Jantung Dila berdetak lebih kencang, masih menelaah panggilan dari dia yang membuat pipi memanas sambil mendekorasi kue berbentuk bulat di hadapannya itu.
"Ya ampun Kak Rafa, ini sangat meresahkan bagi jantungku, hatiku, pipiku yang mudah baperan ini," gumam Dila sambil tiada henti-hentinya menggigit bibirnya
"Kamu bilang apa? saya meresahkan?" tanya Rafa sedikit menaikkan nada bicaranya, membuat Dila menghentikan aktifitasnya
"Iya, Kak Rafa sangat-sangat meresahkan," ucap Dila lalu berjalan ke arah westafel untuk mencuci tangannya
"Syukur, aku lagi di dapur bagian depan jadi gak akan ada yang dengerin omongan Dila sama Kak Rafa," batin Dila sambil menarik napasnya panjang karena karyawan shift dapur ada di dapur belakang
"Mengapa begitu?" tanya Rafa mengernyitkan dahinya
"Kak Rafa selalu membuat jantung Dila gak normal, sangat meresahkan," tutur Dila yang masih sibuk mencuci tangannya itu
Rafa tertawa kecil, mendegarkan ucapan calon istrinya yang kekanak-kanakan menurutnya. Ia mengggeleng-gelangkan kepalanya, sambil menatap kue hasil dekorasi Dila yang ada di hadapannya itu sangat cantik dan rapih.
"Saya ke dapur mau bicara penting sama kamu," ungkap Rafa terdengar dingin namun mampu membuat Dila penasaran
"Iya, mau bicara apa?" timbal Dila sambil mendekorasi kue satunya
"Nanti, waktu istirahat kamu ke ruangan Umi, Umi mau bicara sama kamu," ungkap Rafa lalu segera pergi dari dapur yang sedari tadi berbincang dengan Dila tanpa kontak mata sedikitpun
"Kak Rafa itu misterius, Dila semakin cinta sama dia, entahlah."
Waktu Istirahat, pukul 12:30
Seperti biasa, Dila bersama karyawan lainnya tengah ada di musholla, menunaikan sholat dzuhur berjamaah. Semua jamaah telah berkumpul, jadi segera Rafa memimpin di sholat dzuhur bersama karyawan-karyawan juga Umi Nabilla.
"Sini, Fa" kata Umi Nabilla ketika Dila sedang melipat mukenahnya lalu menyimpannya dalam tas seperti biasanya
"Iya, Um?" ujar Dila mendekat ke letak Umi yang ada di ambang pintu musholla itu
"Bagaimana, kamu sudah ada jawabannya kah?" tanya Umi menatap Dila serius
Dila menelan salivanya susah payah, hendak menjawab apa atas pernyataan Uminya ini, secara di sini banyak karyawan yang tengah melakukan aktifitasnya seperti memakai sepatu, melipat mukenah dan lain-lain.
"Jangan gugup, Fa mari ke ruangan Umi," titah Umi Nabilla lalu berjalan ke arah ruangannya
Dila melihat ke arah dalam musholla, mengecek Rafa masih ada di musholla atau ada di ruangan Uminya. Dan ternyata, Rafa masih ada di musholla duduk bersimpuh di barisan depan tengah membaca surat Ar-Rahman, yang adalah surat terfavoritnya sejak kecil. Jika Rafa sudah ada di ruangan Uminya, maka jantung Dila akan serasa hendak berlari keluar dari tubuhnya, haha.
Umi Nabilla membuka pintu ruangannya, disusul Dila masuk ke dalam ruangan itu. Wajah Dila nampak sangat-sangat gugup, apalagi yang akan disampaikan Umi adalah tentang anak tampannya itu. Dengan sejujurnya, Dila selalu gugup berlebihan kalau sudah menyangkut apa pun itu tentang Rafa.
"Sini, Fa duduk," titah Umi sambil duduk di sofa yang terlihat empuk itu lalu Dila duduk di sana dengan menelan salivanya susah payah
"Tadi sama Rafa sudah disampaikan?" tanya Umi menatap Dila intes
"Iya, Um," jawab Dila
"Apa?" tanya Umi Nabilla terdengar dingin
"Kata Kak Rafa, Umi mau berbicara penting," terang Dila yang entah kenapa jantungnya berdetak tak karuan, apalagi mendengar suara Umi yang dingin padahal selama ini Umi terkenal sebagai seseorang yang humoris
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdirku Untukmu (END)
Romance📚 Spiritual - Romance "Saya gak gigit kok, gak perlu takut," ucap Rafa di tengah-tengah kesunyian mobil, membuat Aida tercenggang. Dila yang sedang menunduk sambil memegang erat cardigannya sontak menatap ke arah depan, mendapati suara tawa Aida d...