Mata Rafa menatap sempurna mata sayup seorang wanita bercadar yang sangat menyejukkan mata tatapannya tak asing lagi baginya, ketika merasakan di kelopak mata sang wanita di hadapannya penuh dengan cinta dan ketulusan, Rafa tersenyum tak percaya dibuatnya.
Keduanya saling bertatapan, sangat lekat. Tubuh Rafa masih kaku tak percaya, menatap sang wanita yang membuatnya gelisah akhir-akhir ini. Telinga Rafa memanas, seirigan dengan sang wanita menyentuh kedua lengan Rafa pelan kemudian satu tamparan keras mendarat bebas di pipi Rafa yang membuat pipinya memar memerah juga darah segar mengalir di sudut bibirnya.
Sorot sang wanita tajam, menyaksikan Rafa yang hanya diam terpaku sambil mengusap darah segar yang bersumber dari sudut bibirnya. Rafa hanya terbungkam, menatap sang wanita yang tak lain adalah istrinya menepuk dada Rafa kasar seiringan perasaan emosi yang menggiring sang wanita.
"Kenapa mas hanya diam?! kenapa mas hanya diam? mas membenci adek bukan? kenapa mas tidak menampar adek hiks kenapa?" ujar Dila yang di akhiri dengan menghela napas pelan
Rafa menatap mata istrinya intens, merasakan sesuatu yang amat sakit di dalam hatinya kemudian menarik Dila ke dalam pelukannya, namun Dila segera memberontak.
"Mas tidak membencimu, mana mungkin seorang imam membenci makmum dunia akhiratnya?" timpal Rafa sambil memegang kedua lengan Dila
"Lantas kenapa mas tidak mencari adek ketika adek menghilang? mas malah asyik dengan wanita bercadar yang dikenalkan oleh Umi kepada mas. Apakah mas sudah tak menganggap adek? apakah kita sudah resmi bercerai?"
"Apakah kita sudah tak bisa bersama lagi, mas. Mana janji mas yang katanya menjadikan pernikahan ini satu kali seumur hidup? apakah itu hanya sekedar janji, hm?"
"Coba tanyakan kepada diri mas, apakah pantas seorang laki-laki melukai hati seorang perempuan?"
"Dek ... dengerin pen--" ucapan Rafa terpotong karena Dila buru-buru menyelanya
"Apakah adek tak pantas untuk dibahagiakan?!" bentak Dila di tengah-tengah tangisannya
"Apakah hanya karena adek susah hamil mas begitu saja meninggalkan adek?!"
"Coba tanyakan lagi kepada diri mas, apakah adek pernah menyakiti hati mas, sehingga mas membuat adek sakit hati sedalam ini."
Rafa terpaku dibuatnya, merasa sangat gagal menjadi sosok imam yang baik u tuk sang istr. Ia menenguk salivanya susah payah kemudian mengangkat bibirnya untuk menjawab semua pertanyaan dari Dila yang selama inilah menjadi pikiran berat sang istri.
"Kita masih terikat dalam hubungan pernikahan, dek. Jangan sekali lagi mengatakan kata cerai, mas sangat tidak menyukainya. Kamu bisa beristigfar bukan? apakah pantas seorang istri berbicara seperti itu kepada seorang suami?" timpal Rafa sedikit dingin kemudian Dila luruh dalam dekapan Rafa yang selama ini ia rindukan
Rafa mengusap pelan pucuk kepala sang istri yang masih ada dalam dekapannya kemudian berkata, "kamu itu Jannah bagi mas. Mas hanya menginginkanmu bukan yang lain."
"Seorang wanita bercadar itu memang dikenalkan kepada mas dari Umi agar mas segera menikah setelah orang-orang menganggap adek sudah tiada," ucap Rafa yang membuat Dila melepaskan pelukannya
"Mas hanya menghargai Umi, Umi mencarikan penganti adek karena Umi tak mau mas menjadi gila karena kamu dianggap sudah tiada."
"Mas percaya keras, bahwa kamu masih hidup dan ... dugaan mas benar kamu masih diberi kesempatan untuk bersatu dengan mas lagi."
"Mas ... kenapa? kenapa tak bercerita sedari tadi?" tanya Dila matanya menatap intens Rafa
"Karena kamu menyela ucapan mas ... mas itu gak pernah ya padahal ngajarin istri menyela ucapan apakah itu tindakan baik?" Dila menggeleng "lalu kenapa dilakukan? jangan diulangi mas tidak suka."
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdirku Untukmu (END)
Romance📚 Spiritual - Romance "Saya gak gigit kok, gak perlu takut," ucap Rafa di tengah-tengah kesunyian mobil, membuat Aida tercenggang. Dila yang sedang menunduk sambil memegang erat cardigannya sontak menatap ke arah depan, mendapati suara tawa Aida d...