Sayup-sayup terdengar suara lantunan surat Al-Lahab dari bibir munggil Nadira. Ia membentangkan sajadah sejak subuh tadi di kamarnya, kini ia tengah memejamkan mata sambil menghapal ayat demi ayat surat Al-Lahab.
Tadi subuh, Rafa sekeluarga melakukan sholat berjamaah di kamar Nadira. Semua itu dilakukan karena ajak Nadira yang merengek-rengek kepada umi dan abinya. Tadi malam, Dila dan Rafa dipaksa tidur di kamar Nadira, mereka pun menuruti. Katanya, Nadira mau bermanja-manja sebelum ia mempunyai seorang adek.
Padahal, kasih sayang Dila dan Rafa tak agak berkurang sedikit pun apabila seorang anak lahir laga dari rahim Dila. Kasih sayangnya tetap sama dan tak berkurang.
"Nadira, sarapan yuk? Katanya mau ikut Paman Dani jalan-jalan, Paman Dani limabelas menit lagi akan sampai." Dila mendapati Nadira yang tengah duduk di atas sajadah, sambil membaca buku hapalannya
Nadira mengangguk, menyimpan buku hapalannya di laci kemudian segera mengambil niqobnya yang berada di dalam lemari, lalu meminta bantuan Dila untuk memakaikannya.
"Eh, sayang ... nanti saja pakai niqobnya kalau sehabis sarapan, di lantai dasar hanya ada abi saja kok," ujar Dila sambil menatap mata Nadira
"Ah iya, Nadi lupa umi." Nadira menyengir kuda, kemudian tangan Nadira dituntun oleh Dila menuju lantai dasar
"Eh, Nadira ... sejak kapan pakai sebutan 'Nadi' umi kok tidak pernah dengar?" Dila bertanya sambil menuruni satu persatu anak tangga bersamaan dengan Nadira
"Sejak kapan, ya? Heum, Nadi tidak tahu pasti, seingatnya yang pertama panggil seperti itu adalah Paman Dani,' terang Nadira kemudian tersenyum manis
"Bagus lho ... kalau dipanggil itu," ujar Dila sambil duduk di kursi meja makan, Nadira pun mengikutinya
"Umi tidak keberatan, kan? Kalau dipanggil dengan itu?" Nadira memperhatikan aktifitas Dila yang tengah menaruh nasi ke piring Nadira
"Enggak sayang ... umi tidak keberatan, kalau soal abi kamu tanyakan sendiri ya?" Dila mengisi gelas dengan air putih "ah iya ... Nadi, tolong panggilkan abi? Dia ada di taman seperinya."
Nadira mengagguk cepat, kemudian berjalan ke arah taman rumahnya. Sesampai di taman, Nadira mengajak Rafa untuk sarapan. Rafa menyetujuinya, matanya langsung mendapati makanan sehat terhidang di meja makan, mereka membaca doa makan, kamudian segera menyantap makanan. Perlu diketahui, keluarga Rafa adalah tipikal keluarga yang tak mau sampai kehilangan jam sarapan karena sarapan adalah hal yang sangat penting bagi mereka.
Tak lama usai sarapan, Dani sampai di rumah Rafa. Ia mengucap salam kemudian segera mengajak Nadi untuk berangkat jalan-jalan sesuai dengan kesepakatan mereka kemarin.
Di rumah dalam rumah kini hanya ada Rafa dan Dila. Mereka kini sedang mencuci piring bekas sarapan pagi sambil berbincang layaknya suami istri. Rafa memang tak memperkerjakan pembantu rumah tangga di rumah ini, semua dilakukan karena permintaan Dila. Ia ingin menjadi istri mandiri, melakukan pekerjaan rumah sendirian begitulah yang ada di pikiran Dila. Tapi, tidak untuk Rafa. Sesibuk apa pun ia bekerja, ia akan meluangkan waktu untuk menyelesaikan pekerjaan sang istri.
Rafa memang tipikal laki-laki yang tak mau perempuannya merasakan lelah, apa pun pekerjaan istrinya, pasti ia membantu. Baginya, pekerjaan rumah tangga seperti mengepel, menyapu dan segala sesuatu yang meliputi kebersihan rumah bukan tanggung jawab istri saja, tapi tanggung jawab ia juga. Semua harus dilakukan bersama-sama menurut Rafa.
"Dek, nanti agak siang kita ke rumah senja, ya? Lihatin anak-anak, kita udah tiga hari enggak ke sana." Rafa membilas piring yang telah dibersihkan Dila dengan air kemudian meletakkannya di rak piring
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdirku Untukmu (END)
Romance📚 Spiritual - Romance "Saya gak gigit kok, gak perlu takut," ucap Rafa di tengah-tengah kesunyian mobil, membuat Aida tercenggang. Dila yang sedang menunduk sambil memegang erat cardigannya sontak menatap ke arah depan, mendapati suara tawa Aida d...