📚 38. Perihal Perasaan

2K 171 62
                                    


"Dek, sholat malam yuk? Minta sama Allah suapaya diberi keturunan yang shalih dan shilihah," titah Rafa

Dila bagun, sedikit malas jika harus menginjakkan kakinya di lantai. Rafa yang melihat Dila menatap lantai dengan mata yang sedikit jijik, tak segan-segan ia segera membopong Dila menuju kamar mandi tanpa aba-aba.

"Mas bukannya punya wudhu?" tanya Dila yang masih dalam bopongan Rafa

"Daripada kamu enggak wudhu, mending mas wudhu lagi."

Kini mereka tengah sholat malam, keringat mulai bercucuran di mana-mana di tubuh Dila. Entah apa sebabnya, tadi merasa dingin dan kini panas.

Usai sholat malam Dila segera mandi, akibat rasa gerah yang terlalu berlebihan. Sembari menunggu Dila usai mandi, Rafa segera meluncur ke dapur untuk memasak sarapan pagi ini. Rafa jadi lebih serba protektif sejak Dila hamil, apalagi ini kehamilan pertamanya.

Duapuluh menit saja, beberapa nasi beserta lauk sederhana yang sekiranya Rafa bisa memasaknya kini telah terhidang di meja makan. Ketika jam tiga pagi seperti ini makanan sudah terhidang di meja makan? Awesome.

"Mas di mana?" pekik Dila dari kamarnya yang tengah memakai khimar instan

"Di dapur, dek sini gih," titah Rafa lalu Dila menyutujuinya

Dila tiba di meja makan, matanya menatap jijik bukan main terhadap makanan yang terhidang di sana. Atmosfer mual mulai menyeringai di tubuhnya. Sampai di mana Dila memuntahkan cairan liur bening di kamar mandi dapur, ia merasa lega.

Diusapnya puncak kepala Dila oleh Rafa yang kini Dila berada pada dekapannya kemudian Rafa berkata, "habis ini kita ke dokter Melati, kita harus cek si dedek bayi."

Dila mengangguk, tanpa aba-aba Rafa mengendongnya menuju sofa ruang keluarga. Ketika lewat di meja makan, Dila merasakan mual lagi melihat makanan yang ada di sana.

"Mas jangan bosan-bosan ya sama adek yang lagi hamil gini," ucap Dila ketika Rafa menurunkannya ke sofa ruang keluarga

"Ada-ada saja kamu, dek. Mas gak akan bosan sama kamu, kita 'kan pasangan. Susah senang bareng," timpal Rafa tangannya tak berhenti mengusap puncak kepala Dila

"Makin tahun, makin cinta adek sama mas, gak pernah luntur."

Rafa meraih kaki Dila kemudian memijitnya pelan kemudian berkata, "kalau soal cinta sama kamu, udah dari dulu dek."

"Dari dulu maksutnya bagaimana? Mas cinta sama adek sebelum akad begitu, kah?" tanya Dila dengan jiwa penasarannya yang sangat memberontak

"Kalau mas enggak cinta sama kamu, mas tidak akan melamarmu sayang ... perlu kamu tahu kalau mas mencintaimu sebelum hari akad, hari di mana kita berjumpa di pohon mangga, di sana pertemuan kita bukan?" terang Rafa panjang lebar diakhiri dengan seuntai senyuman

"Pohon mangga ya, mas? Ah adek masih ingat kok. Saat di mana mas jatuh ke selokan malah gak mau ditolongin sama adek secara kita bukan muhrim, kamu itu idaman wanita mas. Makannya adek gak ngebolehin mas nemenin adek ke pasar, mas paham enggak maksut adek?" tutur Dila sambil merasakan pijatan di kakinya itu

"Paham, dek tapi kalau sekarang boleh gak boleh pokoknya mas ikut kamu ke pasar, tidak ada penolakan manis," tutur Rafa diakhiri dengan mencubit pipi tembeb Dila

"Tapi mas, adek itu mau jadi wanita mandiri secara, kan mas gak bisa nemenin adek setiap saat--" ucapnya terpotong

"Tidak ada penolakan, dek semua ini mas lakukan untuk kamu serta kandungan kamu, kamu sayang bukan sama janin ini? Kamu tahu, kan kalau mas itu khawatiran" Rafa mengelus perut Dila teratur

Takdirku Untukmu (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang