40. Our First Talk

313 79 70
                                    


• Strange Place •

•••

“Jadi nilai-nilai kamu yang bagus itu, semua hasil contekan?”

Yonghee menggeleng rusuh, menyangkal tuduhan yang berulang kali didengarnya hari ini, “tidak, bu. Saya bersungguh-sungguh, saya tidak mencontek. Sungguh, bu. Selama ini juga saya tidak mencontek, saya mengerjakan semua ulangan dan ujian dengan usaha saya sendiri. Percayalah, bu.”

Bu Eunbi, sebagai salah satu pengurus ruang konseling dan juga menjadi salah satu yang di cap sebagai guru konseling tak berkonsep itu tak menghiraukan pembelaan Yonghee. Guru wanita itu hanya mendengar tanpa menyimak, tepat sekali jika ia dikatakan guru konseling tak berkonsep, karena tiap anak yang ditanganinya ia tidak pernah peduli pada pembelaan anak-anak tersebut, ia hanya mengerjakan sesuai dengan yang dilaporkan dan berakhir memberikan berbagai macam hukuman sesuai dengan pedoman pekerjaannya. Siapapun yang masuk ke ruang konseling dan ditangani oleh Bu Eunbi, semuanya akan menggerutukan hal yang sama.

Sial sekali bagi Yonghee, kenapa ia harus dihadapkan pada Bu Eunbi, padahal masih ada beberapa guru konseling lainnya yang lebih bisa menyelesaikan masalahnya meski Yonghee tidak yakin apakah ada yang mau menyelesaikan masalahnya.

“Saya panggil orang tua kamu, hanya hukuman skorsing untuk anak yang berbuat curang. Sekarang, kamu boleh—”

“Tapi bu, saya mohon. Ibu bisa beri saya hukuman apapun dan sebanyak apapun, tolong jangan panggil orang tua saya. Saya berjanji tidak akan mengulanginya, bu. Saya mohon,” suara memohon Yonghee bergetar, ia sungguh memohon pada guru wanita dihadapannya.

Guru wanita itu malah mengernyitkan dahi, “itu kamu ngaku. Berarti kamu memang mencontek, kan? Sampai kamu berjanji tidak akan mengulanginya lagi.”

Ya Tuhan, Yonghee menunduk dan membuang nafasnya. Matanya terasa perih, dia salah bicara atau bagaimana? Dia membela tetap dikatakan bahwa ia berbuat curang, dia berjanji tidak mengulanginya dikatakan mengaku. Padahal ia hanya ingin agar Bu Eunbi tidak memiliki niat memanggil orang tuanya, tidak lebih. Karena jika memanggil orang tua, sudah pasti yang akan datang langsung adalah mamanya dan ia tidak ingin itu terjadi.

Jadilah ia bingung sekarang. Tidak ada sanggahan lain lagi yang dapat lidahnya kelukan. Membela ataupun tidak, hasilnya tetap sama saja terlebih berhadapan dengan Bu Eunbi. Ia menyerah, tidak ada satu suara lagi yang dapat ia keluarkan.

“Saya buatkan surat pemanggilan orang tuamu. Kalau memang mencontek, tinggal mengaku apa salahnya? Tinggal terima pemanggilan orang tua, selesai. Kamu nggak perlu banyak ngomong buat membela dirimu,” oceh Bu Eunbi sembari tangannya bergerak di atas papan ketik komputernya, mengetik data diri Yonghee di sana untuk surat pemanggilan yang di buatnya.

Tinggal memanggil orang tua? Jika mamanya itu seperti buna Jinyoung atau tante Yuri, mungkin ia akan menerimanya dan mendapatkan pembelaan saat mamanya itu di panggil ke sekolah, mamanya pasti akan sekeras mungkin membantah tuduhan itu dan berusaha mencari pelaku yang memfitnah putranya.

Sayangnya, ini adalah mamanya dan bukan buna Jinyoung atau tante Yuri. Mamanya yang kukuh pada pemikirannya sendiri dan tidak mau bahkan mendengarkan penjelasannya, semuanya pasti akan menjadi salahnya, tidak ada fitnah di sana. Dan, hukumannya sekarang akan bertambah. Mungkin 1 jam, atau mungkin berkali-kali lipat lamanya tongkat kasih sayang itu akan menampar betisnya kelak.

Deru nafas Yonghee terasa melambat, dadanya sesak. Ruangan tanpa pembelaan itu membuatnya terkurung tak bisa bernafas. Entah, apa karena ia tidak bisa membela diri di sana atau kesakitan akibat pukulan Younghoon tadi pagi? Ia tidak bisa membedakannya.

[✓] Strange Place || CIXTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang