📚 9. Memantaskan

3.2K 313 8
                                    

Bang Hasyim menunggu ucapan Rafa yang menggantung, Rafa menelan salivanya susah payah, mencoba membuka isi hatinya kali ini kepada Bang Hasyim, orang terdekatnya itu.

"Jadi, Rafa mau memantapkan, juga memantaskan diri untuk seseorang, gak tau kenapa hati Rafa selalu condong ke seorang gadis yang bahkan Rafa gak kenal betul siapa dia," ucap Rafa panjang lebar, lalu Bang Hasyim menepuk pundak Rafa pelan.

"Heum, begitu. Jadi, kamu sekarang mau mengkhitbah dia selepas lulus atau bagaimana. Secara, kamu tak kenal betul siapa dia. Sekarang begini, Bang Hasyim minta, kamu jangan terlalu mikirin dia, ingat itu zina. Kamu berdoa, untuk didekatkan dengan wanita yang memang itu benar-benar jodohmu, kecondongan hati mungkin saja bisa menjadi alasan pertama kamu mengkhitbah dia. Reminder lagi, Bang Hasyim gak mau kalau Rafa pacaran," tegas Bang Hasyim panjang lebar lalu keduanya saling melempar senyuman.

"Rafa akan mendapatkannya dengan cara yang halal, gadis itu selalu ada di pikiran Rafa. Bahkan, ketika Rafa tak mau memikirkannya, pikiran itu tiba-tiba datang. Dia juga datang pada mimpi Rafa akhir-akhir ini," ujar Rafa lalu Bang Hasyim mengangguk pelan.

"Intinya, dikurangi ya pikiran tentang gadis itu, bisa lho itu mengarahkanmu kepada zina," papar Bang Hasyim lalu Rafa mengangguk-angguk singkat.

"Kamu tidak tau sama sekali biodata gadis itu, Raf?" tanya Bang Hasyim yang membuat Rafa tergaket, pasalnya sedari tadi Rafa menatap kosong ke arah langit.

"Enggak, Rafa hanya tahu namanya saja," pungkas Rafa, diakhiri dengan senyuman tipis.

"Baru berapa bulan?" tanya Bang Hasyim lagi yang membuat Rafa terkekeh.

"Jangankan bulan, masih hitungan hari lho, Bang," tutur Rafa lalu keduanya terkekeh panjang.

"Kamu bisa jatuh cinta juga akhirnya, dulu aja kayak gak doyan," ucap Bang Hasyim yang membuat memutar bola matanya malas, sambil tersenyum tidak ikhlas.

"Rafa gak tahu ini cinta apa enggak, orang cuman pikiran Rafa yang didatangi gadis itu terus," pungkas Rafa yang membuat Bang Hasyim geleng-geleng kepala.

"Itu namanya cinta, Raf. Abang dulu sebelum nikah sama Kak Fasha juga gitu," ujar Bang Hasyim.

"Gitu gimana?" tanya Rafa penasaran.

"Ya gitu, sama kayak yang dialamin kamu sekarang. Di pikiran selalu ada Kak Fasha, di mimpi pun Kak Fasha hadir, aktifitas apa pun selalu ingat dia. Abang lama-lama gak kuat, pengen segera halalin Kak Fasha, tapi itu bertahap," pungkas Bang Hasyim panjang lebar.

"Bertahap?" Rafa menoleh, menatap mata Bang Hasyim.

"Iya, ketika Abang jatuh cinta sama Kak Fasha itu pas semester delapan sama kayak kamu, awalnya Abang sempat bimbang bagaimana caranya Kak Fasha kenal sama Abang."

"Kak Fasha dulu beda fakultas sama Abang, Abang hukum sedangkan Kak Fasha itu farmasi, otomatis jarang ketemu, ketemu palingan cuman pas ada pengumuman ngumpul di halaman gitu."

"Rafa tahu? Abang jatuh cinta sama Kak Fasha cuman dari suaranya dia di pentas kampus lagi qiro'ah, aneh ya?"

"Bang Hasyim gak mau cepat-cepat buat khitbah dia, Abang nunggu 1 tahun lagi untuk datang ke rumahnya. Abang datang ke rumahnya bersama Bunda, Ayah dan Aida, mengkhitbah Kak Fasha ketika Abang lulus kuliah, sudah ada kerja dan Kak Fasha waktu itu masih semester 6, umurnya 22an sedangkan Abang 24an."

"Awalnya Abang gak percaya lho, Raf kalau khitbahnya diterima, padahal kita berdua gak saling kenal, rencana Allah itu terbaik, kita hanya tinggal ikhtiar saja."

"Ikut senang kalau dengernya." Rafa tersenyum, kini lesung pipinya muncul dengan manis.

"Jadi, kamu mau ikut titisan Abang?" tanya Bang Hasyim, kini mereka saling menatap intens

Takdirku Untukmu (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang