Terdengar sayup-sayup suara tangisan dari gudang, semakin lama semakin memekik di telinga Rindi yang baru saja membuka pintu bangunan berlumut hijau dengan kasarnya. Sorot matanya terlihat malas, menatap tubuh Dila yang kurus kering seperti tak diberi makan sedang menangis di ranjang yang sangat keras sambil memeluk lututnya. Rindi mengedarkan pandagannya menuju meja yang terdapat pada pojok gudang, nampak tujuh piring berisi nasi dan lauknya basi begitu saja, tak dimakan sama sekali. Tujuh gelas berisi air putih telah kosong, satu tetes air pun tak ada.
Rindi mendekat kepada Dila, menjambak khimarnya keras kemudian berkata, "kenapa tidak dimakan? lo pikir makanan itu ngemis? ngasih makan lo itu pakai uang, Dil!"
Dila mendongakkan wajahnya, memasang sorot mata layu kepada mata Rindi yang melotot sempurna kemudian berkata, "kalau begitu, bebaskan saya dari sini supaya kamu tak repot-repot memberi makan."
"Kamu jangan melawan!" sarkas Rindi tangannya melayang kemudian mendarat keras di pipi Dila yang berbalut niqab
Plak
"Rin ... sampai kapan kamu mau menyiksa saya?!" sarkas Dila yang suara menggema hebat di dalam gudang
Rindi memasang sorot tajam pada matanya ketika Dila dengan berani-beraninya mengikat tangan serta kaki Rindi, Dila sudah tak tahan lagi akan penculikan juga penyikasaan yang telah dilakukannya selama satu minggu. Rasa rindu kepada suami dan keluarga sudah tak bisa dibendung lagi, keberanian Dila sudah terkumpul saat ini untuk melawan wanita bertitisan setan.
Teriakan Rindi masih mengaum keras dari luar gudang seiringan dengan Dila yang mengunci pintu gudang dengan cepat. Merasa sangat lega ketika berhasil melarikan diri dari Rindi, tapi tidak. Ketika ia berbalik badan, Dila mendapati satu laki-laki yang tak asing lagi, ia pernah melihatnya tapi hanya sesaat.
"Mau ke mana kamu?!" tanya laki-laki tersebut mendekat ke arah Dila
"Tolong ... biarkan saya lepas dari sini," mohon Dila sedikit menjauh dari laki-laki yang berusaha mendekat ke tubuhnya
"Argh! boleh ... tapi ada syaratnya!" sarkasnya
"Baik lah, saya akan menurutimu!" pekik Dila kemudian berjalan pelan ke arah belakang laki-laki itu
Satu bambu berdiameter duapuluh cm menghantam kuat di pundak laki-laki tampang tak beres ini. Tubuhnya luruh di lantai, matanya terpejam sempurna membuat Dila mengecek denyut nadinya masih berdenyut atau tidak dan ternyata masih berdenyut dengan kencangnya.
"Ya Allah ... laki-laki tadi adalah Anwar tukang kebun di rumah," batin Dila sambil keluar dari rumah penyiksaannya selama ini
"Mas Rafa ... tolongin adek mas, hiks hiks mas di mana?! kenapa mas tidak mencari adek hiks hiks."
Dila terus saja berlari di sela-sela pohon kopi yang tingginya sebahu dari tubuhnya, berkali-kali lengan Dila terkena tangkai tanaman kopi yang membuat darah segar mengalir dengan derasanya. Mencoba untuk tak memperdulikan darah segar tersebut, yang ada di pikirannya kini adalah bagaimana ia keluar dari ladang kopi yang cukup luas ini.
•••
Satu minggu sudah usai insiden kecelakaan yang dialami oleh Rafa, ia masih terbaring tak berdaya di brangkar rumah sakit yang kabarnya Rafa tengah divonis menjalani masa koma akibat benturan di kepalanya yang cukup keras namun tidak mengakibatkan cedera yang serius pada organ otak.
Perihal pencarian keberadaan Dila, Rafa dan sekeluarga telah menyerahkannya kepada pihak polisi. Tetapi, pencariian Dila diberhentikan karena sudah mencapai satu minggu lamanya. Hal itu sangat membuat sesak siapa pun yang menyayanginya, apalagi terdengar kabar miring dari sejumlah warga yang mengatakan bahwa Dila telah meninggal ketika tiga hari selepas hilang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdirku Untukmu (END)
Romance📚 Spiritual - Romance "Saya gak gigit kok, gak perlu takut," ucap Rafa di tengah-tengah kesunyian mobil, membuat Aida tercenggang. Dila yang sedang menunduk sambil memegang erat cardigannya sontak menatap ke arah depan, mendapati suara tawa Aida d...