📚 6. Calon Istri?

4.1K 351 13
                                    

Erito tersungkur ke kedepan, lalu tangannya menggepal bulat dan kembali bangkit, menatap erat orang yang menendangnya itu yang tak lain adalah Rafa.

Rafa tak sama sekali takut akan wajah seram yang dipasang di muka Erito, malahan Rafa segera mengajak Dila pergi dari taman untuk menuju parkiran.

Mereka berdua meninggalkan Erito, dengan tak sadar Rafa mengandeng tangan Dila erat, Rafa berjalan di depan sedangkan Dila di belakang tubuh Rafa.

"Kak, lepasin tangan Dila," ucap Dila lalu memberhentikan langkahnya.

Laki-laki itu sontak melepaskan tangan Dila lalu berkata, "maaf, saya hanya membawamu pergi darinya."

Dila tersenyum, lalu segera membuka ponselnya untuk menelpon Aida, hari sudah menjelang sore Aida belum kembali juga.

"Sukron ya, Kak tadi udah ngeb-"

"Gak usah terima kasih," potong Rafa dingin lalu segera menaiki sepeda Vespanya itu.

Baiklah, kali ini Dila harus sabar menghadapi kulkas.

Dila semakin khawatir, ketika Rafa akan meninggalkannya sendirian kali ini di parkiran, sepeda motor pun hanya ada milik Rafa saja.

"Aida, kamu di mana ish," gumam Dila sambil mencoba menghubungi nomor Aida, tapi ponsel Aida tiba-tiba low bat.

Semakin khawatir, ketika Rafa menyalakan mesin motornya, ia tak tahu akan pulang naik apa sekarang. Dila tak bawa uang sepeser pun, kalau pun harus jalan kaki, jarak kampus ke kos sangat jauh.

"Apa iya, aku harus nebeng ke Kak Rafa?" batin Dila.

"Enggak! dia gak akan mau nebengin aku," batin Dila lagi.

Tiba-tiba ponsel Rafa berbunyi ketika hendak menjalankan motornya, Rafa merogoh saku jaket levisnya itu lalu segera mengakat telpon.

Kini, Dila memilih berjalan menuju gerbang kampus, sambil menatap langit yang mulai menghitam karena hari sudah sore. Mata Dila menatap ke arah barat, nampak jingga melukis senja nan indah di sana.

Ketika sampai di gerbang, Dila melanjutkan langkahnya berjalan di tepi jalan sambil berharap Aida menemukannya di sini. Dila menunduk sambil menatap sepatunya itu, tiba-tiba ada cahaya yang menyinari sepatunya dari belakang tubuhnya.

Dila menoleh, sangat tak terduga jika yang di belakangnya kini adalah Rafa, entah kenapa pikiran Dila langsung tak enak.

"Apa iya, Kak Rafa mau ngelaporin aku ke dekan atas kejadian sama Erito tadi?" gumamnya.

"Ah enggak, enggak!" gumamnya lagi.

"Naik ke motor, kita pulang bareng," pungkas Rafa sambil melepas helm dari setir motornya itu lalu memberikannya kepada Dila.

Dila mengangguk, lalu menerima helm dari Rafa menunduk, pasalnya seketika saja detak jangtung Dila berdetak kencang, pipinya yang putih itu tiba-tiba merah merona.

Rafa tersenyum tipis, ketika melihat pipi Dila yang merah merona itu, lalu berkata, "saya hanya peduli."

"M--makasih, Kak," ungkap Dila sambil tertunduk menyembunyikam pipi meronanya.

Rafa menjalankan Vespanya, memecah jalanan yang cukup ramai, ada keinginan sedikit untuk mengobrol di hati Rafa, entah kenapa.

Jujur saja, dari dulu Rafa tak pernah membonceng seorang wanita terkecuali Uminya, Nabilla Atmarini. Jantung Rafa berdetak lebih kencang dari biasanya, di hati kecil Rafa ada sedikit angan untuk membuka obrolan dengan wanita yang sama sekali tak ia kenal ini, tapi kenapa Rafa selalu bertemu dengannya.

Takdirku Untukmu (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang