📚 29. Hukuman Setimpal

2.6K 203 62
                                    

Satu peluru masuk menembus bebas ke gumpalan daging yang ada pada lengan Rindi. Meskipun lengannya yang mengalirkan darah segar tak mengalahkan tekad Rindi yang tengah berusaha agar bebas dari kepungan banyak polisi yang berada pada semua bagian apartment besarnya ini.

Dengan langkah yang tergopoh-gopoh Rindi memutuskan untuk melompat saja dari balkon kamar. Apakah dia sudah tidak waras? tindakan itu bisa saja membunuh nyawanya sendiri.

"Diam di tempat atau Anda akan menerima satu kali lagi peluru!" sarkas seorang polisi sambil mendekat ke arah Rindi yang sudah berancang-ancang untuk lompat dari balkon

Apakah telinganya sudah tak berfungsi? bagaimana bisa Rindi tak memperdulikan penengasan polisi yang wajahnya nampak sangat menyeramkan itu.

Rahang seorang polisi itu mengeras, pertanda bahwa ia sudah tak bisa menahan lagi wanita tindak kekerasan yang baru-baru ini dilaporkan oleh beberapa warga yang melihat sendiri tindakan bodohnya tersebut di dalam bangunan tua berlumut di tengah-tengah ladang kopi.

"Angkat tangan atau saya tembak?!" sarkas polisi dengan nada sedikit membentak Rindi

Satu peluru menancap jelas di pundaknya, pertahanan Rindi kali ini sudah runtuh. Tubuhnya luruh di lantai dengan membawa berbagai barang-barang berharganya. Darah segar terus saja mengalir dengan derasnya tanpa berhenti sekali pun dari arah lengan juga pundaknya.

"Panggilkan ambulance," titah seorang komandan

"Baik, Pak."

•••

Tubuh Rindi terbaring lemas di brangkar rumah sakit, matanya masih menutup sempurna. Di depan ruangan Rindi terdapat tiga polisi yang sedang berbicara serius dengan dokter. Sorot mata seorang dokter nampak antusias menatap bergantian tiga polisi gagah yang kini ada di hadapannya, kemudian mereka masuk ke dalam ruangan ketika seorang suster memberitahu bahwa Rindi telah sadar.

"Dok, tolong lepasin infus ini! gue mau pulang," tutur Rindi ketika mendapati dokter yang tengah memeriksanya

"Sebentar, ya? tunggu dulu saya akan mengecek kondisi Anda," pungkas dokter kemudian menoleh kepada tiga polisi yang ada di belakangnya

Dokter mengangguk pelan terhadap suster, kemudian suster melepas infus yang mengalir ke tubuh Rindi. Dua polisi segera memegang tangan kanan kirinya erat sebelum Rindi bangun dari tempat tidurnya membuat Rindi sinis sambil ngedumel tak jelas.

"Saudari Rindiyani jangan sekali-kali mencoba memberontak!" pekik seorang polisi ketika Rindi memberontak kuat namun tenaganya tak sebanding dengan polisi yang kini memegang tangannya

Rindi hanya pasrah, dirinya sungguh sangat tidak berdaya jika sudah berhadapan dengan seroang polisi. Mau bertindak bagaimana pun, itu hanya sebuah sia-sia semata.

Wajah Rindi terlihat memelas ketika masuk ke dalam mobil polisi dengan beberapa jepretan kamera yang mengiringinya. Tanda bahwa tindakan bodohnya itu sudah tersebar ke mana-mana. Terdapat satu titik penyesalan terhadap dirinya sendiri yang melakukan tindakan kepada Dila yang sudah benar-benar tak ada salah apa pun dalam hidupnya.

"Apa motif Saudari Rindiyani untuk melakukan tindak kekerasan kepada Saudari Fadilah dalam kurun satu minggu?" tanya polisi

Ruangan gelap ini tiba-tiba terdengar sunyi, hanya ada suara papan ketik laptop yang mengisinya. Tak lama, Rindi mengangkat bibirnya sambil melihat Dila yang kini ada di sampingnya.

Takdirku Untukmu (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang