Bab 19.

1.6K 120 16
                                    

"Papah, papah, nanti Rikoh sudah besar jadi pilot yah?"

"Hmm..." Sahut Bastian.

Riko bergelayut manja setelah lebih dari seminggu tidak bertemu dengan Bastian. Kali ini sesuai kesepakatan di klinik tempo hari, Bastian akan mulai pindah ke rumah Maria sementara waktu. Ini dia lakukan juga demi pemulihannya pasca penyerangan yang dilakukan Alfred kemarin.

Mereka berdua sedang berada dikamar anak itu. Usianya memasuki 5 tahun dan dia sudah lancar berbicara dan berkomunikasi layaknya orang dewasa. Ini dipengaruhi oleh minimnya pergaulan anak emas keluarga Dermawan itu. Maklum, orang tuanya sudah meninggal beberapa tahun silam. Sejak kecil, Bastianlah yang dikenalnya sebagai malaikat dalam hidupnya.

"Nanti Rikoh bisa lihat mamah di awan..."

Bastian tersenyum simpul. Disatu sisi dia sedih mendengarkannya. Bisa jadi makna 'Mama' bagi anak itu adalah ibu kandung yang selama ini memang tak pernah dia lihat atau ibu angkat setelah Bastian menikah nanti.

"Iya. Kamu harus belajar sungguh-sungguh dari sekarang, hmm?"

"Papah juga dulu belajar sungguh-sungguh yah?"

Senyum Bastian memiring. Siapa tidak kenal dia? Dia playboy, dia anak terpandang, dia winner competition of all time di SMA nya.

"Jelas dong," Jawab Bastian Bangga. "Makanya kamu harus bisa banggain Papa."

Riko mengangguk, tangannya melingkar erat di leher Bastian. Mereka berciuman sedetik, tanda Bastian menyayangi anak ini.

"Nanti Riko beli pesawat yah pah?"

"Iya."

"Papah tahu terbang?"

Senyumnya malah mesum. Dia terbang melayang kalau bercinta dengan wanita.

"Nanti, saat kamu dewasa, kamu akan tahu bagaimana rasanya terbang."

"Jadi kalau masih kecil Rikoh gak bisa terbang yah?"

Bastian menggeleng. "Udah ayo tidur, kamu dari tadi cerita terus."

Riko melepaskan pelukannya dari Bastian setelah pria itu merebahkannya di ranjang. Kepalanya diusap tanda perhatian Bastian.

"Papah," Riko memanggilnya lagi.

"Hmm?"

"Papah, beli mamah dari awan bisa?"

Bastian tercenung. Nafasnya berhembus menandakan kasihan dengan anak ini.

"Papa akan coba."

"Rikoh sayang, Papah."

"Hmm..." Bastian berdehem.

Anak ini tidur memiring menikmati belain disepanjang punggungnya. Bastian menyusul tidur tak lama setelah itu.

Dia masih berbusana kantor saat tertidur disamping Riko. Tadi dia pulang dari kantor lebih awal. Mood nya terjun bebas karena melihat Mellisa berpelukan dengan si tengik. Entah kemana mereka setelah itu, Bastian tidak mau tahu.

Dia menyusul Riko ke rumah dan memutuskan tinggal disana beberapa hari. Lagipula dia ingin memulihkan dirinya dulu.

~~~

Mellisa dan Alfred sedang menonton laga tenis sesudah mereka selesai makan siang. Walau harus terpaksa makan mi instan, Mellisa tidak bisa menahan laparnya karena urung memesan makanan lewat daring.

"Mell?" Alfred mulai memanggil, beralih dari layar Televisi. Entah mengapa dia merindukan Mellisa yang bersikap manja padanya.

Prime ProjectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang