Bab 45.

1.6K 89 1
                                    

Mungkin inilah perselingkuhan sebenarnya.

Pagutan panas Bastian, merakit hasrat Mellisa menjadi gulungan seperti ombak, menggulung dan siap untuk meledak.

Dalam, berirama, dan menciptakan peluh. Bastian membawa Mellisa pada siklus tertingginya sebagai wanita. Dia di damba lewat setiap sentuhan intim Bastian.

Tangannya bergerilya, melewati setiap garis-garis batas yang tidak seharusnya dia ciptakan. Mellisa merasakan aliran darahnya merosot dalam gelombang naik turun. Sama seperti hela nafas mereka yang saling mengejar.

Jika ya ini perselingkuhan, maka biar saja Mellisa menyukai kedewasaan Bastian dalam memimpin pergulatan ini.

"Bastian, jangan..." Desah Mellisa.

Dia merasakan tangan pria itu menunjukkan batas kesabarannya untuk bersikap wajar. Karena sentuhannya, sudah melewati batas kesopanan.

Tangan mereka terjalin, saling merebut untuk menggenggam. Sayangnya, Bastian kemudian bergerak liar. Kepalanya mendominasi, bergerak turun menelusuri lehernya. Lagi-lagi Mellisa bagai disesap seperti cerutu.

Dadanya lalu diusap, menyulut reaksi di kedua ujungnya dan menimbulkan kebutuhan mendesak agar pria itu bergerak semakin jauh melewati batas.

Mellisa menyukai perselingkuhan ini. Juga cara-cara manis Bastian memanjakan kebutuhan terdalamnya selama ini. Bahwa dia ingin pria, tahu tentang kebutuhannya selama ini. Kebutuhan tentang mengenalinya sebagai pasangan lawan jenis yang telah matang kedewasaannya.

Tanda-tanda akal sehat Bastian semakin pudar mulai menunjukkan gejala.

"Aku gak bisa menghentikan ini." Tutur Bastian parau di telinga Mellisa. Tangannya mulai mencari akses lebih untuk membuka pakaian Mellisa.

"Janganh." Balas Mellisa berkunang-kunang. Peringatannya terdengar hambar dan sumbang.

"God, aku membutuhkan mu, Mell..." Sambung Bastian frustasi. Suaranya adalah undangan ajimat paling mematikan bagi Mellisa. Terdengar rendah, bass, dan serak.

Mellisa tidak memberontak, dia terlanjur pasrah. Mungkin perselingkuhan ini membuatnya merasa utuh sebagai wanita dewasa.

Mata Bastian bergerak gelisah, naik dan turun memandanginya. Dia bergerak pelan memutar satu kancing kemeja wanita itu.

"Ini gak benar, Bas..." Rintih Mellisa.

"Aku gila mikirin tentang kamu, Mell..."

"Bas, tapi ini gak benar..."

Bastian melumat bibirnya lagi, lantas menarik mereka berdiri dari kursi piano.

Mellisa menyilangkan tangan kirinya di depan dada saat Bastian menarik tangan kanannya.

Nafas Bastian memburu, begitu gelisah dan berkonfrontasi. Mellisa menunduk, ditatap seolah-olah sebagai orang tawanan.

Bastian melepaskan kausnya dan melemparnya asal ke kebawah keramik. Dari jarak terdekat mereka, Mellisa digiring ke sofa dan ditindih secepat mungkin.

Mata Mellisa masih mencari-cari kesungguhan dalam bola mata Bastian.

"Bastian, apa ini yang kamu mau?" Tanya Mellisa pedih.

Bastian mengecup lehernya seliar mungkin, dadanya diremas dan diputar-putar.

"Bastian, plis, jangan..." Gumam Mellisa dengan suara mendesah.

"Kenapa kamu gak kasih kesempatan buat diri kamu sendiri bersenang-senang?"

"Aku udah bersuami, Bas..."

Prime ProjectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang