Bonchapt : Road to Revival

229 47 41
                                    


• Strange Place •

💐💐💐

“Sudah siap?”

Pintu itu dibuka oleh Eunwoo seiring tanyanya pada putranya yang ternyata masih sibuk mematut diri di cermin.

“Sudah, pa. Sebentar Yonghee turun,” jawabnya segera.

Sekali lagi ia merapikan setelan yang ia gunakan hari ini dan memastikan sekali lagi rambutnya tertata dengan rapi.

-----------🌱💐

Yonghee terus tersenyum sepanjang matanya mengedar ke halaman terbuka yang didekorasi dengan berbagai bunga cantik bernuansa magenta yang berpadu apik dengan rangkaian warna putih. Spasi di dua sisi jalanan panggung altar yang di isi oleh deretan kursi kayu berwarna coklat tua yang mengkilap. Dan ya, pastinya, altar lah yang menjadi tempat terindah saat ini disana.

Ia tidak pernah menyangka sebelumnya akan melihat satu hal sakral seperti ini dalam hidupnya. Sama sekali tidak pernah terpikirkan, hingga bibirnya pun tidak henti-hentinya mengulas senyum yang lebar.

Para tamu undangan mulai mengisi kursi-kursi kosong, menanti mempelai yang akan segera hadir. Saksi pengucap janji untuk kedua mempelai menjadi yang pertama mengisi altar di sana, siap sedia di balik mimbar setinggi dada orang dewasa. Kemudian di susul oleh mempelai pria yang berdiri di sana, di depan mimbar namun mengarahkan tubuhnya ke jalanan panjang altar dimana sang mempelai wanita akan menelusurinya untuk sampai padanya.

Tidak butuh waktu lama, sorak-sorai tamu undangan mengudara bersamaan dengan lampu kamera yang tidak berhenti memotret sang ratu hari ini.

Dengan gaun putih berpayet sederhana yang panjangnya menutup seluruh tungkai indah itu, sang wanita mulai berjalan sembari tangan mengait pada lengan ayahnya yang akan mengantar. Senyum mempelai wanita terlihat malu-malu dengan wajahnya yang tertutup veil sebagai mahkota pembatasnya pada sang mempelai pria sebelum akhirnya mengikat janji.

Yonghee semakin tersenyum seiring mempelai wanita berjalan mendekati panggung utama untuk mengikat janji sehidup semati. Ia merasa terharu menyaksikan secara langsung.

Semakin berjalan, para tamu undangan semakin heboh dengan tepuk tangan tiada henti dari kedua kubu, baik dari mempelai pria ataupun wanita. Lalu keadaan senyap setelah mempelai wanita disambut oleh calon suaminya dan ayahnya memberikan tangan putrinya itu pada tangan yang menengadah menanti.

Waktu seolah tersihir menjadi singkat dan ikatan janji itu sudah berhasil terucap dengan lantang. Kini saatnya untuk sang mempelai pria membuka veil penutup kepala wanitanya yang sudah nampak mempesonanya sejak awal. Kedua matanya terpaku pada satu atensi yang begitu adiktif seiring wajah itu mulai terangkat dan memandang langsung padanya.

Si pria yang berhasil melangsungkan pernikahannya hari ini tersenyum lebar kala senyumnya terbalas dengan cantik.
Jujur, ia sedikit gugup dan tegang pada tahapan ini. Perasaan tak menyangka pada momen ini mulai sedikit menyeruak di dadanya hingga berdetak begitu keras. Sampai sebuah celetukan dari temannya, menyadarkan ia untuk kembali menapak pada kenyataan.

“Masa gugup sih, lo? Sadar woi, Suk!!”
Dan ia berani bersumpah, akan menghajar Guanlin setelah ini. Sungguh, ia jadi malu.

Ya, mempelai pria yang berdiri gugup disana adalah Im Hyunsuk yang menikahi seorang wanita cantik bernama Yoo Sojin.

Mengesampingkan amarah yang meluap karena kembar bongsornya, ia segera mendekatkan wajahnya pada wajah sang istri yang telah menanti. Bibirnya perlahan mendarat dibibir istrinya, mendiamkannya beberapa lama sampai rasanya terbiasa lalu mulai menyesapnya dalam intensitas yang lembut hingga ia memiringkan wajahnya tanpa sadar.

Kehebohan para tamu undangan kembali terjadi. Mengakhiri kegugupannya yang meluntur seiring bibir keduanya yang menyatu dan mengabaikan kericuhan yang terjadi karena ulahnya.

Yonghee tertawa mendengar ocehan Guanlin yang duduk tepat di sebelahnya. Sementara teman-temannya yang lain sedikit merecoki Guanlin yang terus saja menggoda Hyunsuk disana.

Dengan ini, Hyunsuk adalah orang pertama yang menikah dari lingkar pertemanan mereka.

-----------🌱💐

“Lega banget gue. Sumpah, semalaman rasanya kaya mau mati gara-gara kepikiran hari ini.”

“Jangankan semalaman. Lo tadi mau nyium istri lo aja keliatan mau mati,” celetuk Guanlin, yang langsung membuatnya kembali mendapat pukulan di kepala dari Hyunsuk.

“Sudah. Kalian berdua nggak ada akurnya. Gue capek liatnya,” Jinyoung memang benar-benar lelah melihatnya, apalagi melihat Guanlin yang usil dan mulutnya tidak ada berhenti merecoki Hyunsuk bahkan dari sebelum acara di mulai, “Lo juga, Suk. Bisa-bisanya gugup pas mau nyium. Padahal lo berdua sudah ngelakuin hal yang lebih. Sok banget gugupnya lo.”

“Nggak usah buka kartu dong lo. Ah, malu nih gue.”

Hyunsuk memang malu karena ucapan Jinyoung barusan. Wajahnya memerah padam sampai ke telinga dan itu terlihat lucu bagi Yonghee.

“Lo jangan ketawa dong, Yong. Gue makin malu kalo lo yang ketawa. Astaga.” Hyunsuk merengek menatapi Yonghee yang tertawa melihat tingkahnya.

“Eh iya, lo beneran putus lagi sama Nari?” Guanlin bertanya heboh pada Jinyoung yang mulai bicara pada Seunghun entah tentang apa dan membuat anak itu kembali mengarah padanya.

“Lo bisa nggak, nggak usah pake teriak nanyanya?”

“Iya, nih. Terpaksa gue ngasih undangan juga ke Nari. Seharusnya kan cukup satu aja. Elo sih pake putus segala pas gue nikah,” tambahnya sembari meletakkan gelas setengah kosong miliknya kembali ke atas meja.

“Hooh, lagian putus nyambung mulu lo kaya tali jemuran. Bosan gue— lah, itu Nari?”

Jadi mereka sontak mengikuti arah pandang Guanlin yang menunjuk ke balik punggung Jinyoung, kecuali Jinyoung sendiri. Mereka baru putus seminggu dan rasanya memang rindu, tapi gengsi lebih menguasai Jinyoung untuk putusnya mereka kali ini.

“Nari!” Itu Seunghun yang memanggil. Nari bekerja di rumah sakit tempat Seunghun menjalankan masa koass saat ini dan Jinyoung pun juga kenal Nari karena itu.

Gadis berambut panjang itu mendekat namun sedikit ragu tersirat di wajah serta langkahnya yang pelan mendekati meja bundar yang di isi sekumpulan laki-laki itu. Ia tersenyum kaku menanggapi Seunghun dan yang lainnya, karena sebenarnya pun Nari mengenal mereka semua.

“Selamat siang,” sapanya menatapi satu-persatu dari mereka, termasuk Jinyoung yang memilih menunduk tanpa menatapnya.

“Haneul nggak ikut?” tanyanya pada Seunghun—sekedar ingin mengalihkan sebenarnya.

“Ikut. Tapi sudah pulang duluan. Tadi aja cuman disempetin aja kesini, yang penting bisa liat yang nikah. Selesai itu langsung buru-buru ke kantor.”

“Oh,” sahut Nari mengangguk-angguk kecil, dan ia tersenyum kembali untuk bicara, “selamat ya, Hyunsuk,” tatapannya pada Hyunsuk yang terhalat cukup jauh.

“Iya, makasih sudah datang. Makan aja dulu, baru samperin kak Sojinnya. Dia tadi lagi sama teman-temannya juga.”

Nari mengangguk, “Kalau begitu aku permisi.”

Barulah Jinyoung bisa melepas napasnya yang tertahan sengaja. Tawa Guanlin pecah untuk itu sementara Seunghun menepuk-nepuk bahu Jinyoung dengan senyum yang ditekan agar tidak tertawa lepas dan mendapat dengusan tak suka dari Jinyoung. Dan di lain sisi, Hyunsuk serta Yonghee hanya bisa tertawa melihatnya sedangkan Byounggon tersenyum tertahan.

“Rese lo semua!”

Mengesampingkan rasa gusar Jinyoung, Hyunsuk mulai terpikirkan satu hal di kepalanya. Jadi ia bertanya, sambil mengedar tatap pada semua teman-temannya.

“Habis gue, siapa dah yang bakal nikah? Kalo gue pikir kayaknya Seunghun, soalnya rumah tangganya adem ayem. Kalo Guanlin nunggu Yerin selesai sama kerjaannya. Jinyoung? Duh, yang putus nyambung, kagak yakin gue. Yonghee pastinya fokus kuliah. Nah, bos kita nih?” mata Hyunsuk menyipit penuh arti pada Byounggon yang sempat sibuk dengan ponsel di tangannya. Padahal ia sudah diam saja, tau-tau tetap saja ia kena.

“Apa?”

Astaga, nyali mereka sedikit menciut mendengar satu kata singkat itu.

“Asli dah, dia memang nggak ada niat buat nikah,” Guanlin menggeleng dramatis dengan tangan yang ia lipat ke depan dada.

“Masa depan lo suram amat dah, Byoung,” Hyunsuk menambahkan, ia ikut-ikutan menggeleng dramatis namun ia masih menatapi Byounggon.

“Lo harus ikrarkan ke-jom-blo-an seumur hidup lo kalo gitu,” Seunghun masuk dalam lingkar kompor yang baru saja dinyalakan kembar bongsor disampingnya.

“Mapan, pinter, nggak ada gadisnya aja yang kurang,” Jinyoung yang kali ini menambahkan.

Selanjutnya Byounggon sudah menatap pada Yonghee, menunggu mungkin saja anak itu akan menambahkan cibiran untuknya.

Yonghee justru tersenyum, “jalanin aja. Selagi kamu nyaman kayak sekarang, nggak masalah.”

“Yonghee!!” protesan tak terima itu langsung pecah dari ke empat temannya yang lain, yang justru membuat Yonghee tertawa kecil mendapatinya.

“Yonghee doang teman gue. Lo semua teman kontrak gue aja. Nyebelin lo pada,” dan kepalanya menunduk kembali pada ponsel di tangan, mencoba mengabaikan kelakuan teman-temannya untuk mengerjakan beberapa pekerjaan yang sebisa mungkin selesai dalam waktu cepat.

“Intinya, gue bakal nikah dulu dah,” kata Seunghun, tapi sedikit terdengar seperti lelucon karena ia mengatakannya dengan tawa yang lebar.

Byounggon mengangkat kepala lagi, mencoba menanggapi Seunghun yang tiba-tiba berucap demikian, “yang bener lo? Tau-tau keduluan Jinyoung kan lucu.”

“Apaan sih, lo? Kok gue lagi dah yang kena?”

“Sudah, sudah. Jalanin aja. Nggak ada yang tau yang bakal nikah duluan setelah ini siapa. Jadi jalanin aja. Hyunsuk nikah duluan aja kita nggak kepikiran sama sekali, kita pikir Seunghun yang bakal duluan karena sudah berhubungan lama. Ternyata, malah begini, kan? Takdir nggak yang tau.”

Akhirnya mereka semua mengangguk membenarkan ucapan Yonghee. Semua takdir tak terduga ini merupakan hal yang menakjubkan bagi Yonghee, jadi ia sangat senang untuk merasakannya.

“Astaga, adek lo, Jin. Masih aja suka ngintilin Bitna,” Guanlin terperangah menatap pada sosok yang ia ucapkan, yang lalu mengundang gelengan kepala Jinyoung.

“Memang gitu dia, nggak ada habisnya ngikutin Bitna gara-gara nggak di kasih adek sama buna.”

Di saat bersamaan, Hyunjin yang terus membuntuti Bitna di sana tiba-tiba terjatuh dengan wajah yang membuat Jinyoung semakin malu untuk menatapnya. Terlebih adiknya itu jatuh tepat di dekat meja 'sang mantan kekasih' duduk sehingga membuat gadis itu refleks membantu Hyunjin untuk berdiri.

“Ngakak gue, Ya Tuhan. Jatoh depan mantan calon kakak ipar, di bantu berdiri lagi. Duh!” Jinyoung hanya menghembuskan nafasnya dengan keras mendengar perkataan menyebalkan Guanlin yang tertawa lepas di tambah teman-teman lainnya yang juga ikut tertawa.

Tawa Byounggon mereda ketika diam-diam mengalihkan pandangannya ke arah lain. Ke arah meja panjang, dimana di isi oleh para orang tua mereka yang sengaja datang pada hari ini. Lalu memandangi wajah teman-temannya. Lika-likunya benar-benar membuat sakit kepala jika diingat.

“Kenapa?”

Byounggon melirik sampingnya, Yonghee tengah menunggu jawaban untuk pertanyaan barusan. Ia menggeleng pelan, “nggak, gue senang aja. Acara pernikahan Hyunsuk, bikin kita semua kumpul. Bahkan orang tua-orang tua kita. Gue senang liatnya.”

Yonghee tersenyum membenarkan, ikut memandang kearah yang sama dengan pandangan Byounggon, “aku juga senang. Mereka juga kelihatan senang. Pertemanan kita tanpa sadar membangun pertemanan juga diantara orang tua.”

Keluarga mereka tidak ada yang benar-benar utuh tanpa celah, bukan sebuah keluarga yang berjalan layaknya cerita penuh kebahagiaan yang manis. Keluarga mereka pernah berada dalam kondisi panjang yang masuk ke jalanan tanpa arah yang jelas.

Sakit, tangis, luka dan berbagai perasaan kelam lainnya menjadi sampul yang paling melekat. Setelah perjalanan panjang yang masih menyisakan sedikit rasa itu, pelan-pelan semuanya mulai membaik seperti saat ini. Digantikan senang, tawa, bebas, seolah berada di ladang yang baru untuk menggarap semua rasa menyenangkan itu.

“Momen yang menyakitkan kemungkinan masih bisa terjadi lagi. Tapi seenggaknya, perasaan menyenangkan dan saling memiliki itu ada, jadi kita nggak gampang goyah seperti dulu. Kalaupun goyah, kita sudah punya pegangan yang pasti bakal bantu kita berdiri. Lagi dan lagi. Yang ku syukuri, kertas kehidupan sekarang bukan lagi berwarna hitam seperti dulu, tapi kertas kehidupan saat ini berwarna putih yang siap untuk di coret dengan tinta berbagai warna, bahkan tinta berwarna hitam sekalipun. This the beginning for revival, right?”

Byounggon tertawa mendengarnya, ia mengangguk untuk itu, “benar sekali, Cha Yonghee.”

“Heh, lah. Duh, makin sakit perut gue liat kelakuan adeknya Jinyoung.”

“Lo bisa ditendang bolak-balik sama si Jinyoung kalo masih ngetawain dia.”

“Mumpung orangnya datangin adeknya, noh. Gue ngakak parah, sumpah. Duh, sakit perut gue!”

“Astaga, untung ada istri gue di situ. Kasian Nari, mukanya udah merah banget. Apaan dah si Jinyoung? Ngapain dah? Balikan tu orang makanya muka Nari sampe merah gitu?”

“Eh, balik ke sini sama Nari juga dong. Fix, ini balikan. Suruh dia traktir si adek tuh. Berhasil bikin kakaknya balikan.”

“Anj*ng. Nikahan gue jadi ajang balikan si Jin!”

“Heh, mulut. Untung istri lo belum nyampe sini, astaga. Kasian anak lo kalo denger bapaknya berkata kasar walaupun ukurannya belum keliatan banget.”

“Astaga, gue lupa ada anak gue di kak Sojin. Untung masih di jalan kesini bareng si pasangan yang baru balikan. Hahaha. Gila, bikin ketawa aja kelakuan teman lo, Seung.”

-----------🌱💐

ASDFGHJKLASDDGJKLAL ┻━┻︵└(՞▽՞ └)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


ASDFGHJKLASDDGJKLAL
┻━┻︵└(՞▽՞ └)

Jadi, ini adalah penutup akhirnya. Nggak jelas, ya? 😅

Butuh sequel tidak? 😏

Rencananya, kalau memang butuh sequel, bonchapt ini adalah sedikit bocoran tentang genre sequel strange place. Hehehehe 😁

Ohiya, sekalian. Saya mau terima kasih sama teman saya sharintr yang merupakan pendorong saya untuk publish cerita ini di dunia oren, silahkan mampir 😆✊

Dan untuk kakak saya yang sudah baca buku ini walaupun nggak tau kalau adeknya yang nulis ini, wkwkwkw 🤣
Masih suka ngakak kalo ceritain buku ini sama dia, padahal saya yang nulis cuman dianya nggak tau sampe sekarang 🤣
Terima kasih, sudah mau baca buku ini dan kasih reaksi secara real yang bikin senyum-senyum sampe ngakak 🤣

Oke, thanks for reading this book. Stay healthy and always happy. Have a good day. See yaaa.... 🙋💓💓💓💓💓

[✓] Strange Place || CIXTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang