Dila masih terjaga dari tidurnya sehabis subuh tadi sampai sekarang jam delapan pagi, tak ada aktifitas sama sekali pagi ini. Semua sudah ia lakukan tadi malam sebelum tidur dari memasak, mengepel, menyapu dan mencuci baju. Sekarang Dila memutuskan untuk mengistirahatkan jiwanya juga batinnya yang lagi-lagi tak bisa menerima kenyataan pelik setelah berkunjung ke rumahnya bersama Rafa dahulu.
Hatinya terguncang hebat kala di mana Dila baru saja turun dari tukang ojek di depan rumahnya dulu, matanya langsung mendapati Rafa dan Umi Nabilla tengah berbincang dengan seorang wanita bercadar di balkon rumah. Hal itu sangat membuat Dila berprasangka buruk. Apakah suamianya mengkhianatinya? atau sudah menceraikan Dila secara diam-diam dan sepihak? kata-kata itulah yang menjadi teka-teki rumit untuknya.
Dila sangat malas membuka matanya, walaupun hatinya berkata ingin bangun. Pikirannnya masih saja tentang Rafa dan Rafa. Dila Sempat berpikir kenapa kemarin dia pergi ke rumah kenangannya itu yang membuat hatinya semakin remuk dengan segala kenyataan pelik.
"Siapa, ya wanita bercadar itu kenapa bisa naik ke balkon rumah, apakah dia istri Mas Afa?"
Dila membuka matanya, mengikat rambutnya yang terurai dengan cepat kemudian beranjak dari ranjangnya yang tak lumayan besar. Sorot matanya nampak malas melihat tak ada satu pun orang yang bisa menemani dalam kehenigan ini.
Mencoba tak memperdulikan soal itu karena cacing-cacing di perutnya sudah berdagdutan di dalam perutnya. Ia mengambil piring, menaruhi nasi juga lauk apa yang ada di mejanya itu. Ketika ingin menyantap satu sendok nasi, pintu kontrakan sempitnya ini diketok dengan keras disusul dengan ucapan salam yang Dila tak tahu siapa pemiliknya.
"Waalaikumsalam, sebentar ya," pekik Dila berjalan menuju kamarnya untuk memakai khimar beserta niqab
Pintu kontrakan dibuka pelan oleh Dila kemudian matanya mendapati seorang ibu yang memakai niqab hijau tua disusul seorang laki-laki muda berkopyah yang ada di sampingnya.
"Ada perlu apa ya, Bu?" tanya Dila sedikit was-was pasalnya ia sama sekali tak mengenali dua orang yang ada di hadapannya
"Saya ke sini ingin berbicara penting sama kamu, Nak," pungkas seorang ibu dengan nada yang sangat lembut
"Oh begitu, ya sudah mari masuk."
Dila mempersilahkan ibu tadi untuk duduk di sofa kemudian Dila berjalan menuju arah dapur untuk menghidangkan minuman. Laki-laki tadi tidak ikut ke dalam rumah Dila ia hanya menunggu di bangku teras sambil sibuk dengan ponselnya.
"Silahkan diminum ya, Bu semoga suka," pungkas Dila ketika menghidangkan teh panas di meja ruang tamu
"Terima kasih, Nak," timpalnya
"Baik, Bu jadi ibu ada keperluan apa dengan saya?" tanya Dila
"Sebelumnya, perkenalkan saya Rumi dari kota sebelah nama kamu siapa, Nak?" tanyanya kemudian Dila tersenyum di balik niqabnya
"Nama saya Fadilah, Bu."
"Baiklah, saya ke sini ada niat baik. Sebelumnya apakah kamu tinggal sendirian di sini?" tanya Rumi terdengar serius kemudian Dila mengangguk pelan
"Saya ingin mengajak kamu untuk berta'aruf dengan putra saya namanya Qais Al-Qarny, apakah kamu mau menjalani ta'aruf dengan putra saya?" tegas Rumi menatap Dila intens
Dila yang sebelumnya senyum berseri-seri di balik niqabnya kini semuanya hilang, hanya ada senyuman getir di bibirnya. Untuk menjawab pertanyaan Rumi pun bibirnya terasa berat, lidahnya seakan-akan tak mau bergerak. Pikirannya tiba-tiba terdominasi oleh masa-masa di mana dulu Rafa dan Dila menjalani proses ta'aruf, pikirannya berkecamuk menjalar ke mana-mana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdirku Untukmu (END)
Romance📚 Spiritual - Romance "Saya gak gigit kok, gak perlu takut," ucap Rafa di tengah-tengah kesunyian mobil, membuat Aida tercenggang. Dila yang sedang menunduk sambil memegang erat cardigannya sontak menatap ke arah depan, mendapati suara tawa Aida d...