06. Drink Bottle

526 103 32
                                    


• Strange Place •




Setelah istirahat kedua, Byounggon tertidur di kursinya yang berada paling belakang tepat di barisan meja tengah, ia mengambil meja bagian kanan sedangkan kirinya di isi oleh Park Woojin -yang memiliki tingkat ketidakpedulian sama dengan dirinya, membuat mereka sama-sama acuh meski duduk sebangku, walau terkadang mereka masih bisa berdiskusi mengenai pelajaran -itupun jika harus.

Matanya mengantuk dan ia juga malas menyimak pelajaran kimia dari Pak Jisung. Selain malas, Byounggon juga tidak mengerti banyak tentang kimia. Untungnya, gurunya yang sangat ceria itu tak pernah menegur siapapun yang tidak memerhatikan pelajarannya. Pak Jisung tidak peduli -yang penting dia mengajar, selesai, lalu kembali ke ruangannya.

Karena hujan, Byounggon tidak bisa membolos pelajaran kimia di gudang belakang sekolah. Padahal dia ingin berbaring nyaman di sofa tua yang berada di gudang ketimbang harus tidur dengan posisi duduk seperti sekarang.

Cukup lama Byounggon menikmati tidurnya bahkan sampai bel pulang sekolah berbunyi. Ketika bangun, murid-murid lainnya sudah mulai membubarkan diri dan suasana menjadi berisik.

Setelah semua murid keluar kelas, barulah ia akan keluar, karena dirinya tidak suka jika berdesakkan keluar kelas ataupun menyapa teman-temannya sekedar untuk berbasa-basi mengatakan bahwa dia akan pulang terlebih dahulu. Tidak, Byounggon tak pernah nyaman untuk melakukan itu pada teman-teman sekelasnya.

Byounggon memang tak bisa bersosialisasi dengan baik, bahkan dengan teman sekelasnya sendiri. Tidak hanya tak bisa bersosialisasi, Byounggon pun merasa ia tidak memerlukan teman. Banyak hal yang membuat pikirannya begitu buruk tentang suatu hubungan.

Byounggon berjalan malas keluar kelas, tapi melihat hujan yang kian tak menepi untuk mempersilahkan awan putih datang, membuat ia terhenti sejenak di depan pagar pembatas.

Setelah merasakan beberapa tetes hujan di telapak tangan yang ia ulurkan, ia ingat bahwa payung pemberian mamanya ketika menjemputnya ke sekolah beberapa bulan lalu masih tersimpan di lokernya.

Terpaksa Byounggon kembali ke dalam kelasnya, berjalan menuju loker yang berada di bagian belakang kelas.

Payung lipat berwarna biru langit dengan motif kucing putih, menjadi penghuni tetap di dalam loker yang jarang ia jamah.

Sebenarnya ia malas menggunakan payung pemberian mamanya, tapi sekarang sudah masuk musim hujan dan cuaca yang di hadapinya sekarang adalah hujan yang cukup membuat seluruh tubuhnya basah kuyup jika menerjangnya tanpa perlindungan. Mau tidak mau ia menggunakan payung pemberian mamanya.

Akhirnya ia menuruni anak tangga, sesampainya di depan pintu utama barulah ia membuka payungnya.

Byounggon memang tidak di jemput seperti anak-anak lainnya menggunakan mobil, padahal mamanya selalu menawarkan untuk menjemput dirinya. Tapi karena terus-terusan mendapat penolakan dari putra tunggalnya itu, mamanya pun menyerah dan tak memaksa Byounggon untuk di jemput.

Ada rasa ingin untuk di jemput oleh wanita yang sudah melahirkan serta membesarkannya itu, tapi perasaan sakit hatinya masih membuatnya enggan untuk meminta mamanya melakukan hal yang sewajarnya orang tua lakukan. Byounggon masih belum bisa menerimanya.

Byounggon sudah berjalan sampai ke halte bus depan sekolahnya, hanya ada beberapa anak yang menunggu bus disana, dan cuaca tidak memberikan tanda-tanda akan membaik.

[✓] Strange Place || CIXTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang