⚠️WARNING⚠️
This chapter contains about harsh words, violence, suicidal thoughts, mental illness and other content that is uncomfortable. If you feel uncomfortable and you can feel triggered, please skip this chapter. Thanks for your attention, stay health and enjoy for reading.🌱🌱🌱
• Strange Place •
•••
Pagi di hari senin, setelah libur hari Chuseok yang menjadi liburan tidak menyenangkan, Jinyoung masuk kembali ke sekolah. Sungguh hari liburnya sangat tidak menyenangkan, hari libur Chuseok yang terburuk bagi Jinyoung.
Ketika berjalan masuk, ia tau, anak-anak yang berada di sekitarnya tengah berbisik sambil memandang kearahnya. Tapi Jinyoung mengabaikan mereka, seperti biasa. Ia tidak mau ambil pusing untuk saat ini.
Saat memasuki kelas, ternyata keadaan tidak jauh berbeda. Ia tidak terkejut tentu saja. Mereka semua menatapnya sambil berbisik-bisik dengan teman-teman selingkaran mereka. Jadi Jinyoung berhenti di belakang kelas, menatapi satu-persatu anak-anak kelas dan berujar, “kalau ada yang mau ditanyakan tentang Yonghee ke gue, tanya aja. Tapi kalau sudah kelewatan, tinggal gue tonjok kalian. Nggak perlu bisik-bisik begitu kalau gue masih bisa dengar, lebih baik ngomong langsung ke gue.”
Nyatanya, tidak ada satupun yang mau bertanya langsung padanya meski Jinyoung menunggu cukup lama disana, “oke, terserah kalian. Awas aja kalau ada yang bikin telinga gue sakit lagi.”
Jadi Jinyoung berjalan menuju tempat duduknya yang berada hampir di bagian depan, tempat yang di atur oleh Pak Dongho ketika ulangan terakhir kali yang tidak akan berubah sampai kenaikan kelas. Jelas menjengkelkan Jinyoung.
“Bisa bicara sebentar?”
Gerakan Jinyoung terhenti ketika suara itu menginterupsinya. Ia bahkan belum sempat mendudukkan diri, tapi ia langsung menegakkannya kembali. Dahinya mengernyit menatap orang yang mengambil atensinya.
Ia hampir mengumpat juga berniat menghajar orang yang menghentikan gerakannya saat ini yang mungkin saja si penelepon beberapa hari lalu, yang tidak ia berikan jawaban apapun selain makian penuh umpatan dan langsung memutus sambungan seseorang yang tidak ia kenal itu karena menanyakan Yonghee. Sudah jelas, ia menduga seseorang yang meneleponnya pastilah salah satu anak-anak bajingan dari sekolahnya yang hanya ingin mencari informasi Yonghee dengan tujuan tidak baik.
“Gue mau nanya tentang Yonghee.”
Ya Tuhan, mungkin Jinyoung akan benar-benar menghajar seseorang hari ini. Tapi ia menahan hasrat itu terlebih dahulu, menekannya ke dasar, jika sudah melampaui, tangannya siap melayangkan satu-dua pukul bahkan lebih.-----------🌱
“Heh, Suk!? Lo apa-apaan sih, anjir. Lo mau gue di maki lagi?”
Hyunsuk tidak peduli, ia hanya terus menyeret tangan Guanlin yang bahkan belum meletakkan barang-barang milik anak itu ke tempat duduknya.
“Bentar lagi bel, bangsat. Lo mau bolos lagi? Gue ogah, woi!” tapi tetap saja, Hyunsuk tidak peduli dengan ocehan anak laki-laki itu.
“Anj— heh, ngapain ke kelas D? Si Jinyoung-Jinyoung itu kan di kelas A.”
Hanya dengusan yang diberikan Hyunsuk sambil bola matanya yang merotasi, “lo bilang, yang satunya anak kelas D. Ya kita samperin ini.”
“Iya, sih. Waktu itu telepon kita nggak diangkat, ya.”
Hyunsuk semakin memutar bola matanya, “siapa namanya, yang dari kelas D?”
“Seunghun.”
Tangan Hyunsuk mengetok daun pintu yang terbuka, meminta atensi pada siapa saja yang berada di ruangan tersebut yang mungkin saja salah satunya adalah seseorang yang tengah dicarinya. Hampir semua anak menoleh, dan seseorang yang berada tidak jauh dari pintu menyahut sambil mendekat, “ada apa?”
“Maaf, ada Seunghun?”
Si anak tersebut menoleh, mengarah pada anak-anak di kelasnya, “oi, Seunghun izin kah hari ini? Biasanya sudah masuk.”
“Izin, seminggu. Kemaren ada hubungi gue, sudah di konfirmasi ke Pak Taeyang,” sahut seorang anak laki-laki yang tengah duduk di salah satu meja yang berada di barisan depan.
“Noh, izin si Seunghun. Biasanya dia udah datang jam segini soalnya. Kenapa lo pada nyari dia? Jangan bilang karena anak kelas A itu?” nadanya sedikit tidak mengenakkan di akhir kalimat dan berhasil membuat Hyunsuk meringis kecil. Keduanya saling bertatapan sebelum Guanlin yang mengambil alih percakapan, “ya, bisa di bilang begitu. Tapi kami nggak nanya macam-macam ko—”
“Nggak usah ganggu teman kami kalo cuman mau tau informasi tentang anak A itu. Anak kelas D nggak pernah ikut campur atau mau urus hal kaya begitu. Memang, Seunghun beberapa kali pernah bareng sama itu anak. Tapi, tolong, jangan ganggu kalo nggak penting. Atau nanyanya sekedar buat ngembangin gosip murahan dan fitnah nggak berdasar yang kesebar tentang anak itu.”
Sekali lagi, keduanya saling memandang, Guanlin kembali membuka mulut, “kami nggak bermaksud begitu. Lagipula, kami bukan tukang gosip atau senang fitnah orang. Teman gue ini, mau tau informasi tentang Yonghee juga karena dia—”
“Sudah, Guan.”
Guanlin menoleh cepat, “hah? Kenapa? Kita dituduh macam-macam anjir, belum juga ketemu sama orangnya langsung.”
Tapi Hyunsuk hanya diam, tidak menjawab sanggahan Guanlin padanya.
“Maaf,” dan menarik tangan Guanlin menjauh.
“Apa-apaan sih lo?”
“Wajar, mereka mikir kita mau tau informasi dari Seunghun karena tujuan buruk. Anak itu bener kok. Tau sendiri kan anak-anak gimana.”
“Ya.. iya sih.” Dan Guanlin menerima pernyataan itu, suaranya kembali terdengar, “Anak kelas D itu, walaupun kaya sarang penyamun, tapi memang pada baik-baik. Solid banget kelas mereka, sih. Salut gue. Padahal, si Haruto itu mah mukanya preman banget, buset,” cerocosnya.
Hyunsuk menoleh, “lah, lo kenal sama yang tadi?”
“Kagak. Tapi siapa sih yang nggak gue tau satu sekolahan ini? Haduh, lo kaya baru kenal gue aja dah.”
“Hm, iya tau. Yang kenal banyak orang dan tau semua orang. Gue mah remahan buku, tempat lo numpahin gosip doang.”
“Halah, tapi lo suka juga dengarnya.”
“Emang gue ada bilang kalo gue suka dengarnya?”
“Kagak. Tapi lo diam-diam aja tu tiap gue ngegosip.”
“Gue kan—” suara Hyunsuk terpotong karena gerakan yang dibuat Guanlin.
Jemari panjang Guanlin menujuk pada arah di depan mereka, “Itu orangnya, si Jinyoung-Jinyoung itu,” arah pandang Hyunsuk pun mengikuti jemari si bongsor di sampingnya, lalu menoleh sebentar, “yang mana?”
“Rambut item.”
Dan Jinyoung yang tengah ditunjuk Guanlin itu sedang berjalan semakin menjauh. Anak laki-laki itu baru saja keluar dari kelasnya ketika Guanlin melihatnya.
“Ayo,” Hyunsuk menarik Guanlin.
“Ya Tuhan, mau ngapain?”
“Ntar dia jauh.”
“Berenti dulu, Suk. Astaga. Berenti,” Guanlin menahan tubuhnya yang sontak membuat Hyunsuk menatapnya, “kenapa?”
“Itu, liat. Kayanya dia lagi ada urusan deh. Jinyoung keliatan ngikutin itu anak yang di depannya.”
Kepala Hyunsuk mengarah pada Guanlin lagi lalu beralih pada Jinyoung yang semakin berjalan jauh dan kembali pada Guanlin, kemudian berujar, “kita ikutin aja, tunggu urusannya selesai. Langsung tanya tentang Yonghee. Kalo nggak diikuti, kita bakal susah punya kesempatan buat ketemu.”
“Suk, itu anak bar-bar Ya Tuhan. Kita bisa babak bel—” Guanlin sudah ditarik lagi oleh Hyunsuk sampai terhuyung ke depan sebelum akhirnya ia bisa mengimbangi massa tubuhnya, tanpa memberikannya kesempatan untuk mengelak, Ya Tuhan, sebentar lagi badan gue bakal bonyok gara-gara si bongsor ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Strange Place || CIX
Fiksi PenggemarReturn to the beginning To the days of innocence - Yonghee Rated : 15+ Warn : Karena mengandung kekerasan, banyak kata-kata kasar, dan lainnya yang berpotensi membuat tidak nyaman dan trigger. Harap kebijakan dari para pembaca. Terima kasih 🙏