📚 45. Ahlan Wasahlan, Zaidan!

2.1K 145 2
                                    

Husna terbagun dari tidurnya ketika mendapati rintihan Aida memangg-manggil nama suaminya. Husna sempat panik, berpikir yang tidak-tidak tentang kandungan Aida yang beberapa tahun yang lalu mengalami keguguran. Saat ini Aida sedang hamil lagi setelah keguguran yang disebabkan oleh jatuh dari tangga ketika berjalan sambil membaca buku.

"A Bima, perut Ai sakit!" pekik Aida

Husna keluar dari kamarnya, sontak mendapati Aida yang dibopong Bima tengah menuruni tangga. Aida tidak berhenti merintih, Bian yang ada di taman rumah tengah menikamati udara pada jam lima pagi pun sontak masuk ke dalam rumah.

"Nak Bima? Aida kenapa?" Husna panik, sambil membuntuti langkah Bima keluar dari rumah

"Adek kontraksi kelahiran, bunda. Harus segera dibawa ke rumah sakit" Bima menjawab dengan pasti, Husna tak meragukannya lagi karena Bima adalah seorang dokter, walau pun bukan dokter kandungan, Bima sempat mempelajari ilmu tersebut dalam fakultasnya pada saat ada penyuluhan

"Baiklah, kita harus segera bawa Aida,' putus Bian lalu membantu Bima membawa Aida ke dalam mobil

Bima menguatkan Aida, mereka sama-sama berjuang pada detik-detik kelahirannya sang anaknya. Sampai di rumah sakit, Aida dan Bima segera masuk ke ruangan persalinan. Husna dan Bian meninggu di koridor sambil merapalkan berbagai doa.

"Selamat ya, Pak, Buk bayi dengan jenis kelamin laki-laki dengan keadaan sehat wal afiat telah lahir dengan selamat." Bima mengambil alih putranya dari dekapan Dokter Tatia untuk mengumandangkan adzan di samping telinga putra pertamanya

Husna dan Bian yang ada di koridor ruang persalinan langsung bahagia, mendengarkan suara adzan menantunya yang sangat merdu itu. Tanda bahwa cucu yang selama ini ia nantikan telah hadir di antara mereka.

Muhammad Zaidan Akmal, nama singkat penuh makna pemberian dari Aida. Nama itu diberikan kepada putra pertama mereka, putra yang selalu dinanti-nantikan kehadirannya. Dan kini, telah hadir dengan selamat.

"A Bima, terima kasih sudah menemani Ai sampai saat ini." Aida meraih tangan Bima yang baru saja menyerahkan Fahri kepada suster untuk dibersihkan

Bima mengelus kening Aida, mengecupnya kemudian tersenyum. Ia memeluk Aida yang kini duduk di brangkar rumah sakit, air mata Aida luruh di bahu nyaman Bima. Sampai di mana baju bagaian bahu Bima basah, Aida mengangkat wajahnya dari bahu Bima.

"Terima kasih, dek. Kamu sudah berjuang melahirkan putra kita, kamu wanita yang kuat. Tolong berhenti menangis, Aa tak sanggup melihatnya." Bima mengusap pipi Aida yang dibahasa air mata

Aida menghela napas pelan, menatap mata teduh suaminya yang sekaligus menjadi seorang Ayah untuk putra pertamanya. Ini berasa mimpi untuk Aida, sekali-kali ia mencubit tangannya di sela-sela Bima yang kini tengah membersihkan jalan keluar putranya. Tangan yang ia cubit, merasakan sakit. Jadi, ini benar-berar kenyataan. Bukan mimpi atau halusinasi semata.

"Assalamualaikum, Tante Ai! Dira datang!" pekik Nadira ketika membuka pintu ruang rawat Aida

"Waalaikumsalam, Dira kecilku! Sini-sini Tante cium dulu" Nadira mendekat kepada Aida yang kini tengah duduk di brangkar sambil memangku Fahril kemudian mencium pipi Aida yang berbalut niqob

"Dira pakai niqab sejak kapan? Kamu jadi lucu," pungkas Aida kemudian mengusap puncak kepala Nadira

"Sejak kemarin Tante Ai, Dira pengen ngikutin apa yang dilakukan sama umi," jawab Dira enteng sambil menciumi Zaidan yang tidur di pangkuan Aida

"Pertahankan niqobmu ya, cantik! Biar enggak diculik sama om jahat," goda Aida kemudian Dira mencubit tangannya pelan

"Dira gak akan diculik, kan ada Allah yang njaga Dira." Aida tersenyum memdengarkan ucapan Dira kemudian memperhatikan Dira yang sibuk menciumi pipi Zaidan

Takdirku Untukmu (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang