⚠️WARNING⚠️
This chapter contains about harsh words, violence, suicidal thoughts, mental illness and other content that is uncomfortable. If you feel uncomfortable and you can feel triggered, please skip this chapter. Thanks for your attention, stay health and enjoy for reading.🌱🌱🌱
• Strange Place •
•••
“Sial, nggak bisa konsen gue,” erang Mingy setelah menendang kotak kayu yang berada disamping gudang belakang sampai membentur dinding luar ruangan itu dengan sangat keras. Saking kerasnya, kotak kayu itu sampai patah dan terbelah di beberapa bagiannya, menimbulkan bunyi benturan yang sangat keras.
“Makanya lo disini sekarang. Lo bahkan sudah sambat dari berita itu kesebar di anak-anak,” Yeosang menanggapi santai, mendudukkan dirinya di kotak kayu lain yang masih utuh di sana. Tangannya juga mulai mengeluarkan satu kotak rokok dari saku celananya dan tangan lainnya menengadah pada Xion yang berdiri tak jauh darinya, “minta pemantik, kak.”
Xion mengeluarkan pemantik dari saku celananya dan menarik satu kotak kayu lain. Meletakkannya tepat di dekat Yeosang duduk, sementara Mingy juga mulai menarik kotak kayu lain untuk ia duduki.
“Gila sih, nggak nyangka gue,” ucap Yeosang, setelah menyesap sekali rokok yang berada di antara jarinya dan menghembuskan asapnya dari mulut.
“Gue juga ikutan gila, bangs*t. Kepikiran gue. Mana itu anak habis banget lagi badannya kita pukulin terakhir kali. Kalo gue dituntut gimana? Habis gue ditangan papah.”
“Elo sih, Min. Sudah tau sikap lo bajingan, sok alim banget kalo didepan papah lo.”
“Ya kali gue nggak bersikap baik, Sang. Gue ngedipin anak temannya papah aja, bang Dokyeom udah noyor kepala gue.”
Kepala Xion menggeleng-geleng heran dengan dua tingkah adik kelasnya itu, cukup pusing sebenarnya. Mulanya Mingy khawatir, sekarang malah berakhir membahas yang lain. Kemudian ia menatap Younghoon yang hanya berdiri kaku dengan pandangan yang tidak berhenti bergerak seolah sedang memikirkan sesuatu, belum berniat mengambil duduk seperti mereka bertiga.
“Lo nggak duduk, Hoon?”
Younghoon terkesiap, tersadar dari kekakuan dirinya mendengar suara Xion, “ah, iya kak. Tapi..”
“Tapi, apa? Kayanya lo lagi mikirin sesuatu. Dari tadi lo diam aja soalnya. Ada apa?”
Yang ditanya mulai menggigiti bibir dalamnya. Respon khawatir yang sudah lama tidak pernah dilihat Xion dan tentu membuat Xion terheran. Younghoon sudah lama tidak sekhawatir itu, “ada apa? Lo khawatir. Apa yang bikin lo kepikiran begitu?” Xion beranjak, mendekat pada Younghoon, mengabaikan recokan Mingy dan Yeosang yang masih belum terhenti.
“Gue.. kayanya, gue salah paham selama ini.”
Younghoon memandang perlahan kearah Xion, “gue, salah paham, kak.”
“Maksud lo?” tentu Xion heran, salah paham dimana yang dimaksud oleh Younghoon. Selama beberapa hari libur sampai masuk hari ini, sepertinya tidak ada yang salah, kecuali kabar mengenai Yonghee. Jadi, salah paham dimana maksudnya? Apa ada masalah baru di rumah Younghoon?
Mingy menyela dengan celetukan, “salah paham apa? Lo punya masalah apa, Hoon? Sama ayah lo? Atau kak Nana?”
Kedua netra anak laki-laki berambut gelap itu bergerak gelisah dan itu bisa dilihat oleh Xion. Ia semakin bingung dengan Younghoon, tangannya meremas pelan bahu Younghoon, berharap anak yang lebih muda darinya itu cukup tenang lalu bisa menjelaskan maksud dari perkataannya barusan, “tenang, Hoon. Nggak papa. Pelan aja jelasinnya.”
“Ini, tentang Yonghee,” cicitnya begitu kecil sampai hampir tidak terdengar, yang untungnya, Xion berdiri cukup dekat dengan Younghoon dan langsung dapat menangkap perkataan dengan volume sekecil itu, sementara Mingy yang tidak mendengar karena duduknya yang cukup jauh, spontan bertanya, “lo ngomong apa, Hoon? Gue nggak denger.”
Sebelum mengulang perkataannya, Younghoon meneguk ludah, mencoba membasahi kerongkongannya yang kering tiba-tiba. Matanya melirik sekilas kearah Xion dan melihat pandangan yang lebih tua darinya menggambarkan kerutan halus tanda kebingungan, “maksud lo, apa Hoon?” suara Xion.
Hanya ada satu kemungkinan dari dua opsi yang sedang Younghoon pikirkan, teman-temannya menerima kekeliruannya dan memakluminya, atau teman-temannya tidak menerima kekeliruannya dan akan menghajarnya habis-habisan karena secara alamiah— kekeliruannya lah yang membuat teman-temannya terjebak dalam lingkar perisakan.
Tapi mau di apa? Kedua opsi yang tengah dipikirkannya dapat terjawab setelah ia memilih. Dan pilihannya cukup gamang untuk dikatakan secara lantang.
Matanya memejam perlahan seiring tarikan halus nafasnya. Kepalanya menunduk sedikit sebelum mengangkatnya kembali dalam hitungan detik. Begitupun matanya terbuka pelan, menatapi satu-persatu teman-temannya yang menantikan kejelasan darinya, Younghoon melepas nafasnya, melonggarkan rongga dadanya akan pilihan yang ia ambil secara cepat, “Yonghee, nggak menyakiti mamanya. Gue salah paham. Ternyata, luka yang Yonghee terima justru dari mamanya. Kesalahpahaman gue.. berakibat Yonghee yang selalu gue risak. Kalian juga jadi ikut merisak dia, karena gue. Gue salah.”
“Anj*ng!!”
Tubuhnya jatuh terjerembab dengan keras, membentur lantai bermaterial tanah sampai membumbungkan debunya. Kepalanya sedikit pening, efek hentakan tubuhnya karena pukulan keras yang datang tanpa permisi pada lengan kiri atas. Younghoon tertegun, matanya sedikit silau dan sulit untuk melihat siapa yang berani menghempas tubuhnya begitu keras.
Suara disekitarnya pun hening. Ketiga teman-temannya menatap pada satu arah pandang yang sama. Sosok yang kini tengah berdiri, menjulang, membelakangi matahari sehingga sulit bagi Younghoon untuk dapat langsung mengetahui siapa orang tersebut.
Sampai suara Mingy mengambil alih keheningan yang tercipta sembari Xion dan Yeosang yang sigap membantu Younghoon berdiri, “ada masalah apa lo? Anj*ng! Bisa-bisanya lo nendang teman gue!” Mingy sudah maju, mendekat dan mencengkram kerah baju si penendang Younghoon.
Wajahnya angkuh, menatap dingin tanpa ada secuil gentar di kedua netranya yang menatap Mingy, “teman-teman lo yang anj*ng, termasuk lo! Bukan gue, bangs*t!” sahutnya sambil menghempas kedua tangan Mingy dari kerahnya tanpa rasa takut.
Younghoon berdecak, mengetahui siapa sosok yang melayangkan tendangan ke tubuhnya. Tangan kanannya meraba pelan lengan atasnya, selepas Xion dan Yeosang tidak lagi menahan tubuhnya. Nyeri. Tendangan dari anak laki-laki itu ternyata tidak bisa diragukan.
“Tendangan lo, boleh juga. Untuk ukuran anak yang sering ngabisin waktu di perpus dan keluar masuk ruang konseling. Gue akui, tendangan lo, si pemenang olimpiade sains, Im Hyunsuk.”
Anak itu adalah Hyunsuk, membalas tatapan Younghoon yang terarah padanya beberapa meter disana. Perlahan, Younghoon berjalan mendekat sembari menurunkan tangannya yang meremas lengan atas yang berhasil mendapat tendangan dari Hyunsuk.
Guanlin yang masih tercengang akan situasi yang mengejutkan ulah kembar bongsornya, menyadarkan diri secepat mungkin. Kakinya yang membatu tiba-tiba, mulai ia gerakan untuk bertandang mendekat pada Hyunsuk. Tangannya meremat pelan lengan Hyunsuk, “sudah, Suk. Anjir, lo apa-apaan?” ucap Guanlin berbisik.
“Ada apa lo? Kenapa lo datang-datang langsung nendang Younghoon. Maksud lo apa?” kini Yeosang ikut bersuara, menatap penuh pertanyaan pada sosok tinggi dihadapan mereka.
Dan Xion juga membuka suaranya, melalui suaranya yang lebih terdengar baik-baik ketimbang teman-temannya yang lain, “iya, ada apa sebenarnya?”
Hyunsuk menyeringai, menatapi satu-persatu anak di depannya, “lo semua tanya ada apa? Jelas-jelas si Younghoon ini ngaku kalo dia salah atas perisakan yang dia lakuin ke Yonghee. Dan lo semua masih tanya ada apanya? Kenapa gue nendang ini anak?”
“Lagipula ada masalah apa lo sama perisakan yang gue lakuin? Gue memang salah paham, tapi semua sudah terlanjur. Mungkin, sebentar lagi anak itu juga bakal mati. Dan gue, sama teman-teman gue, juga nggak bakal kenapa-kenapa walaupun semua orang tau kalo gue yang risak dia.”
“Apa?” Hyunsuk menggeram, tangannya mengepal kuat dan bersiap untuk maju jika saja Guanlin tidak menahan tubuhnya.
“Sudah, Suk.”
“Apa? Kenapa? Lo mau pukul gue sekarang? Pukul aja.”
“Bajingan!” dan Hyunsuk benar-benar melepaskan tinjuannya tepat di rahang kiri Younghoon saat tubuhnya mendapat sedikit kelonggaran dari penahanan Guanlin. Saat ini, akhirnya Guanlin melepas Hyunsuk. Membiarkan sahabatnya melampiaskannya saja. Toh, ia tidak bisa menahannya, juga disisi lain, ia juga merasa bahwa Younghoon pantas mendapatkan pukulan itu.
“Apa-apaan lo!?” Mingy berteriak, dirinya yang hendak membalas perlakuan Hyunsuk ditahan oleh Xion dan yang lebih tua berkata, “diam.”
Hyunsuk tidak menghiraukan yang lain selain Younghoon yang masih terdiam di tanah menatap kearahnya. Dan tawa angkuh keluar dari bilah bibirnya, memandang kearah Younghoon, tubuhnya sedikit merunduk, “terima kasih tawarannya. Gue sudah ambil tawaran mukul lo.”
Ditegakkannya kembali tubuhnya namun tanpa melepas fokus netranya pada Younghoon, “padahal yang gue dengar, lo tadi merasa salah sama kesalahpahaman yang sudah lo lakuin. Tapi, kayanya gue yang salah. Nyatanya nggak ada perasaan bersalah sama sekali di diri lo sehabis gue tendang. Entah karena lo memang emosi sama gue atau memang itu perasaan diri lo yang sebenarnya. Ngeliat tingkah lo, gue pilih opsi dua. Lo, memang nggak punya perasaan bersalah,” bicaranya dijeda sengaja, mengambil nafas sebentar dan diakhiri tawa mendengus, “asal lo tau, Tuhan itu nggak tidur. Mungkin sekarang lo memang nggak dapat hasil dari apa yang sudah lo perbuat.”
Selepas mengungkap apa yang ingin dikatakannya pada Younghoon, tubuhnya berbalik, mengarah pada Guanlin yang sudah memandangnya dengan pandangan tidak percaya dengan mulut yang sedikit terbuka. Hyunsuk menghela nafas mendapati ekspresi itu dari Guanlin, lantas ia menyeret kembali sahabatnya untuk pergi menjauh dari sana, “ayo.”
“Bajingan, kalo gue tau Younghoon itu dia terus kelakuannya seburuk itu, sudah dari dulu gue yang hajar,” kata Hyunsuk, kepalanya menengok pada Guanlin yang kini sudah menyamakan langkah dengannya, “lo kok nggak kasih tau gue sih kalo Younghoon itu yang jadi saingan gue ikut olimpiade.”
Guanlin berdecak, “lo aja yang susah ngapalin orang. Terlalu cuek. Ya gitu jadinya.
Lagipula, kalo lo mukulin dia, hukuman lo dari ruang konseling bukan cuma skorsing aja, tapi bakal dikeluarin dari sekolah.”
“Ya memangnya gue peduli? Setimpal. Asalkan gue hajar dia sampe sekarat. Nggak masalah.”
“Otak lo kayanya lagi gangguan deh. Otak lo jadi bar-bar atau gimana? Pikirannya jadi penuh kekerasan gini.”
“Apa sih lo? Otak gue nggak bermasalah.”
“Bermasalah. Otak lo bar-bar.”-----------🌱
Arah pandangan Jinyoung masih mengikuti kedua orang anak yang mulai pergi menjauh, meninggalkan ke empat orang lainnya. Senyum tipis mengembang di bibirnya, “Hyunsuk, ya?” ucapnya tanpa suara.
Karena sebenarnya, ia sudah ingin berjalan maju dan melayangkan tendangan atau pukulannya ketika mendengar perkataan yang keluar dari mulut Younghoon, namun sayangnya apa yang akan ia lakukan sudah didahului oleh orang lain dan ternyata itu adalah Hyunsuk. Ia ingat dengan nama itu, nama yang berakhir ia maki penuh umpatan dalam sambungan telepon beberapa hari yang lalu.
Di sampingnya, Byounggon menghembuskan nafasnya. Dan diam-diam menyoraki dengan tepukan paling meriah di dalam hati. Sekali-kali, Younghoon memang harus digertak keras tanpa takut seperti itu. Dan seharusnya, dulu-dulu ia sudah melakukan hal yang sama sehingga seharusnya keadaan sekarang tidak seperti ini.-----------🌱
Ada yang kaget, ternyata si bayi besar yang nendang Younghoon? 😂Ah, apa ada yang punya rekomendasi cerita wp oneshoot cix? Atau wp married life castnya cix? Saya lagi suka sama cerita married life 🤧
Jika kalian membaca cerita saya yang in your grab hand, apakah masih ada yang menunggu kelanjutannya? Hehehehe 😁
Thanks for reading this book. Have a good day 🤗
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Strange Place || CIX
FanfictionReturn to the beginning To the days of innocence - Yonghee Rated : 15+ Warn : Karena mengandung kekerasan, banyak kata-kata kasar, dan lainnya yang berpotensi membuat tidak nyaman dan trigger. Harap kebijakan dari para pembaca. Terima kasih 🙏