Bab 43.

1.4K 105 4
                                    

Alfred tiba di apartemennya pukul 1 subuh. Dia terpaksa kembali ke apartemennya, karena Mellisa terlanjur mengusirnya dan enggan untuk bertemu. Sekarang dia hanya bisa tidur meratapi langit-langit kamarnya dan terbangun keesokan harinya tanpa Mellisa di sisinnya.

Sementara Mellisa, bertekad untuk membangun kehidupannya lagi. Walau pedih dengan kehidupan rumah tangganya yang baru berumur jagung, dia berjanji untuk menghadapinya dengan ikhlas.

Pagi itu suasana rumah keluarga Subroto hening. Tetty terlihat lesu dan murung. Sedangkan Helmi, sudah pergi bermain golf pagi-pagi sekali. Tinggallah mereka berdua yang duduk saling berhadapan menyantap roti bakar.

"Ma?" Mellisa mencoba mengajak bicara Tetty. Sedari tadi mereka cuma diam-diaman.

"Mama cuma gak tahu mau gimana setelah semua ini. Mama bingung, Mell... Mama rasanya gagal mendidik anak-anak Mama..." Tetty tidak tahan untuk tidak terisak tiba-tiba.

"Ma, kok Mama bicaranya gitu? Ini bukan salah Mama..."

"Sebenarnya Mama itu sudah feeling kalau Alfred bakalan gak cocok sama kamu, tapi Mama gak berani buat bicara sama kamu... Mama kira takut bakal hancurin perasaan kamu karena Mama tahu kamu cinta banget sama si Alfred..."

Mellisa mulai ikut merasakan matanya berair. Rasanya tidak tega melihat Tetty menangis seperti itu hanya karena masalah yang dihadapinya. Dia segera menggeser kursi dan mendekat ke sisi Tetty.

"Justru Mama harusnya ngomong ke Mellisa tentang perasaan Mama ke Alfred... Nasihat Mama itu penting buat aku Mah..."

Tetty mengingsut tangisnya, "Tapi kamu sama Bastian... gak macam-macam kan, Mell?" tanyanya tersendat.

Mellisa segera kikuk, "Memangnya Mama berharap apa? Aku gak ada hubungan sama dia."

"Kamu yakin, Mell?"

"Yakin, Mah. Jangan khawatir."

"Tapi, Mell..." Tetty memegang tangan Mellisa, "Justru Mama mau bilang kalau memang Bastian-"

Mellisa langsung menghentikan seruputan tehnya, "Mah, aku dan Bastian gak ngapa-ngapai di apartemen! Waktu itu aku cuma bohong bilang kalau aku kerja, sebenarnya aku ke apartemen si brengsek itu dan aku merawat dia selama beberapa hari. Aku dan dia gak ngapa-ngapai!" Potong Mellisa.

Tetty tertegun. "Mama gak mau tanya itu, Mell..."

Mellisa langsung terdiam. Dia mendadak salah tingkah. "Ja-jadi Mama mau tanya apa?"

Sedikit gurat senyum Tetty tertarik naik, "Jadi benar kamu ke apartemen Bastian?" Ulangnya.

Mellisa mengatur wajahnya agar ketat, "Iya."

Tetty menyeruput tehnya seraya memandangi Mellisa. Setelah itu dia bicara lagi, "Kalau memang Bastian ada feeling ke kamu, Mama setuju kok Mell..."

Dalam hitungan detik, minuman Mellisa menyembur dari mulutnya. "Mama apa-apaan sih!?" Gerutunya dengan wajah tersipu.

"Waktu itu Mama nemu kemeja kamu robek habis pulang dari apartemen Bastian, kenapa bisa seperti itu?" Tetty mengajukan pertanyaan lagi.

Sontak saja wajah Mellisa kaku, dia langsung berpikir cepat untuk memberi jawaban. "Oh, eh, itu... aku sedang beresi perbotan Bastian. Jadi gak sengaja menyikut dan robek. Mama jangan interogasi-interogasi Mellisa kayak gitu dong... Mama gak percaya aku bisa jaga diriku sendiri?"

"Justru Mama berharap sebaliknya."

"Maksud Mama?"

"Mungkin itu jalan Tuhan mempertemukan kamu dengan jodoh sebenarnya."

Prime ProjectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang