📚 32. Konsultasi

2.4K 196 70
                                    

Dila mengatur napas yang tak beraturan di balik niqabnya, kemudian segera meyambar kaos kaki warna kulit untuk memakaikannya kepada kakinya yang kini lumayan dingin. Suara persatuan sendok dan garpu bersumber dari meja makan lantai dasar. Di sana ada Rafa yang tengah sarapan pagi sendirian tanpa ditemani oleh Dila, pasalnya Dila tak mood makan disebabkan oleh pinggangnya juga perut yang terasa nyeri, mungkin hendak menstruasi begitu lah seorang wanita.

Rafa membawa piring kotornya ke dapur kemudian mencucinya dengan bersih. Tangannya membuka kulkas di ujung dapur, mengambil selai cokelat beserta roti tawar. Rafa yang ada di dapur mulai sibuk membuat sandwich juga teh hangat untuk Dila, pembuatannya sangat gampang, praktis dan tak membutuhkan waktu yang lama.

Dila turun ke lantai dasar sambil meringis menahan rasa nyeri di pinggang dan perutnya. Rafa yang menyadari itu segera berjalan ke letak istrinya kemudian membopong Dila tanpa aba-aba.

"Mas bikin buat adek?" tanya Dila ketika badannya diturunkan di sofa yang mendapati sandwich beserta teh hangat terhidang di meja

Rafa mengangguk seraya memunculkan senyuman bulan sabit di bibirnya, kemudian menyodorkan piring yang berisi sandwi tepat di hadapan Dila. Dila tersenyum sambil menggelengkan kepalanya, kemudian Rafa mencium pipi Dila pelan yang tangannya masih memegang piring sandwich itu.

Kecupan Rafa tak berhenti menjelajahi setiap bagian wajah Dila. Dila yang merasakan perutnya keroncongan, ia menjauhkan tubuh Rafa dari tubuhnya kemudian segera melahap sandwich buatan Rafa yang sedari tadi seolah-olah melambai-lambai untuk masuk ke dalam perut Dila.

"Lapar, hm?" tanya Rafa menatap mata istrinya intens, membuat Dila yang tengah makan menjadi salah tingkah dibuatnya

Dila membalikkan badannya, membelakangi Rafa yang membuat salah tingkah itu. Semburat merah mulai mendominasi pipi yang berbalut niqab itu, kemudian Rafa membalikkan tubuh Dila.

"Kenapa? Jangan salah tingkah, dek mas nggak akan apa-apain kamu kok," tutur Rafa diakhiri kekehan pelan

"Mas ... jangan mulai, ya!" timpal Dila sebelum menenguk teh hangat

Rafa mengacak-acak khimar instan yang dikenakan oleh Dila kemudian tangan keduanya bertautan erat menuju arah luar rumah. Rafa mengunci pintu rumah, kemudian membukakan pintu untuk Dila selepas itu baru Rafa yang masuk ke mobil.

"Mas, ada tissu? Sepertinya lipstik adek terlalu berat," ujar Dila ketika Rafa tengah fokus menyetir mobil

"Sejak kapan kamu pakai lipstik, dek? Biasanya kamu memakai lipstik hanya ketika di rumah saja," timpal Rafa sambil menyodorkan tissu kepada Dila

"Ini tadi adek lupa buat ngehapus lipstiknya, jadi gini ribet," ucap Dila sambil melepas niqabnya

Rafa yang tengah membuat mengedarai mobil menoleh kepada Dila yang sedang melepas niqabnya di dalam mobil tersebut yang tidak ada siapa-siapa melainkan Rafa. Sedikit terkaget ketika melihat Dila yang tengah menghapus lipstik yang berwarna sedikit berat.

"Kamu beli di mana? Kok mas tidak tahu, ya? Kenapa tidak memberitahu mas kalau beli lipstik warna berat itu?" tanya Rafa mengintrogasi Dila yang tengah menghapus olesan lipstik di bibirnya

"Mas, ini lipstik adek yang dulu, warnanya menggoda, ya?" timpal Dila kemudian terkekeh

Rafa mengernyitkan dahinya sambil geleng-geleng kepala, kemudian fokus kembali untuk menyetir.

"Mas tahu engga? Kalau ini lipstik pemberian Dani, dia ngasih ini pas ulang tahun aku yang ke dua puluh tahun secara diam-diam tanpa sepengetahuan almarhumah Mama, dikarenakan kondisi perasaanku dengan almarhumah Mama tengah tak baik kala itu," ucap Dila yang membuat Rafa mendengerkannya antusias

Takdirku Untukmu (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang