Part 36

389 77 2
                                    

Dalam perjalanan kembali dari sana. Sejujurnya Brandon masih memikirkan perkataan Joy, benarkah dia suka sama Abigeal? Itu menjadi beban pikirannya saat ini. Namun, dalam lubuk hatinya yang paling dalam, Brandon tidak tega melihat Gelin yang terus menangis karena ulahnya. Itu sudah membuktikan kalau dirinya memang mencintai Gelin dan bukan Abigeal.

"Gue enggak boleh gini! Gue harus mutusin sekarang juga, gue harus milih Gelin. Toh, enggak bakalan apa-apa, motor gue juga udah di tangan gue sekarang." kata Brandon berbicara sendiri dan memutuskan untuk putus dengan Abigeal.

"Gelin!" sapa Brandon saat masuk kedalam kelas, "Okey, aku akan putusin Abigeal," ujarnya dengan mantap.

Gelin dan teman-temannya menatap ke arah Brandon bersamaan. "Ya, udah! Putusin sekarang juga!" titah Gelin agak memaksa.

"Nanti ya, aku janji. Abigeal sekarang lagi jadi suporter teman-temannya, kamu enggak dengar suara dia? Aku aja dengar," ujar Brandon yang memang mendengar teriakan Abigeal di pinggir lapangan menyemangati teman-temannya.

Gelin mengangguk lalu tersenyum. Ketiga temannya ikut tersenyum. Karena sebentar lagi, kalau Brandon mutusin Abigeal, maka tidak tertutup kemungkinan kalau Brandon akan nembak Gelin segera. Mereka sudah dekat cukup lama, tapi masih juga belum ada kata pacaran antara mereka berdua. Itu membuat teman-teman Gelin sedikit risih.

Di lain sisi, Abigeal yang tidak pernah lelah untuk berteriak masih setia dengan teriakannya.  Hingga set pertama ini dimenangkan oleh kelasnya dengan skor 3:2. Abigeal berlari ketempat teman-temannya beristirahat. Sebagai ketua dia juga bertanggung jawab atas anggotanya. Abigeal membelikan mereka minuman sebelum set pertama tadi berakhir. Yang tentunya bukan uang Abigeal untuk membelinya. Abigeal memungut pajak kepada anggota kelasnya, bahkan uang sisanya disimpan untuk dirinya sendiri.

Abigeal menyerahkan air itu kepada mereka semua. Saat menyerahkan pada Dion, Dion yang belum sempat mengambilnya dan Abigeal malah sudah melepaskannya sehingga mengakibatkan botolnya terjatuh. Refleks Abigeal memungutnya begitu juga Dion yang ikut memungutnya. Kepala mereka terbentur saat tangan mereka sama-sama menyentuh botol air yang jatuh.

"Aduh!" rintih Abigeal dan melepaskan botol air itu.

"Maaf! Maaf! Aku enggak sengaja!" ujar Dion dan meletakkan botol air itu di samping tempat duduknya.

Dion pun mengusap kepala Abigeal pelan dan Dion meniupnya karena kepala mereka terbentur cukup keras. Dion sendiri masih merasakan denyutan dikepalanya. Abigeal yang hanya setinggi hidung Dion menatap lurus ke depan. Matanya tepat di depan mulut Dion yang sudah berhenti meniup kepalanya, tapi tangannya masih mengusap kepala Abigeal pelan.

Abigeal meneguk ludahnya saat melihat bibir Dion yang cukup dekat dengannya. "Ah! Udah! Udah." ujarnya kikuk dan memutar matanya yang terus menatap lurus ke bibir Dion.

"Ekhem ... ekhem. Airnya belum ada buat gue nih, Bos?" goda Adrian yang belum mendapatkan air minum.

Sontak Abigeal pun menyerahkan air yang tersisa untuk Adrian. Dia sedikit kikuk melihat mata Adrian yang terus menggodanya. Dion juga merasa kikuk melihat Adrian yang tengah menyindir mereka berdua. Karena tanpa sadar Dion melakukan hal itu. Dion sedikit merasa bersalah terhadap Abigeal, sebab karena ulahnya Abigeal merasa malu di depan teman-temannya.

Tak lama kemudian set kedua sudah di mulai, Abigeal kembali bersorak di pinggir lapangan. Bisa dipastikan Abigeal lebih merasa lelah dibandingkan dengan orang-orang yang bermain. Bagaimana tidak, orang yang menggiring bola dia yang kelelahan karena terus berteriak.

di menit ketujuh, Adrian mampu menciptakan satu gol indah yang membuat Abigeal kembali berteriak senang. Abigeal malah lebih senang dari pada Adrian sendiri yang mencetak point. Para penonton yang berada di dekat Abigeal mulai menjauh karena merasa terganggu oleh teriakan Abigeal dan perbuatan Abigeal yang meloncat-loncat kegirangan.

The Direction (End✅)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang