Sesampainya di Rumah Sakit Harapan. Mereka berempat menunggu dokter mengobati Abigeal, dengan cemas. Sesekali Brandon melihat jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul 18.21. Berarti, diluaran sana hari sudah gelap. Mungkin juga orang tua mereka sudah pada panik sekarang. Karena tidak ada kabar, kecuali Dion yang hanya ditunggu Body guard-nya.
Selang beberapa menit kemudian. Dokter yang menangani Abigeal pun keluar dan langsung disambut oleh empat orang yang terlihat panik di depan pintu ruangan itu. Terutama Brandon yang kelihatan sangat panik, dia bahkan tidak peduli lagi dengan dirinya yang berantakan. Bajunya juga sudah berlumuran tanah dan lumut.
"Kalian semua tidak usah panik! Lukanya tidak terlalu dalam, tapi mungkin pasien akan memerlukan alat bantu berjalan untuk kedepannya!" terang dokter perempuan itu sebelum salah satu dari mereka bertanya.
"Syukurlah!" sahut Adrian dan Ranggel hampir bersamaan.
"Apa Abigeal perlu di rawat, Dok?" tanya Brandon kemudian.
"Tidak, sekarang kondisinya sudah membaik. Silahkan kalian membawanya pulang! Saya permisi dulu!" ujar Dokter itu lagi dan tersenyum pergi.
Brandon yang terlebih dahulu masuk langsung berlari ke arah Abigeal, yang sudah duduk di bibir ranjang dengan menatap kakinya yang terbalut perban. Sesekali dia menggerak-gerakkan kakinya itu dengan pelan. Brandon pun hendak memeluknya, tapi mengingat hubungannya dengan Abigeal tidak dalam keadaan baik-baik saja. Dia pun mengurungkan niatnya itu dan bersikap setenang mungkin.
"Geal, gimana keadaan kamu?" tanya Dion berbasa-basi yang membuat Abigeal dan Brandon menatapnya bersamaan.
"Apa perlu gue ngejawab pertanyaan lo yang udah pasti jawabannya ini? Kalau udah tau keadaan gue sekarang kenapa masih nanya? Lo buta?" tanya Abigeal sedikit dengan nada tinggi.
"Shhttt! Jangan keras-keras, Bos ngomongnya!" peringat Adrian karena mereka sekarang ada di rumah sakit.
"Ya!" jawab Abigeal singkat.
Kemudian mereka berlima sama-sama terdiam, hingga akhirnya Dion kembali bersuara. "Ah, kalau gitu, aku antar kamu pulang sekarang!" ujarnya.
"Enggak, gue pulang sama Brandon!" elak Abigeal sambil memegangi tangan Brandon yang berdiri paling dekat dengannya.
"Tapi, Bos! Keadaan lo sekarang enggak memungkinkan buat naik motor!" ujar Ranggel.
"Sorry, gue enggak bisa antar lo pulang. Gue buru-buru. Permisi!" ujar Brandon sambil menyentakkan tangannya yang masih dipegang Abigeal.
"Brandon, tapi ...." Abigeal tidak melanjutkan ucapannya saat punggung Brandon hilang dibalik pintu.
"Udah, Bos. Bos pulang sama Dion aja, biar aman," sahut Adrian kemudian.
"Enggak, gue pulang sama Ranggel aja! Gue enggak suka naik mobil!" seru Abigeal sekenanya.
"Ya, jangan dong, Bos. Gue enggak berani!" jawab Ranggel.
"Ya, udah, gue pulang sendiri aja. Mana kunci motor gue?" sentak Abigeal sedikit memanas.
Ranggel terdiam mendengar ucapan Abigeal barusan. Tidak disangkanya Abigeal akan ngotot untuk tidak pulang bersama Dion kali ini. Ranggel pun menatap Dion bingung, yang ditatapnya pun juga kelihatan bingung. Tidak, lebih tepatnya lagi Dion menatap dengan tatapan khawatir.
"Mana kunci motor gue?" desak Abigeal lagi.
"Ya, ya, ya. Bos pulang sama gue," sahut Ranggel antusias.
"Dari tadi kek!" jawab Abigeal kesal.
"Ah! Ini tongkatnya, Bos!" ujar Adrian sambil menyodorkan tongkat yang tersandar disamping nakas tempat tidur Abigeal.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Direction (End✅)
Подростковая литератураGenre : Comedy romance Follow sebelum baca! Tidak ada yang spesial di sini. Hanya cerita gaje tentang pasangan gila dan persahabatan yang juga gila. Start : 28 Desember 2020 Finish : 11 Maret 2021