Bab 22.

1.5K 134 15
                                    

Mellisa masih bisa merasakan jantungnya berpacu kencang. Sebuah ciuman paling menggebu yang bisa dia rasakan baru saja terjadi beberapa saat yang lalu. Air matanya turun ikut membasahi wajahnya.

Bibirnya berdesir dan dia bersiap mengamuk.

"Kenapa! Kenapa, Bas! Kenapa kamu lakuin itu! Kenapa!"

Bastian tak bergeming kecuali suara hujan menggelegar diluar. Badannya dipukul berulang-ulang.

Mellisa mengusap mulutnya berulang kali. Desir yang masih bisa dia rasakan terus berdenyut di seluruh aliran darahnya.

"Kamu sengaja kan? Iya kan, Bas? Jawab aku, Bas! Jawab, aku!"

Bastian terus membungkam mulutnya. Dia menelan ludahnya menahan gejolak. Dia juga tak bisa menjelaskan ada apa dengan dirinya.

"Kamu sengaja merencanakan ini kan? Jawab aku, Bas! Jawab, aku!"

"IYA!" Bastian menjawab kuat.

Mellisa mundur perlahan. Matanya menatap Bastian berkilat penuh kebencian.

"Kenapa kamu tega,
lakuin ini ke aku, Bas?" Tanya Mellisa terisak.

"Aku juga gak tahu, Mell!"

Bastian memang tidak tahu. Dia tidak merencanakan itu.

Dia memang ingin membicarakan proyek, bukan mencium Mellisa.

Dia memang ingin menawarkan pertolongan, bukan harus basah-basahan dihujan menikmati ciumannya.

Dia memang ingin mencoba membujuk Mellisa kembali ke proyek, bukan berakhir bergairah seperti tadi.

Dia memang ingin Mellisa kembali untuk proyek itu, bukan lepas kendali jadi mencium Mellisa seperti tadi.

"Kamu bohong!" Desis Mellisa berkecamuk.

"Aku gak tahu, Mell..." Balas Bastian dengan suara pelan.

"Kamu pembohong." Tuding Mellisa tajam. Suaranya masih bergetar.

"Aku bersumpah aku bukan mau melakukan itu dengan mu."

"Kamu jahat, Bas. Kamu penjahat!" Sekali lagi Mellisa menuding dengan sinis.

"AKU BILANG AKU GAK TAHU, MELL!" Balas Bastian menguatkan suara lagi. Tidak ada juga gunanya bicara pelan sementara hujan sangat deras sampai membungkam suara mereka tidak terdengar.

"AKU GAK PERCAYA DENGAN KAMU, BRENGSEK!" Mellisa memukul dada Bastian lagi dengan benci.

"Mell, kendalikan diri kamu, Mell!" Bastian mulai menghadang tangan Mellisa.

"Aku benci kamu!"

"Mell, sakit!"

"Aku benci kamu, benci, benci!"

"MELL!"

Bastian menahan kedua tangan Mellisa yang tertunduk menangis.

"Aku minta maaf, Mell..."

"Aku benci kamu, Bas..."

Bastian menghembuskan nafas gusar. Dia ingin peluk wanita itu. Dia memang playboy, tapi dia tak suka melihat air mata wanita menangis.

"Aku gak sengaja, Mell..."

"Lepasin tangan ku, aku mau pulang, Bas..."

Bastian meneliti mereka. Hujan deras membuat badan mereka basah. Dengan cepat Bastian beroutar ke bangku barisan tengah mobil, mengambil jas nya yang memang selalu ada dibelakang sana.

"Pakai ini." Katanya menyampirkan jasnya.

"Aku gak butuh ini," Tolak Mellisa cepat.

"Apa sekarang kamu sadar badan kamu kelihatan?" Pancing Bastian tanpa maksud.

Prime ProjectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang