📚 13. Dari Sebuah Doa

2.9K 295 7
                                    

Apa pun yang menjadi takdirmu kelak, akan mencari jalan untuk menemukanmu.

Sebuah map biru tua pemberian Umi Nabilla tersimpan di nakas kamar Dila berjejer dengan tumpukan novel kesayangan dia. Dia menghela napas berat, sambil memandang ke arah luar kamar, menghayati kedatangan Umi Nabilla ke kosannya dengan niat yang masih misterius.

"Nak, kalau mau tahu niat Umi ke sini apa, bisa kamu buka map biru tua ini kamu akan menemukan niat Umi yang masih misterius di benak kamu."

"Yang harus kamu tahu, ini niat baik kamu jangan hudznudon dulu, ya?"

"Kalau sudah dibuka, kamu kalau udah siap buat ngejawabnya, hubungi Umi atau kita ketemuan di taman."

Ucapan Umi Nabilla semakin membuat Dila pusing sendiri memikirkannya, sangat misterius bagi Dila kali ini. Sekali-kali dia mencoba mendekat ke nakas untuk membuka map biru tua itu, namun egonya berkata "Jangan buka map ini, dia sangat misterius".

"Buka enggak, ya kok aku nervous sih tinggal buka aja," batin Dila sambil duduk di ranjang

"Ini, kan dari Umi kasihan beliau udah jauh-jauh bawa ke sini."

"Bismillahirahmanirrahim, Dila buka," batin Dila sambil membuka pelan map biru tua yang kini ada di pangkuannya

Dila mengernyitkan dahinya tak percaya, wajahnya masih datar sambil membaca satu persatu halaman yang ada di map biru tua yang sedikit tebal itu. Beberapa menit kemudian, ia menutup map melemparkan asal-asalan ke samping kanannya. Senyum bahagia Dila keluar begitu girangnya, dengan erat ia sontak memeluk bantal yang ada di sampingnya itu, sedikit tak menyangka akan isi dari map biru tua yang beberapa menit yang lalu sangat misterius di mata Dila. Kini, map itu menaburkan kebahagiaan di hidup Dila.

Bagaimana tidak? isi map biru tua itu adalah jawaban dari doa yang selalu ia panjantkan kepada Sang Maha Kuasa.

Cv ta'aruf, beberapa lembar yang mengisi map biru tua itu menjadi sedikit tebal. Di sana tertata rapih biodata tentang Muhammad Rafa Al-farizy, nama yang selama ini mengisi doa sang gadis.

"Ya Allah, terima kasih atas nikmat yang engkau berikan kepada hamba-Mu yang tiada putus-putusnya."

"Terima kasih, Alhamdulillah."

"Ya Allah, Dila bahagia. Setelah sekian lama hamba mendoakan dia di antara doaku, kini menjadi nyata. Engkau mengabulkan doa hamba-Mu ini."

"Hamba percaya, apa pun yang akan menjadi takdir hamba, akan mencari jalan untuk menemukan hamba.

"Alhamdulillah, dari sebuah doa menjadi nyata yang paling bahagia bagi hamba."

Air mata Dila jatuh dalam dekapan bantalnya itu, sangat haru. Dila yang selama ini menganggap dia hanya keinginan belaka, kini akan menjadi nyata, barakallah.

"Assalamualaikum, Dila! Aida pulang," ucap Aida berjalan gontai memasuki kamar

Dila segera menyimpan bantal pada belakang tubuhnya, mencoba mengusap air matanya tapi nihil. Aida sudah tahu kalau Dila mengeluarkan air mata karena pintu kamar terbuka sedikit sedari tadi.

"Waalaikumsalam, Aida gimana kuliahnya? lancar?" tanya Dila mengusap air matanya kasar lalu bangkit dari ranjang berjalan menuju Aida

"Eh, kenapa nangis? ada masalah?" tanya Aida sambil menarik tangan Dila duduk di ranjang

"Aida, hiks hiks Kak Raf--" ungkap Dila menangis di hadapan Aida

Aida memeluk Dila erat lalu berkata, "hei, jangan nangis! kok cenggeng sih? ayo dong cerita."

"Bang Rafa kenapa? dia bikin kamu sakit hati kah? awas saja si Abang berani-beraninya nyakitin hati kamu," tegas Aida mengelus pundak Dila yang bergetar hebat

"Dila gak nyangka Aida, huaaa," ucap Dila masih berada pada dekapan Aida

"Kenapa sih? cerita sama Aida," sarkas Aida kini nadanya agak meninggi karena sedikit kesal akan Dila yang menangis tanpa sebab di benak Aida

Dila melepas pelukannya, menatap Aida intens lalu berkata, "map biru tua, hiks hiks huaa."

"Kok alay sih, cuman gara-gara map ini aja," ungkap Aida sambil mengambil map biru tua yang tergeletak di samping rak buku

Aida berjongkok di samping rak buku itu, membuka map biru tua sambil menoleh ke arah Dila yang masih menangis di atas ranjang itu.

Satu halaman dibuka, tertera di sana kata 'CV ta'aruf' lalu sedikit ke bawah Aida mendapati nama 'Muhammad Rafa Al-farizy'. Aida terkejut dibuatnya, menutup map biru tua itu pelan lalu menyimpannya di atas nakas. Sedikit tak percaya, tapi ini nyata.

Dila menelan salivanya susah payah, sambil mengusap air matanya kasar. Aida berjalan menuju arah ranjang sambil cengegesan tak jelas, pipi Dila memerah. Pasti, sangat pasti bahwa Aida akan mengejeknya kali ini, hal itu sudah terbiasa.

"Cie, abis ini jadi bini orang dong," ucap Aida yang membuat Dila menyembunyikan wajahnya pada bantal menahan malu

"Aaa, kamu curang ya bisa-bisanya abis ini nikah gak ajak-ajak Aida!"

"Tapi gak apa-apa sih, kamu duluan aja Aida mah jodohnya masih dirahasiain sama Allah."

"On the way jadi ipar dong kita, Dil."

"Pokoknya semua penghuni kos harus tahu, ini berita wah banget! semua pasti bahagia," ungkap Aida sambil keluar dari kamar, ketawa-ketiwi tak jelas

"Aida-Aida, kamu itu sangat heboh," ucap Dila geleng-geleng kepala lalu, membuka ponselnya

Dua minggu kemudian ....

Mobil milik Rafa mesinnya telah menyala, tapi belum berjalan sengaja ia memanaskan mesinnya sambil menunggu Uminya di dalam rumah. Rafa akan menemani Umi bekerja 24 jam kali ini, pasalnya Umi baru saja sembuh dari sakitnya yang membuat satu minggu terbaring di brangkar rumah sakit. Rafa sangat protektif terhadap Uminya, sangat-sangat takut jika hal buruk terjadi padanya. Sekarang hari sabtu, hari libur untuk pekerjaan Rafa yang berprofesi sebagai pengacara itu

"Sudah, Umi?" tanya Rafa ketika Umi naik ke mobil, duduk di sampingnya

"Sudah sayang, berangkat sekarang ya? sepertinya karyawan Umi sudah menunggu kunci pintu toko," ujar Umi sambil tersenyum manis kepada Rafa

"Baik, Umi."

Mobil Rafa telah sampai di depan toko kue, ia segera memarkirkannya lalu keduanya keluar dari mobil.

Memang benar kata Umi, sudah banyak karyawan yang menunggu di depan toko kue. Karyawan toko kue ini bukan lagi hanya Dila, Safa dan Yesika. Namun, sudah bertambah sepuluh karyawan sejak satu minggu.

Umi menyerahkan kunci kepada karyawan, segera dibuka dan semua karyawan masuk ke dalam toko segera menempati shiftnya masing-masing sesuai dengan yang ditetapkan Umi Nabilla.

Dila bersama lima orang lainnya mengambil shift dapur, terlihat karyawan shift dapur sangat lihai dalam mencampur beberapa tepung yang tak berjenis sama.

"Assalamualaikum, calonku?"

"E--eh, maaf Waalaikumsalam."

T B C

Takdirku Untukmu (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang