Part 17

658 109 8
                                    

Begitu guru itu mempersilakan dia masuk, Brandon tersenyum dan menuju bangkunya. Sekilas dia juga melemparkan senyuman kepada Gelin yang duduk di depan bangkunya. Kemudian baruah dia menghenyakkan bokong dengan cepat kekursinya.

Baru saja Brandon duduk, suara guru tadi membuatnya sedikit kesal. "Keluarkan buku latihan kalian, Ibu akan memberi tugas kali ini," pekiknya.

Brandon merogoh tasnya dengan lesuh dan mencari-cari buku latihannya, tapi tidak ditemukannya. "Waduh! Buku gue mana, ya? Jangan ilang! Jangan ilang! Jangan ilang!" gerutu Brandon sendiri sambil terus mencari kembali buku latihannya.

'Jangan-jangan ketinggalan minggu kemaren di kantin. Gue 'kan pas kena hukuman kemaren disuruh ngerjain tugas di perpus! Mampus gue.' batin Brandon.

"Brandon, mana buku kamu? Kenapa belum dikeluarin?" pekik guru Biologi itu lantang.

"Emmm ... itu, Bu. Kayaknya buku saya ketinggalan deh, Bu. Boleh pake buku cata---"

"Ke luar! Saya tidak melayani murid yang tidak membawa buku latihan seperti kamu," pekiknya lagi sebelum Brandon menyelesaikan ucapannya.

Dengan terpaksa Brandon lagi-lagi harus ke luar di jam pelajaran Biologi. Mau tidak mau Brandon tetap harus ke luar. Guru Biologi itu juga memintanya untuk hormat bendera. Sudah berusaha masuk sekolah dengan membujuk pak satpam, malah tetap tidak ada gunanya. Brandon tetap harus ke luar di jam pelajaran pertama. Brandon bahkan menyesal tidak bolos hari ini karena datang ke sekolah hanya membuatnya mendapat hukuman lagi.

Di sisi lain, Abigeal, Adrian, dan Ranggel juga mendapat masalah dikelas. Jam pelajaran pertama ini mengharuskan mereka berhadapan dengan walikelas yang sering memarahi mereka bertiga karena sering berulah. Kali ini yang membuat Bu Nuri marah adalah wajah mereka bertiga.

"Abigeal, Adrian, dan kamu Ranggel, maju ke depan!" titah Bu Nuri.

Mereka bertiga langsung menurut, walaupun sedikit ragu atas permintaan Bu Nuri, tapi mereka tetap patuh dan sedikit bertanya-tanya. Kenapa bu guru menatap seperti itu pada mereka? Jawabannya akan mereka dapatkan ketika maju ke depan kelas. Menerima penuturan dari guru itu selanjutnya.

"Kalian habis berantem lagi, 'kan?" omel Bu Nuri berkacak pinggang menoleh ke arah mereka satu-persatu.

"Enggak kok, Bu. Anak baik kok berantem sih, Bu? Ya, kali habis berantem. Ya, enggak?" ujar Adrian menyenggol bahu Ranggel.

"Iya, Bu. Kita enggak berantem kok, Bu." tambah Ranggel dengan ucapan yang pasti.

"Lalu, apa kalian bisa jelasin kenapa wajah kalian babak belur begitu?" omel Bu Nuri sambil memperbaiki kacamatanya menatap luka-luka dan lecet di wajah mereka.

"Ini kenapa, ya?" tunjuk Adrian kewajahnya, "Kayaknya saya kemaren amnesia deh, Bu. Jadi enggak ingat apa-apa," elak Adrian lagi yang membuat teman sekelasnya tertawa kecil.

"Jangan cari alasan lagi, kalian bakal ibu hukum," pekik Bu Nuri melotot ke arah Adrian.

Begitu saja Abigeal langsung membantah, "Jangan hukum saya, Bu. Minggu kemaren saya juga kena hukum, Bu. Masak sekarang kena hukum lagi? Kasihani saya, Bu. Saya masih ingin belajar," bela Abigeal memohon dihadapan Bu Nuri. Karena minggu kemaren dia juga mendapat hukuman karena Dion.

"Tidak! Cepat ke luar! Saya mau mengajar dengan tenang."

"Ke luar aja yuk, lagian belajar juga enggak bakal serius, 'kan?" bisik Ranggel kepada Adrian.

Dion yang sedari tadi duduk diam dibangkunya mengangkat tangan tinggi-tinggi. "Bu, saya kemaren juga ikut berantem bareng mereka. Jadi tidak adil kalau saya enggak dihukum juga, saya bakal ikut sama mereka," ujar Dion yang membuat semua pasang mata menoleh kearahnya.

The Direction (End✅)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang