Mbak bicaranya kaya aku udah lahiran aja,"

Prita cuma balas terkikik, lalu menyudahi telepon. Mellisa kembali menghadap si dokter. Dia sudah menunggu sejam agar bisa konsultasi mengenai kondisi Bastian.

Wajah si dokter kali ini berbeda. Mellisa berharap ada berita baik yang dia dengar sekarang.

"Gimana, dok?"

"Mell, Mell, kamu benar-benar gak sabaran ya. Aku udah bilang ke kamu, kondisi Bastian itu gak mudah. Kamu keras kepala sih. Bastian masih perlu operasi sekali lagi supaya pengobatannya tuntas."

"Sebenarnya Bastian sakit apa, dok?"

"Sakit di otak!" Sahut dokter itu cepat. "Kamu tahu, gara-gara dipukul itu, pacar mu jadi koma kayak sekarang. Ibarat paku dipukul kencang, pasti bengkok. Nah gitu, kami perlu waktu supaya setiap operasi berhasil. Gak bisa asal main bongkar aja, bisa-bisa dia lupa ingatan sama kamu." Tambahnya.

"Gimana kalo Bastian bangun terus lupa ke aku?" Balas Mellisa cemas.

"Kamu jangan pesimis. Dari hasil foto gak ada pengaruhnya ke sistem memori di otak kok. Gak usah drama deh." Hiburnya menjawab Mellisa.

"Terus kapan operasinya dimulai?"

Dokter Pramu duduk menatap Mellisa sekilas. "Minum dulu ini. Supaya kamu rileks."

Mellisa menggeleng dengan secangkir coklat yang ditawarkan untuknya. "Aku maunya teh putih."

Dokter Pramu tertawa, "Kamu tahu gak? Kamu itu langka tau gak, Mell? Biasanya pasien aku suka kalau ditawarin coklat dingin gini."

"Aku bukan pasien kamu."

"Kamu termasuk pasien aku. Why? Because kamu panikan dan cemasan. Kamu butuh suply power and earing healler."

"Aku gak ngerti kamu ngomong apa. Aku cuma mau tahu kapan Bastian dioperasi."

"Oke, biar aku jelasin dengan bahasa yang mudah Mellisa Soebroto pahami. Jadi, Bastian kamu itu punya jenis golongan darah yang langka banget. Diantara milyaran orang di dunia, pacar kamu itu termasuk salah satu yang bergolongan darah AB- (dibaca: AB negatif). Kalau kami operasi Bastian tanpa ada sokongan cadangan darah, bisa-bisa dia mati. Kami harus siapin stok kantong darah kalau Bastian masuk meja operasi. Kamu udah ngerti sekarang kan?"

Mellisa lunglai di kursinya. "Tapi Bastian selamatkan, dok?"

"Ya pasti selamat lah! Gak bakal dia pergi ninggalin kamu. Emangnya Romeo dan Juliet?"

Prime ProjectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang