"Isha? Akhirnya kita akan menuju bahagia dengan hadirnya Umi," pungkas Alifia yang bergandengan tangan dengan Rumaisha yang tatapannya fokus ke depan
"Alhamduliah, Umi Fa membawa pengaruh besar bagi hidup kita," timpal Rumaisha menoleh ka wajah Alifia yang beseri-seri pagi ini
"Eh, kalian kok malah gandengan tangan? Itu adek-adek di depan jalan serambutan," ujar Adam laki-laki tiga belas tahun yang merupakan anak tertua dari semua anak
Rumaisha, Alifia dan Adam segera mengingatkan untuk berjalan di pinggir jalan. Semua anak pun menurutinya kemudian jalan dengan rapih di pinggir jalan.
"Zaka? Kaki kamu sakit, ya?" Zakariyah mengangguk "ya sudah Kak Adam gendong saja ya?" pungkas Adam segera menggendong Zakariyah yang masih imut itu tanpa aba-aba
Rumaisha menyipitkan matanya, melihat Adam yang menggedong Zakariyah karena kakinya sakit seusai bermain lari-larian. Senyuman Rumaisha tercetak dengan jelasnya, melihat Adam dengan tingkah yang sedikit melelehkan hatinya.
"Eh, Sha? Kamu ngapain ngelihatin Kak Adam kayak gitu?" tanya Alifia membuyarkan pandangannya dengan sekejap
"Ah enggak, cuman prihatin aja sama Zaka," timpal Rumaisha kemudian menggaruk keningnya
"Kirain lagi apa, kayak ada yang enggak beres gitu," cetus Alifia diakhiri dengan kekehan pelan
"Apa sih, Lif udah deh jangan gitu," timpal Rumaisha sedikit sinis
"Iya, iya maafin Alif."
Semua anak-anak telah sampai di tempat lokasi yang sudah ditentukan oleh Rafa, lokasi itu tidak terlalu jauh dari tempat tinggal mereka yang terkesan sederhana nan sempit. Tempat tinggal itu adalah sebuah kos milik kepala desa, semua biaya untuk hidup di sana sudah ditanggung oleh Rafa. Dermawan, semoga Allah merahmatinya.
Dila yang tengah mencatat berbagai angka juga huruf di buku, matanya melotot sempurna ketika melihat anak-anaknya yang baru saja sampai dengan berjalan kaki, padahal ia sudah memesankan bus untuk mengantarkan mereka menuju lokasi.
"Assalamualikum, anak-anakku? Kalian berjalan kaki?" tanya Dila yang baru saja keluar dari rumah bernuasna anak-anak tersebut dengan tergopoh-gopoh
"Waalaikumsalam, iya Umi," jawab mereka serempak
"Ya sudah kalau begitu kalian duduk dulu di taman, ya? Di sana ada permainannya lho," ucap Dila mampu membangkitkan senyuman ceria pada wajah anak-anak di bawah sepuluh tahun yang nampak kelelahan
"Adam? Sini ikut Umi," titah Dila menuju teras lalu Adam menggangguk
Adam duduk di samping Dila yang sedari tadi menatapnya, sekali-kali alis tebal Adam mengernyit sedikit binggung dengan Uminya itu.
"Ada apa, Umi? Kenapa menyuruh Adam supaya ikut Umi?" tanya Adam, kemudian senyum Dila terbit di balik niqabnya
"Adam? Adek-adek nampak kelelahan, ya? Kamu juga, kah?" tanya Dila diakhiri dengan tarikan napas pelan
"Alhamdulillah tidak, Umi. Adam tidak lelah," timpal Adam senyuman indah terbit di wajah tampannya itu
"Adek-adekmu sepertinya lelah, apakah kamu juga tak merasakannya?" tanya Dila, diakhiri dengan matanya yang berkaca-kaca
Adam menelan salivanya ketika mendapati mata Dila yang berkaca-kaca entah karena apa, Adam sama sekali tidak mengetahui penyebab jelasnya.
"Umi ... Umi kenapa? Kenapa Umi menangis?" tanya Adam membuat Dila segera mengusap air matanya cepat
Dila gelagapan ingin mengucapkan apa, tak mungkin juga jika ia mengungkapkan hal yang membuatnya sedih saat ini juga. Ini bukan waktu yang tepat.
"Umi tak apa, ah iya tadi Umi sudah memesan bus untuk kalian semua, apakah busnya tidak sampai ke lokasi kalian?" tanya Dila mengalihkan pembicaraan dengan cepat
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdirku Untukmu (END)
Romance📚 Spiritual - Romance "Saya gak gigit kok, gak perlu takut," ucap Rafa di tengah-tengah kesunyian mobil, membuat Aida tercenggang. Dila yang sedang menunduk sambil memegang erat cardigannya sontak menatap ke arah depan, mendapati suara tawa Aida d...