"Dek, ingat ya kamu jangan melakukan aktifitas berat, sekarang kehamilan kamu sudah usia sembilan bulan, kalau ada apa-apa kabarin mas."
Dila mengingat penuturan Rafa sebelum berangkat ke rumah senja untuk membagikan beberapa buku cerita kepada anak-anak. Awalnya perutnya baik-baik saja ketika ditinggal oleh Rafa ke rumah senja, tapi lama kelamaan rasa nyeri hinggap datang begitu saja di bagian pinggulnya.
Ia masih bertahan di atas sofa sambil membaca beberapa novel keluaran terbaru yang kemarin malam ia beli melalui toko online. Sampai di mana rasa sakitnya menjalar ke perut, ia menghubungi Rafa dengan memegangi perutnya.
"Assalamualaikum, Mas Rafa di mana? Sepertinya adek sudah pembukaan untuk kelahiran," ujar Dila dalam sambungan telepon, tak berhenti meringis kesakitan
"Waalaikumsalam, baik dek mas segera pulang, bertahan ya!" balas Rafa dengan nada cemas, terdengar walau pun di dalam sambungan telepon
Dila memejamkan matanya, tak berhenti mengucapkan istighfar. Ia merapalkan berbagai macam doa, agar bayi yang ada di dalam kandungannya ini bisa keluar dengan selamat.
Mobil Rafa sampai di pekarangan rumah, ia masuk ke dalam rumah segera membopong Dila menuju dalam mobil. Dila meringis seiringan dengan rasa nyeri menjalar di perutnya, Rafa terus menaikkan kecepatan mobil. Dia sangat khawatir kali ini.
Sampai di rumah sakit Dila segera masuk ke ruang persalinan bersama Rafa yang masih membopongnya itu. Tangan mereka sama sekali tak terlepas, Rafa tak berhenti menguatkan istrinya yang kini bercucuran air mata merasakan masa-masa kontraksi.
Sampai di mana adzan dhuhur berkumandang, perjuangannya selama sembilan bulan mengandung janin hasil peleburan mereka terbayar dengan bayi munggil berjenis kelamin perempuan dengan berat badan 2,7 Kg, memiliki tinggi badan 53 Cm.
Air mata haru menyelimuti kedua pasangan halal yang telah menanti kehadiran sang anak seusai empat tahun menikah. Dila menatap Rafa dengan merduanya mengumandangkan adzan di telingan sang anak yang masih belum berbalut kain apa pun itu.
"Nadira Ar-Rahmah."
Rafa menyebut nama sang anak perempuannya dengan nama itu. Terdengar manis nan cantik di mata Dila soal nama itu, sampai di mana Nadira diambil dari dekapan Rafa untuk dibersihkan, Ia memeluk Dila yang masih berbaring di brangkar.
Air mata haru keduanya bersatu, mengalir deras. Dikecupnya setiap bagian wajah Dila dengan tulus oleh Rafa kemudian diakhiri dengan mencium tangan Dila yang kini terkesan sangat dingin.
Rafa mengelus puncak kepala Dila, mengusap air matanya kemudian berkata, "Nadira, titipan dari Allah untuk kita. Kita harus menjaganya, berjanjilah untuk menjadi madrasatul ula untuk Nadira."
"Terima kasih telah menemani adek setelah empat tahun lamanya menanti hadirnya Nadira, berjanjilah untuk menjadi seorang Abi yang bertanggung jawab, adek merasa seperti orang beruntunh sedunia ketika mas selalu ada untuk adek."
Tangisan Dila pecah lagi, Rafa yang mendapati itu berusaha untuk menyeka air matanya. Ia berjalan menuju nakas di pojok ruangan, mengambil tissu basah kemudian membersihkan jalan keluar Nadira beberapa menit yang lalu.
"Mas ... terima kasih sekali lagi, Allah memang tak salah perihal takdir," batin Dila menatap Rafa yang sibuk dengan aktifitasnya itu
•••
"Alhamdulillah, kalian menjadi seorang orang tua, berjanjilah untuk selalu mendidik Nadira dengan baik" Umi Nabilla mengecup pipi kecil Nadira yang sangat lucu
"Nak, kamu wanita yang kuat. Jangan lagi menangis, lihat putrimu yang tengah tidur itu. Perasaan seorang umi dan anak itu selalu tersambung, kalau kamu menangis, Nadira akan mengikutinya," tutur Umi Nabilla sambil mengelus pundak Dila teratur
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdirku Untukmu (END)
Romance📚 Spiritual - Romance "Saya gak gigit kok, gak perlu takut," ucap Rafa di tengah-tengah kesunyian mobil, membuat Aida tercenggang. Dila yang sedang menunduk sambil memegang erat cardigannya sontak menatap ke arah depan, mendapati suara tawa Aida d...