Bab 30.

1.6K 110 6
                                    

Mellisa selalu ngeri kalau harus ke rumah sakit. Apalagi kedatangannya kali ini justru melihat Bastian yang jadi korban amukan suaminya sendiri. Dengan segala perasaan khawatir dan merasa bersalah, Mellisa memberanikan diri untuk datang.

Di depan pintu UGD itu, ada beberapa orang yang Mellisa kenal. Sejujurnya dia malu untuk menampakkan diri disana, apalagi semuanya mengenalnya sebagai istri dari si penyerang.

"Hai." Sapa Mellisa ragu.

Karena kehadirannya pula, beberapa kru memilih pulang. Mereka tidak berbicara banyak setelah pamit pulang. Cuma Anita yang terus menunggu.

"Tahu gak, sebelum Pak Sebastian diserang, dia ngasih semua anak-anak liburan, tapi malah dia yang sakit sekarang." Cenung Anita.

"Aku juga... harusnya pergi, Mbak." Tambah Mellisa.

"Aku harus balik ke galeri, proyek gak bisa jalan kalau gini ceritanya. Gak papa ku tinggalkan, Mell?"

"Iya, Mbak. Hati-hati,"

"Sebentar lagi Ibu Maria akan sampai. Tolong jaga Pak Sebastian ya."

Mellisa mengangguk sebelum Anita berlalu. Sekarang dia sendirian berdiri disana. Entah apa rasanya terbaring seperti itu. Mellisa tidak habis pikir. Saat dokter keluar dari dalam, Mellisa langsung menghampirinya.

"Boleh Saya masuk, dok?"

"Mbak siapa pasien?"

"Saya..." Mellisa berhenti sebentar. Dia melihat Bastian sekali lagi, "Pegawai kantor beliau. Dia atasan Saya."

"Silahkan."

Mellisa tersenyum sedikit dan langsung masuk ke dalam.

Bau anyir khas sterilizer ruang UGD, juga bau obat-obatan yang tidak menyenangkan langsung terasa di penciuman Mellisa. Dia berdiri lebih dekat untuk melihat Bastian lebih dekat.

"Maaf Bas..." Gumam Mellisa. Ditambah lagi Mellisa bisa menghitung berapa bekas luka yang ada di wajah pria itu. Sebelah matanya bahkan bengkak dan mulutnya pasti terasa sakit dengan warna keunguan seperti itu.

Tapi Mellisa anehnya berkedip pada penglihatannya.

Mengapa dalam keadaan luka dia masih tampan?

Mellisa tidak bisa menyembunyikan pujiannya. Dia mengamati Bastian dengan jarak sedekat itu, memastikan kalau dengan mata sudah tertutup, mungkin dia bisa menyentuh pelipisnya yang memar.

Keisengannya tiba-tiba terhenti saat bola mata Bastian terbuka.

"Ba-Ba-Bastian kamu udah sadar?" Mellisa terbata-bata.

Pria itu berkedip sekali namun Mellisa segera memanggil perawat di luar.

"Dia sadar, Mbak!"

Perawat dan Dokter Umum yang berjaga ikut masuk.

"Wah, pasiennya sudah sadar."

Mellisa tersenyum lega. Bagaimanapun dia harus bersyukur. Tidak mudah sadar secepat itu setelah mengalami luka pukulan banyak.

"Saya mau pulang." Bastian langsung berbicara.

"Maaf, tapi kondisi anda harus stabil dulu baru bisa pulang." Jelas dokter itu lembut.

"Saya gak papa."

"Oke, kita akan tunggu sebentar lagi. Nanti kami akan periksa sekali lagi baru memastikan apa sudah bisa pulang."

Bastian akhirnya bungkam. Setelah diperiksa sedikit dan dilakukan suntikan kecil, perawat itu keluar mengikuti dokter. Mellisa hanya tersenyum saat mereka berpapasan.

Prime ProjectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang