📚 34. Kotak Merah

2.4K 193 103
                                    

Matahari sedikit menampakkan bagiannya di ufuk timur, burung-burung terbang bebas di langit pagi dengan riangnya. Gemuruh alat transportasi belum mendominasi suasana pagi ini, yang ada hanyalah kicauan burung juga lantunan surat Al-Kahfi.

Suara lantunan surat Al-Kahfi berasal dari bibir tipis yang sedikit memerah itu, memakai peci berwarna hitam duduk bersimpuh di atas sajadah. Tatapan seorang istri tak dapat berpindah dari seorang suami yang membaca surat itu pasalnya sangat nyaman di telinga juga membuat jiwanya merasakan tenang.

"Shodakallah huladzim," ucap Rafa menutup bacaan suratnya kemudian mencium Al-Quran yang kini ada di dekapannya

Rafa menyimpan Al-Qur'an sesuai tempatnya, yang pasti lebih tinggi dari benda yang lain. Matanya melihat ke luar jendela, mendapati suasana pagi yang masih asri tanpa adanya polusi.

"Mas ... sarapan, yuk? Keberangkatan pesawatnya satu jam lagi," titah Dila membuyarkan lamunan Rafa ke luar jendela

Mereka berdua makan sepiring berdua, entah kenapa akhir-akhir ini mereka menyukai akan hal ini. Dila menatap Rafa yang tengah menikmati masakannya, kemudian tersenyum.

"Mas, maafin adek tadi malam, ya?" ujar Dila kemudian menyengir kuda

Rafa tersenyum nakal kemudian mengernyitkan dahinya, "tadi malam yang apa?" tanyanya.

"Itu yang adek jatuh cinta sama masa lalu," pungkas Dila diakhiri dengan satu suapan dari Rafa kemudian Dila menerimanya

Rafa menguyah makanannya selepas itu mencuci tangan di wastafel dapur, nampak Rafa menyambar susu putih hangat di atas kulkas, meneguknya kemudian kembali lagi ke meja makan duduk di sebelah Dila yang tengah minum air putih.

"Heum, soal kamu yang jatuh cinta sama mas di masa lalu itu, kan? Tenang aja gak perlu dipikirkan," ucap Rafa kemudian mengelap pinggir bibirnya dengan tissu.

"Tapi ada syaratnya," tutur Rafa yang tengah duduk di meja makan dengan memakan apel merah

Dila berjalan ke arah Rafa kemudian mencubit pipinya dari belakang, "tho the point saja mas, bikin penasaran."

Rafa bangkit dari duduknya menangkup pipi istrinya yang terkesan tembem, sorot mata Dila nampak menunggu apa yang akan diucapkan oleh Rafa. Satu kecupan mendarat di kening Dila.

Sekitar beberapa detik Rafa memeluknya, dilepaskanlah pelukan itu diakhiri dengan senyuman manis Rafa yang memunculkan lesung pipi.

"Mas, syaratnya apa?" rengek Dila memukul dada bidang Rafa yang terkesan wangi dengan sedikit keras

"Dek ... sakit," goda Rafa, padahal pukulan dari istrinya sama sekali tak membuatnya merasakan sakit, ia hanya ingin sedikit ingin jahil kepada istrinya yang terkesan lucu

Rafa memegang dadanya dengan meringis, Rafa membuat napasnya tak beraturan membuat Dila sontak khawatir.

"Maafin adek ....," lirih Dila kemudian memeluk Rafa

"Lepasin dulu, dek," titah Rafa kemudian Dila melepaskan pelukannya

Rafa menatap mata istrinya lekat, kemudian mengumpalkan tangannya di atas dadanya. Dila yang menyadari itu sedikit takut, akankah Rafa marah dengan hal sepele tadi?.

"Mas mau ngapain?" tanya Dila sambil memundurkan langkahnya seiringan dengan Rafa yang terus mendekat ke tubuhnya

"Dek diam di situ," pungkas Rafa kemudian Dila menurutinya

Rafa membalikkan badannya kemudian berjalan ke arah tas berwarna hitam yang ada di atas meja, sebuah kotak berukuran lumayan besar berwarna merah ditujukan di hadapan Dila.

Takdirku Untukmu (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang