Bab 10.

2.5K 152 9
                                    

Sore itu, kebetulan Mellisa sudah selesai lebih cepat dari biasanya. Dia berganti pakaian dan menghapus riasannya. Tadi dia harus pakai berbagai kostum dan sekarang kembali pada bajunya. Standar seperti biasanya, jeans biru dongker yang dipadu kemeja chifon berwarna pink.

Dia berjanji untuk bertemu Alfred sepulang dari kantor Nirwana. Jadi setelah pamit dari kru disana, dia segera pergi.

"Mau pulang?"

Kaget disapa Bastian, Mellisa hampir terlunjak.

"Pak Bastian?" Tanyanya. Untung saja dia bisa mengendalikan jantungnya. "Iya. Saya mau pulang, Pak."

"Gak usah panggil 'Pak' lagi dong, Mell. Lagian udah pulang jam kantor kan?"

Bastian sengaja tersenyum, supaya Mellisa mudah untuk dia dekati. Dia percaya senyumnya mudah melelehkan wanita.

Benar saja, disenyumi Bastian begitu, Mellisa jadi tersenyum.

"Mau makan malam dulu?"

Biasanya Bastian tidak mau mengajak lawan jenis makan malam. Alasannya sederhana, repot membujuk wanita. Tapi sekarang, demi pendekatan, dia harus lakukan itu.

"Maaf, Bas. Aku sudah janji sama Alfred. Gak papa kan?"

Sepertinya memang Bastian sedang sial. Dua kali ajakan makannya ditolak terus.

"Umm.., gak papa sih. Yaudah, hati-hati di jalan."

Mellisa naik ke mobilnya dan tersenyum lagi sebelum berpisah dengan Bastian. Anehnya, dia terus melihat Bastian berdiri lewat spion depan kaca mobilnya. Rasa-rasanya Bastian bukan lagi brengsek seperti dugaan di awalnya.

Tidak enak hati menolak ajakan makan Bastian, Mellisa terus memikirkan bagaimana cara yang tepat meminta maaf.

Mellisa sudah melihat Alfred duduk di meja restauran. Pria itu tidak mengenakan jubah putihnya seperti biasa. Syukurlah, kadang Mellisa jadi malu kalau dikira sedang jalan dengan dokter. Pasalnya, kalau dia sudah berdandan jadi terlihat kikuk disamping Alfred yang berjubah formal.

"Tumben datang lebih cepat, takut ketahuan istri kamu?" Sindir Mellisa menyapa.

"Kamu bicara apa sih?" Alfred jadi risih kalau mereka mulai menarik perhatian orang.

Dia mulai memperhatikan perubahan Mellisa. Dia semakin cantik dan jadi menggairahkan dengan baju-baju model seperti itu. Tidak biasanya dia tertarik dengan Mellisa secara utuh. Karena baginya Mellisa cuma wanita biasa seperti kebanyakan.

"Kamu lapar kan?"

Alis Mellisa naik, dia mau to the point saja dengan Alfred. Masalah kemarin belum selesai.

"Sebenarnya kamu belum menikah kan, yang?" Intonasinya berubah manja seperti biasa.

"Ya belumlah! Kamu aja yang aneh marah-marah sama ku bilang aku sudah menikah! Kamu pikir itu gak gila?"

Mellisa menyengir. Hatinya merasa lega. Tidak dijelaskan pun, dia percaya Alfred pria yang baik.

"Kamu gak boong kan?"

"Sekarang aku mau buktikan sama kamu, kalau aku gak bohong. Dan aku yang mau tanya kamu, siapa yang kamu temui di Apartemen aku?"

"Wanita. Namanya Amelia. Orangnya sedikit lebih pendek. Dan kenapa dia bisa di Apartemen kamu?"

Alfred dan Mellisa sama-sama terdiam. Mereka memikirkan bagaimana hal itu bisa terjadi.

"Aku sudah tanya Satpam, dan gak ada tamu yang masuk atas nama Amelia. Aku juga udah ke Apartemen ku, gadak sidik jari wanita manapun yang masuk. Sekarang aku mau tanya balik sama kamu, sebenarnya kamu gak mengarang cerita ketemu wanita dalam apartemen ku kan?"

Prime ProjectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang