📚 2. Pohon Mangga, Saksinya.

6.8K 525 250
                                    

Dila berjalan menunduk, sambil memeganggi ujung kerudungnya yang hampir terbuka karena terpaan angin yang kencang, hawa dingin mulai terasa. Angin bertiup kencang lalu disusul daun-daun kering berhamburan di pinggir jalan. Dila gemetar kaku, saat munculnya petir di langit yang mulai menghitam, entah akan hujan atau tidak.

Petir mulai bersahutan di langit hitam, lalu disusul dengan hujan deras yang mengguyur bumi dan isinya, membuat Dila menepi dan mencari tempat untuk berterduh, tepatnya di bawah pohon mangga yang rimbun.

"Kok hujan, ya? kayaknya tadi cerah-cerah aja," ungkap Dila sambil mencari jas hujan di tasnya namun nihil, dia lupa membawa jas hujan tadi pagi sebelum berangkat.

"Gimana ini, kos-kosan aku kan masih lumanyan jauh," ucap Dila tak berhenti mondar-mandir.

"Udah jam setengah enam, udah mau adzan maghrib abis ini pasti udah gelap."

"Hujannya kok makin deras ya," ungkap Dila lalu menenggok kanan-kirinya.

Dila terus saja bermonolog pada bawah pohon mangga tersebut, sambil memeluk tubuhnya sendiri akibat kedinginan, tak membawa jaket pula. Apakah dia tak ingat? Jika berteduh di bawah pepohonan itu sangat berbahaya, dan rawan terkena sambaran petir. Ah, sudahlah. Sepertinya ia sama sekali tak memikirkan itu. Dila berharap, ada satu orang yang mampu dia tumpangi untuk pulang ke kos-kosannya.

Selokan jalan terus penuh dengan air hujan, jalan makin tak nampak akibat air hujan yang menggenangnya, untung saja pohon mangga ini cukup lebat, jadi tak banyak-banyak merasakan air hujan.

"Argh, tolong!" teriak seorang lelaki sedang kesatikan, Dila terperanjat dibuatnya.

"Ha?! itu siapa, ya?" ucap Dila, mencari sumber suara tersebut dengan teliti. Dila menenggok kanan kirinya, tak ada apa-apa lantas, suara tadi bersumber dari mana?

"Siapa yang berteriak?" tanya Dila was-was, takut apabila ini hanya sekedar modus belaka.

"Tolong, saya terjebak di sini!" teriak seorang laki-laki tetapi, Dila masih tidak tau letaknya di mana.

"Bisa beritahukan letaknya?" tanya Dila lagi sambil pergi ke tengah-tengah jalan, menerobos derasnya hujan.

"Saya di sini, di selokan! tolong saya," ucap pria tersebut lagi-lagi membuat Dila terheran.

Dila pun terburu-buru berjalan ke selokan yang cukup dalam itu dan ternyata, ada seorang laki-laki yang tengah jatuh ke dalam selokan tersebut, sungguh malang nasibnya. Dila pun mengulurkan tangannya, isyarat dia memberi pertolongan pada laki-laki yang kesakitan dalam selokan tersebut. Tetapi, ketika Dila mengulurkan tangannya kepada laki-laki itu, tangan Dila tiba-tiba tersimpan lagi ke pangkuannya karena lelaki tersebut menolak bantuan Dila, aneh.

"Lalu aku harus apa?" tanya Dila sambil menatap laki-laki beralmamater kampus tersebut, tetapi tidak dengan laki-laki itu malahan dia menunduk sambil menahan luka pada jari-jari kakinya itu.

"Kalau bisa, kamu cari bantuan kepada warga laki-laki, supaya saya bisa berdiri dari sini," ucapnya tanpa menatap Dila sedikitpun

"I--iya, Kak. Tunggu ya." Dila berlari menerobos hujan, dengan menyipitkan matanya yang semakin memburam akibat air yang mengenai matanya.

Dila terheran, bagaimana tidak? baru kali ini dia menemukan spesies langka sepeti laki-laki tersebut, dia lebih memilih mencari warga laki-laki. Dan, Dila tak kenal sama sekali warga di sini, sedangkan tadi? Dila telah mengulurkan tangannya tapi dia menolak. Aish, sepertinya dia lebih suka yang sulit dari pada yang mudah, aneh.

Dila menelusuri rumah-rumah warga, tapi tak ada satu pun rumah warga yang pintunya terbuka, aih! menyebalkan sekali. Dila pun binggung hendak meminta bantuan kepada siapa, jadi dia kembali lagi ke tempat semula tanpa memperhatikan hujan yang amat deras.

Takdirku Untukmu (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang