Semua mata anak-anak tertuju pada Dila, sebenarnya apa yang mendasari hal itu? seantusias inikah anak-anak menyambut kedatangan Dila sebagai sosok Umi?.
Perasaan seorang wanita itu tak dapat ditebak dengan mudah oleh siapa pun itu, walau pun sudah kenal lama tapi kalau dasarnya sulit ya sudah sulit untuk memahami perasaan seorang wanita.
Perkataan maaf dari Rafa yang dimaafkan dengan tulus oleh Dila mungkin berhasil membuat Rafa bahagia tentang istrinya. Namun tidak! sedikit Dila pertanyakan kenapa suaminya begitu mudah untuk mengatakan kata maaf tanpa memikirkan bagaimana cara mengumpulkan serpihan hati yang sudah dipecahkan begitu saja?.
Ingin rasanya Dila pergi dari hadapan anak-anak yang kini menatapnya tanpa henti. Bukan tak nyaman atau apa, tapi hatinya merasa perih ketika berada dekat-dekat dengan Rafa. Sekarang Dila hanya bisa mencoba tegar di hadapan anak-anak yang sangat menanti-nanti kehadirannya.
Banyak sudah yang dibicarakan oleh Rafa dan anak-anak mengenai janji, Dila hanya terdiam mendengarkannya. Dia sudah tak antusias lagi dengan anak-anak yang ada di sini juga Rafa ketika mengingat sebulan lebih sang suami menelantarkannya tanpa mencarinya.
Kenapa harus menuggu sebulan lamanya Rafa mencari Dila? mengapa tak ketika Rafa membuka matanya dibrangkar rumah sakit ia tak segera mencarinya? mengapa, apakah dia sudah tak penting lagi?.
Satu hal yang masih terpatri kuat di pikiran Dila, mengapa Dila sebenci ini kepada Rafa. Asal kamu tahu, Dil hal yang membuatmu sakit hati saat ini adalah kesalah pahaman belaka. Mengapa Rafa tak memahami perasaan istrinya? Kejelasan tadi tidak cukup mengumpulkan serpihan hati sang istri, ia lebih butuh secara rinci.
Satu hal lagi, sifat Rafa yang sangat tak disukai oleh Dila adalah semua hal dianggap candaan. Terkadang hal itu membuat Dila risih.
Usai perbincangan yang panjang dihasilkan pembangunan Rumah Jingga sesuai janji Rafa ketika sudah menemukan sosok Umi. Rumah Jingga dibagun untuk naungan anak-anak yang ditelantarkan. Senyuman manis mengembang di bibir anak-anak. Merasa sedikit bahagia ketika melihat anak-anak juga sang suami tertawa, Dila pun juga begitu ikut tertawa pelan.
Semua tawa Dila hanya topeng, sejak dulu Dila memang sangat ahil dalam bermain topeng ekspresi di wajahnya. Semua orang tak menyadari kesedihan Dila, dia memang sangat mahir dalam hal itu.
Tak lama anak-anak pamit untuk mengaji di musholla terdekat dengan guru pembimbing yang telah di pesankan oleh Rafa. Anak-anak semburat menuju arah musholla di ujung jalan kemudian hilang dari pandangan Rafa dan DDila
"Dek ... kita pulang, ya?" pungkas Rafa ketika memasukkan kantong plastik kepada tong sampah
Dila berdehem tanda persetujuan, sikap Dila menjadi dingin kali ini. Rafa yang menyadarinya hanya menghela napas pelan kemudian mengandeng tangan Dila menuju mobil.
Mesin mobil berjalan, atmosfer kecanggunan menyelimuti pikiran Rafa. Di pikiran Dila menyuruhnya untuk bungkam seribu bahasa, membiarkan apa pun yang terjadi pada diri Rafa.
"Dek, mampir ke indomaret, ya? Beli kebutuhan kita," ucap Rafa membuka permbicaraan, memecah atmosfer kecanggungan pada dirinya kemudian Dila mengangguk pelan
Ketika sampai di indomaret, Rafa menautkan tangannya dengan tangan Dila erat. Menyusuri satu persatu lorong rak, Dila hanya mengikuti langkah kaki sumainya. Sangat tak mood kali ini. Biasanya Dila adalah orang yang super antusias jika diajak belanja oleh Rafa, tapi sekarang? dingin.
Rafa melirik istrinya sebentar sambil memasukkan belanjaan mereka kepada troli. Sangat binggung dengan isi hati sang istri kali ini. Rafa hanya mendiamkannya seolah-olah tak terjadi apa-apa. Rafa hanya tak ingin berdebat di tengah umum seperti di bawah tol tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdirku Untukmu (END)
Romance📚 Spiritual - Romance "Saya gak gigit kok, gak perlu takut," ucap Rafa di tengah-tengah kesunyian mobil, membuat Aida tercenggang. Dila yang sedang menunduk sambil memegang erat cardigannya sontak menatap ke arah depan, mendapati suara tawa Aida d...